45

16.8K 1.3K 147
                                    

Hai makasih banyak atas dukungannya. Jangan lupa vomment-nya yaaa.



Selamat Membaca

Sore ini Rara tengah mengikuti arisan bersama ibu-ibu komplek. Sebenarnya ia bukan anggota dari grup arisan tersebut tetapi ia diundang untuk berkumpul bersama ibu-ibu yang lain. Ini bukan pertama kalinya ia diundang, ia sering kali diajak tetapi ia terus beralasan hingga hari ini ia memutuskan untuk ikut berkumpul bersama ibu-ibu yang lain.

Rara bernapas lega karena tidak mendapati ibu-ibu komplek sebelah yang tidak pernah henti membicarakannya karena memang ini arisan khusus ibu-ibu di kompleknya.

Rara sedari tadi hanya diam, sesekali juga bersuara jika ditanya. Ia merasa kurang pas ada disekitar para ibu-ibu yang rata-rata sudah jauh lebih tua darinya.

Rara bergumam dalam hati, bahwa ia tidak mau ikut berkumpul lagi dengan para ibu-ibu itu, karena menurut Rara pembahasaan mereka itu bisa saja membuat ia menjadi overthingking seperti membicarakan aib-aib suami dan lain-lain, terlepas dari itu mereka sangat baik bahkan seringkali memberi Rara nasehat dan berbagi pengalaman saat mereka hamil dulu.

"Bu Rara ini emang orangnya pendiem ya?" Atensi ibu-ibu yang seketika beralih ke arahnya.

"Ah iya Bu, saya emang pendiem dan rada kaku." Rara tersenyum kikuk ke arah ibu-ibu.

"Wah gimana dulu bisa pacaran bahkan sampe nikah sama Pak Dokter? Pak Dokter kan juga gak pengomong orangnya."

"Hahah. Kita emang gak pacaran, Bu. Kita langsung nikah."

"Ha? gimana itu Bu? Gak saling kenal dong berarti?" Para ibu-ibu dihadapannya menatapnya dengan serius.

"Iya dulu baru sekali ketemu sama suami itupun udah 8 tahun yang lalu, tiba-tiba langsung diajakin nikah. Karena suami saya temennya Abang saya, jadinya sebelum nikah itu udah tau sedikit-sedikit tentang suami saya." Rara hanya terkekeh, ia mudah sekali terpancing untuk bercerita tentang ia dan Jeffrey dulu.

"Waduh, seharusnya ada Bu Ratih ini, biar dia tau dan gak ngomong yang macem-macem lagi."

"Beneran ini Bu, kita semua baru pada tau, Pak Jeffrey yang gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba nganterin undangan nikah terus pas lihat istrinya masih muda banget, jadinya pikiran kita ngarahnya langsung aneh-aneh." ibu-ibu yang lain seolah-olah setuju dengan ucapan ibu itu.

"Alhamdulillah enggak, bahkan kita juga gak pacaran bener-bener ta'aruf, khitbah langsung nikah."

"Gini ibu-ibu, pacaran itu gak boleh dalam Islam, ya walaupun gak ngapa-ngapain tetep aja gak boleh. Satu-satunya jalan halal untuk menuju ke pernikahan ya seperti cara Bu Rara dan Pak Jeffrey. Jadi ibu-ibu yang punya anak masih gadis dan bujang nasehatin untuk gak pacaran, karena itu termasuk hal yang merugikan diri sendiri." Sahut ibu-ibu yang berada di ujung ruang, ibu-ibu yang mendengar hanya mengangguk paham.

"Keren banget, Bu Rara sama Pak Jeffrey sama-sama orang baik. Memang benar, kalo yang baik pasti bakal ketemu sama yang baik juga." Rara sedikit tersipu, tetapi ia juga tidak nyaman karena saat ini tengah jadi pusat perhatian.

"Sering-sering Bu ngumpul sama kita. Jangan dirumah mulu, kita kemaren juga kaget gak pernah lihat Bu Rara sama suami tiba-tiba ada undangan tujuh bulanan, gak kerasa udah mau melahirkan aja." Rara hanya terkekeh kemudian mengangguk.

Tidak lama dari itu, ia menoleh saat ada seorang ibu-ibu yang baru saja datang dari arah luar menyerukan namanya.

"Bu Rara?"

"Iya?"

"Dicariin Pak Jeffrey, ditungguin didepan."
Rara mengernyitkan dahinya, kemudian melirik jam tangan, ia baru sadar bahwa sekarang memang jam pulang Jefffrey dengan segera ia mengemasi tas nya dan bersiap untuk pulang

Dilamar✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang