Jangan lupa tekan tanda bintang 🌟 • • • Ingatkan jika ada typo:)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Nb:Editannya alay, tp aku suka gimana dong? Wkwk:)
Dafa menghembuskan napas nya berat. Akhirnya dia memutuskan untuk menelpon Darren. "Halo bang,"
"Yaa," Suara Darren dari sebrang terdengar dingin membuat Dafa menetralkan ekspresinya.
"Gue mau bilang, kalau gue gagal jaga Diana lagi, Diana–"
"Saya tau. Lagi di jalan. Kamu bakal dapat hukuman." Suara Darren terdengar datar.
Tutt!
Sambungan diputuskan sepihak membuat Dafa mengangguk paham.
Dafa kembali ke ruangan Diana, sepanjang lorong banyak sekali dari mereka yang notabenya sedang menunggu di depan ruangan ikut menoleh kepadanya. Mungkin wajah Dafa terlalu kusut, atau mungkin ekspresi sedingin itu di wajah tampannya lah yang menarik.
"Gagal lagi, gagal lagi! Bego! Bego! Bego lo Daf!!" Desis Dafa menonjok tembok ruangan paling belakang dekat kamar mandi. Dia memutuskan melampiaskan kemarahannya lebih dulu.
"Gimana kalo terjadi apa-apa sama Diana! Anjing! Sialan!"
Mata Dafa memerah, cowok dengan seragam lusuh kancing dua paling atas terbuka itu kembali memukul tembok yang ada disampingnya hingga urat-urat tangannya terlihat.
Tembok itu nyaris retak. Darah mengalir di pergelangan tangannya namun Dafa tak mengidahkannya. Mata Dafa terpejam kuat-kuat.
"Kak, fafa Diana enggapapa, enggapapa."
"Bandel lo! Sini gue kejar."
"Aish jangan kak Fafa!!"
Punggung Dafa bergetar. Namun tak ada air mata, Dafa masih cukup kuat untuk seorang lelaki yang memegang teguh prinsip pantang menangis.