Suasana hening menyelimuti kelas X ips 2. Semua siswa berfokus menatap ke arah papan tulis, sementara gadis yang duduk di bangku paling ujung bersama temannya, tengah melamunkan sesuatu.
Tara masih saja memikirkan kejadian yang ia alami tadi pagi, pria yang mengantarnya ke uks terus terbayang di benaknya. Bukan karena ia suka pada pria itu, melainkan karena pria itu adalah teman dekat dari saudara kembarnya, ia begitu takut karena berpikir bahwa pria itu mengetahui masa lalunya.
"Apa salah yah, kalo gue bohong ama dia?" guman Tara pada dirinya sendiri. Akan tetapi suaranya masih bisa didengar oleh teman sebangku sekaligus sahabat kecilnya.
"Ra, lo masih mikirin dia? udahlah, nggak usah dipikirin nanti lo stres lagi, gue nggak mau yah punya teman penghuni rumah sakit jiwa!" ucap Meysha dengan mata yang masih tertuju pada buku bersampul coklat tempat ia menulis apa yang dijelaskan oleh sang guru.
Tara langsung menjitak kepala Meysha dengan keras. "Nggak usah lebay, deh!"
"Aduh," ringis Meysha sembari memegang ubun-ubunnya. "Iya, Ra, tapi nggak usah pake ngejitak gue segala, sakit tau!"
"Lo sih, lebay banget," ujar Tara diiringi kekehan kecil diakhir kalimatnya.
"Mudah-mudahan lo selalu bahagia, Ra, gue janji bakalan ada di samping lo terus," batin Meysha, dengan senyum tipis yang tercetak di bibirnya.
"Meysha! Tara! kalian lagi bicarain apa? hah?" tanya ibu Tiwi yang sukses menyita perhatian teman-teman yang lainnya.
"Nggak ada Bu, tadi saya cuman bertanya seputar pelajaran sejarah sama Tara," bohong Meysha gadis itu malas untuk menjalani hukuman saat terik-terik seperti ini.
"Bagus, banyak-banyak tanya kamu sama Tara, dia kan murid terpintar di kelas ini, dia kurang di akhlak aja," puji bu Tiwi kepada Tara, tetapi gadis yang dipujinya hanya menatap datar dirinya. "Baiklah anak-anak kita lanjutkan materi tadi!"
Ada beberapa siswa menatap ke arah jam yang tertempel di atas papan tulis berharap bel segera berbunyi karena menurut mereka pelajaran sejarah adalah pelajaran yang paling membosankan begitupun Tara, gadis itu tengah meletakkan pipinya di atas tumpukan pergelangan tangannya.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Bel sudah berbunyi lima menit yang lalu. Akan tetapi, Tara masih setia menundukkan kepala di atas tumpukan pergelangan tangan.
"Ra, kantin yuk! Gue yang traktir deh," ajak Meysha sambil menggunjangkan tubuh Tara pelan.
Orang yang digunjangkan tubuhnya kini terbangun dari tidur singkatnya, gadis itu tampak mendongakkan kepala. "Kenapa?"
"Kantin yuk, Ra! Lumayan uang nggak keluar, Meysha yang teraktir soalnya," ucap Aundry menaik turunkan alisnya secara bersamaan. Rasa semangat untuk segera memanjakan lidah dah mengisi perut nampak jelas terpancar di wajah cantiknya.
Tara menghembuskan napas perlahan. Seperti yang dilakukan manusia saat terbangun dari tidur, Tara kini meregangkan otot tangan maupun lehernya. "Emm, kalian duluan aja, gue mau ke toilet bentar."
Mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Tara. Aundry dengan sigap menggandeng tangan sang peneraktir untuk berjalan meninggalkan kelas yang membuat otaknya linglung setiap saat jika sudah berhadapan dengan buku paket. "Ya udah kita duluan, yah! Jangan lupa nyusul. Lumayan, lho."
Tara hanya bisa mendengkus menahan tawa melihat ekspresi dari Meysha. Gadis itu tampak menahan amarah, bagaimana tidak? Yang ditawarinya Tara yang menerima tawaran malah orang lain. Merasa sudah begitu sepi, gadis berambut hitam pekat itu memutuskan untuk melangkahkan kaki keluar dari kelas menuju toilet untuk sekedar memurnikan sang pikiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara [END]
Teen FictionAttara Anastasya Ganendra, gadis yang kehidupannya berubah setelah terhantam kenyataan pahit di masa lalu membuat dirinya terhempaskan masuk ke dalam jurang kehancuran, yang di buat oleh keluarganya sendiri. Bertahun-tahun ia hidup dalam kesakitan b...