Hai terima kasih banyak udah sampe ke chapter ini! Jangan lupa vomment-nya yaaa, selamat membaca!
Tepukan bertubi-tubi dari tangan kecil Rayyan mampu membuat Jeffrey terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa pening dan tenggorokannya begitu kering, Jeffrey hanya mampu menoleh seraya tersenyum kecil menatap Rayyan.
"Selamat pagi ganteng." ucapnya, suaranya terdengar serak dan parau, "kenapa bangunnya pagi banget? gak sabar mau ketemu Bunda ya?" Jeffrey memaksakan diri untuk bangkit, ia mengambil Rayyan untuk duduk di pangkuannya. Menatap wajah Rayyan membuat ulu hati nya begitu ngilu.
Semalam istri Deva sempat menghubunginya, meminta Rayyan agar segera bertemu dengan Rara. Jauh di dalam lubuk hati Jeffrey, ia juga ingin agar Rara segera bertemu dengan Rayyan, maka tanpa pikir panjang ia mengiyakan permintaan itu.
Dengan memaksakan diri, menahan rasa sakit di kepala yang menerpa ia menyiapkan segala keperluan Rayyan karena Daffa akan segera datang menjemput anak itu.
Ia menggendong Rayyan menuju lantai bawah sembari membawa tas yang berisi susu, makanan serta beberapa baju milik Rayyan.
"Rayyan, jangan nakal ya disana. Jangan buat Bunda repot, oke?"
"Bilang sama Bunda, lusa nanti Ayah jemput. Ayah titip Bunda ya?" ucapnya mengusak rambut Rayyan.
"Bi, titip Rayyan dulu ya? Bang Daffa sebentar lagi datang. Saya ke atas dulu." ucapnya, selepas itu langsung pergi menuju lantai atas.
Sesampainya di kamar, ia kembali meringkuk di dalam selimut. Suhu badannya tinggi, bagaimana tidak? Jeffrey harus bekerja dan mengurus Rayyan seorang diri. Hal itu tentu saja menyadarkan Jeffrey bahwa ia dan Rayyan sangat membutuhkan Rara.
Yang ia rasakan benar-benar pening, benda di sekelilingnya terasa berputar hingga telinganya berdengung, membuatnya memilih untuk tertidur kembali.
Entah tertidur atau pingsan, Jeffrey tertidur cukup lama, keributan dari bawah sana membuat ketenangannya terusik, ia langsung bangkit dan berjalan gontai menuju daun pintu.
Belum saja tangan nya menyentuh daun pintu itu, dobrakan dari arah luar membuatnya segera bergerak mundur. Tinjuan keras di pipinya lebih dulu mendarat sebelum bibirnya terbuka.
"Brengsek kamu!" Deva meninjunya berkali-kali, Jeffrey pasrah akan tinjuan itu, tubuhnya benar-benar lemah.
"RARA DI RUMAH SAKIT!! ANAK KAMU HAMPIR MENINGGAL, JEFFREY!" Jeffrey tertegun mendengar itu, ia lupa cara bernafas dalam sekejap.
"Gi—gimana?" kaki Jeffrey melemas, jantung terasa jatuh ke bawah mendengar itu.
"Rara mau di operasi!! dia butuh kamu, brengsek!!!" Jeffrey tercengang, ia buru-buru mengambil kunci mobil dan berlari ke luar rumah, tidak peduli dengan apapun, ia hanya ingin menemui Rara.
Jeffrey tidak perduli dengan teriakan Deva di belakangnya, ia langsung mengemudikan mobil dengan cepat, seakan lupa bahwa ia hanya punya satu nyawa.
Klakson dari beberapa mobil terus menggema di telinganya ketika ia terus menyalip tanpa perduli dengan apapun, Jeffrey benar-benar seperti orang kesetanan.
Dengan celana tidur serta kaus hitam, ia langsung berjalan cepat memasuki rumah sakit, tidak perduli dengan penampilannya ia terus melangkah menuju ruang operasi, tempat dimana dirinya biasa berada.
Ruang itu berada di ujung lorong, di depannya terdapat kursi panjang yang berada di sisi lorong, dari tempatnya berdiri.
Jeffrey dapat melihat beberapa orang yang ia kenali menatapnya dengan penuh amarah, "JEFFREY!" teriakan sang Ayah menggema sepanjang lorong, Jeffrey tidak perduli, ia hanya ingin Rara saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dilamar✓
Fanfiction❝Bismillah. Ini pertanyaan yang dari awal sudah membuat saya bingung, sebelum proses ini, Mas Jeffrey langsung mengkhitbah saya tanpa ingin melalui proses ta'aruf terlebih dahulu. Apa yang membuat Mas Jeffrey seyakin itu dengan saya dan kenapa Mas J...