Selamat membaca^^
“Rujuklah kepada istrimu yang sudah kamu cerai itu. Tetaplah bersamanya sampai dia suci dari haid, lalu haid kembali kemudian suci lagi. Setelah itu silahkan kalau kamu mau mencerainya: bisa saat istri suci sebelum kamu gauli, atau saat dia hamil,” (HR. Muslim)
Jeffrey sedari tidak berhenti merutuki kebodohannya. Ada penyesalan menyelip ke dalam hatinya ketika mendengar suara nya sendiri. Satu sisi ia menganggap yang telah ia lakukan dengan memulangkan Rara ke rumah orang tuanya adalah benar, tapi disisi lain ia merasa cara yang ia ambil sangat salah. Kalimat nya tadi, merujuk kepada kalimat talak, kalimat yang harusnya tak terucap olehnya.
Jika rumah tangganya hancur, maka yang patut menjadi tersangka pertama adalah dirinya. Sebagai kepala rumah tangga, ia mengambil peran sebagai nahkoda, yang di tuntut membawa seorang penumpang di dalam kapal itu harus berhenti sampai pada tujuan.
Jeffrey mengaku, ia yang paling bersalah. Dari sekian banyak tindakan yang bisa ia jadikan penyelesaian, tanpa sadar dan tertelan amarah, ia lebih memilih untuk benar-benar menyelesaikan dengan perpisahan.
Sangat bodoh.
Sangat menyesal dan begitu frustasi, ia berkali-kali menjambaki rambutnya sendiri. Hatinya sangat hancur tatkala mendengar suara tangis Rayyan yang semakin menjadi-jadi sepanjang perjalanan. Rayyan lebih membutuhkan Rara di banding dirinya.
Setelah sampai ke rumah, Jeffrey langsung segera membuatkan susu untuk Rayyan dan membawanya ke dalam kamar. Ia memandang wajah Rayyan, semakin terasa penyesalan di dadanya.
"Rayyan sama Ayah dulu ya, nak? nanti kalo udah waktunya, Rayyan pasti ketemu Bunda." ucapnya, sembari mengelus rambut sang anak.
Jeffrey membalas tatapan polos dari Rayyan, menelisik mata anak itu. Mata yang memantulkan dirinya yang muram, mata yang mewarisi mata perempuan yang di cintainya. Mata Jeffrey kian memanas dan perlahan pandangannya kian memburam akibat air yang menumpuk di pelupuk matanya.
"Ayah harus gimana, Ray?" tanya Jeffrey dengan kacau.
Sementara dengan Rara, ia menumpahkan air mata yang sedari tadi ia tahan, bahunya bergetar, hatinya terasa di remukkan. Semua pertahanannya runtuh begitu saja. Dada nya sangat sesak, ucapan Jeffrey beberapa menit yang lalu masih terngiang di kepalanya. Kalimat terburuk yang pernah ia dengar seumur hidupnya.
"Dada Rara sakit, Mba." ucapnya, nyaris tanpa suara. Wanita yang tengah memeluk Rara sedari tadi terus bertanya-tanya. Rara dengan tiba-tibanya datang membawa tangisan, hingga belum sempat mencurahkan apapun padanya.
"Minum dulu, Rara." Gita, kakak ipar Rara melepas pelukannya pada Rara, kemudian menyodorkan segelas air putih padanya. Rara menyambut gelas itu dengan tangan bergetar, membuat Gita juga dapat merasakan apa yang tengah Rara rasakan.
"Kalo Rara mau cerita, cerita aja. Mba, ada disini Rara." nafas Rara semakin tersengal, "Mas Jeffrey...mau kita... pisah. Rara di talak." ucapnya dengan terputus-putus, sensasi dari globus membuat nafasnya tercekat.
Tak!
Atensi keduanya seketika beralih, Deva yang baru saja memasuki rumah tampaknya mendengar ucapan Rara, membuat laki-laki itu terkejut hingga menjatuhkan tas yang semula berada di tangannya.
"Brengsek!" ucapnya, Deva jelas sangat marah, tanpa ingin mendengar mendengar penjelasan Rara lebih lanjut ia melangkah keluar rumah. Rara dengan segera menyusul sang kakak, "Mas Deva, dengerin Rara dulu, Rara yang salah!" teriak Rara. Deva tak mengindahkan ucapannya, membuat Rara kembali melangkah mendekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dilamar✓
Fiksi Penggemar❝Bismillah. Ini pertanyaan yang dari awal sudah membuat saya bingung, sebelum proses ini, Mas Jeffrey langsung mengkhitbah saya tanpa ingin melalui proses ta'aruf terlebih dahulu. Apa yang membuat Mas Jeffrey seyakin itu dengan saya dan kenapa Mas J...