9

24.8K 2.4K 125
                                    


Rara duduk memandangi hamparan bintang-bintang di depannya, ia masih tidak menyangka bahwa ia sudah menjadi seorang istri, walaupun ia terlihat diam tapi perlu diketahui bahwa banyak ketakutan-ketakutan yang menguasai pikirannya.

Suara knop pintu menyadarkannya dari lamunan, terlihat suaminya sedang membawakan dua cangkir teh di kedua tangannya, kemudian melangkah pelan ke arahnya.

"Kita mau ngapain, Mas?"

"Menurut kamu apa yang dilakukan suami istri di malam pertamanya?" mendengar pertanyaan suaminya membuat Rara terdiam, jantungnya berdetak berkali-kali lipat. Jeffrey hanya tertawa pelan melihat perubahan dari wajahnya Rara.

"Gak kok, tegang banget itu mukanya."

"Malam pertama kita ngeteh?"

"Lebih tepatnya ngobrol sambil ngeteh. Saya rasa kita belum terlalu kenal satu sama lain."

"Kalo gitu saya mau tanya boleh?"

"Tanyain aja."

"Mas ngerasa canggung gak sih sama saya?"

"Wah jangan ditanya itu, Ra. Saya gak biasa deket sama perempuan bahkan ngobrol sama perempuan aja itu jarang banget."

"Mas kan dokter masa juga jarang ngobrol sama perawat ataupun pasien-pasien?"

" Kalo itu beda dong, Ra. Kalo ngobrol sama perawat dan pasien itu topik nya udah pasti jelas dan gak terlalu intens, dan kalo boleh jujur saya daritadi bingung cari topik yang pas untuk ngobrol sama kamu."

"Kalo boleh jujur juga, saya juga sama bingungnya sama Mas Jeffrey."

Keduanya tertawa pelan.

"Mau tau ga gimana saya bisa tahu kamu?"

"Iya, mau tahu banget."

"Saya sama abang-abang kamu kan satu SMA bisa dibilang cukup dekat karena kita satu organisasi, mereka sering ceritain kamu, walaupun belum pernah lihat kamu tapi saya udah tertarik. Pas kuliah juga saya satu fakultas sama bang Daffa, dia juga sama sering ceritain kamu, nggak lama setelah itu saya di ajakin main ke rumah kamu, bareng temen-temen yang lain sih, dan itu saya senang banget bisa lihat kamu."

"Saya inget kok, waktu itu abis pulang les, saya juga lihat Mas Jeffrey karena waktu itu Mas Jeffrey paling putih."

"Lucu banget kita." Jeffrey terkekeh pelan.

"Mas Jeffrey lebih deket sama Mas Deva atau Mas Daffa?"

"Pas kuliah lebih deket sama Bang Daffa, tapi sekarang lebih deket sama Bang Deva. Menurut kamu siapa yang lebih galak?"

"Dua-duanya sih, galaknya mereka berdua itu beda-beda. Mas Deva itu overprotektif, dia sering marah kalo saya deket sama laki-laki, kalo Mas Daffa itu orangnya disiplin dan punya pemikiran pendidikan itu segalanya, dia bakal marah kalo saya ngelakuin hal-hal yang menurut dia salah ataupun gak berguna."

"Ra, 5 hal yang kamu gak suka?"

"Hmm, dibohongin, orang yang gak open minded, di paksa, ikan sama tomat." Jeffrey terkekeh mendengar penuturan Rara.

"Ra, itu random banget."

"Mas juga gak kalah random."

"Hehe, tiba-tiba aja terlintas di otak mau nanya itu."

"Kalo Mas Jeffrey? 5 hal yang gak Mas suka?"

"Orang yang gak jujur, berantakan, gak tepat waktu, egois dan kekanak-kanakan."

"Saya ngerasa kalo itu saya banget."

"Menurut kamu aja kan? Saya gak percaya."

"Mas kalo saya boleh jujur, saya sebenarnya takut." ucap Rara seraya menunduk, melihat itu, Jeffrey menggeser duduknya mendekat ke arah Rara dan meraih tangannya.

"Takut kenapa?"

"Ini kehidupan baru, saya takut gak mampu ngejalaninnya, saya takut gagal."

"Rara, di kehidupan kita yang baru ini yang ngejalaninya bukan hanya kamu tapi kita berdua, kita sama-sama mulai melangkah dari awal hingga sampai ke tempat tujuan, sama-sama saling merangkul dan berpegangan tangan, jadi jangan takut, ada saya, Rara. Semoga kisah kita ini hanya mampu berakhir karena maut."

"Mas Jeffrey saya mohon, bimbing saya jadi istri yang baik, ridho Allah sekarang saling bertautan dengan ridho dari Mas Jeffrey, tegur saya kalo sekiranya ada hal yang gak pantas saya lakukan sebagai seorang istri." Jeffrey mengangguk seraya mengusap kepala Rara dengan lembut.

"Saya boleh tau gimana perasaan kamu sama saya sekarang?"

"Mas Jeffrey, saya minta maaf kalo sa—" ucapan Rara di potong terlebih dahulu oleh Jeffrey, mungkin Jeffrey tidak ingin mendengar hal yang membuat hatinya sakit berlanjut.

"It's okay, Rara. Semuanya bakal berjalan secara perlahan."

"Mas jangan khawatir, walaupun perasaan itu belum tumbuh, saya akan tetap memperlakukan Mas selayaknya suami." Jeffrey terkekeh mendengar penuturan dari Rara.

"Masuk yuk, ini udah hampir tengah malam." Ajak Jeffrey kemudian mereka bangkit dari duduknya.

"Mas Jeffrey ada satu hal lagi."

"Apa?"

"Saya buka hati saya lebar-lebar untuk Mas Jeffrey. Jadi silahkan masuk jika berkenan, dan selamat datang!" Rara terkekeh, kemudian mengecup singkat pipi suaminya, jantung Jeffrey seakan dibuat jatuh karena tingkah Rara yang cukup mengejutkan ini.

Rara sedikit berlari menuju ke dalam kamar, kemudian mengambil baju yang tergeletak diatas tempat tidur dan melangkah masuk kekamar mandi.

"Rara ngapain?"

Rara keluar kamar mandi dengan penampilan yang mampu membuat telinga Jeffrey memerah.

"Kita doa dulu ya. Bismillah, Allahumma jannibnaassyyaithaana wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa."


















Maaf kalo banyak typo dan kata-kata yang gak nyambung, karena ini work pertama aku jadinya aku masih banyak belajar.

Dilamar✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang