LENTERA || 02

63K 4.8K 53
                                    

Kira-kira sudah dua jam lebih Tera berada di dekat jalan raya, membantu menjual beberapa lembar koran milik Paman Sam. Menawarkannya pada orang yang berlalu lalang dan pada pengendara bermotor saat lampu lalu lintas berganti warna menjadi merah.

Kegiatan Tera setelah sekolah yaitu bekerja serabutan sampai malam, untuk menghidupi kehidupannya dan untuk membeli obat miliknya yang terbilang cukup mahal.

"Pak, bu korannya." tawarnya pada orang-orang, namun seringkali mereka menjawab dengan menggelengkan kepala.

"Makasih," ucapnya pada orang yang telah membeli koran.

Tera mengusap keringat di keningnya, siang ini benar-benar panas. Memilih meminum es rasa gula batu dengan plastik sebagai wadahnya, yang baru saja dirinya beli tadi di warung.

Es dengan batu yang begitu banyak membuatnya tambah dingin melewati kerongkongan Tera yang kering. Minuman murah meriah dan menyegarkan itu terasa begitu nikmat.

Tera berjalan ke tempat Paman Sam untuk menyerahkan sisa koran dan uang hasil penjualan hari ini.

Paman Sam tengah melamun dengan pandangan ke jalan membuat Tera menghela napas. Dia lelaki tua yang lumpuh sehingga harus duduk di atas kursi roda. Setahunya Paman Sam itu hidup sebatang kara namun ia masih memiliki pekerjaan yaitu menjual koran, dengan dirinya yang membantu menjualnya.

Tera merasa sangat kasihan kepadanya, di usia yang sudah tidak muda lagi seharusnya dia hanya berdiam di rumah dan menghabiskan waktunya bersama keluarga. Namun dia malah duduk di atas kursi roda dengan melamun sembari menunggu orang membeli koran.

"Paman." panggil Tera dengan lembut.

"Paman Sam." panggilnya lagi, maklum Paman Sam itu sudah tua jadi pendengarannya agak terganggu.

Tak berselang lama akhirnya dia menatap ke arah Tera, "Oh kamu toh." lalu dia tersenyum.

Tera membalas senyumannya, "Iya paman, ini aku Tera."

Dia menganggukkan kepala, "Jualannya sudah?" tanyanya dengan tatapan teduh.

"Sudah paman, ini hasil penjualannya dan sisa korannya. Maaf banget hari ini koran yang laku cuma sedikit." ucap Tera dengan meringis.

Kemudian Tera menyodorkan koran serta uangnya pada Paman Sam yang segera diterima olehnya.

"Sudah tidak apa-apa mungkin belum rezekinya, ini upah buat kamu." ucapnya sembari menyodorkan selembar uang berwarna hijau.

Tera mengambilnya lalu menatap Paman Sam heran, "Apa ini gak kebanyakan paman?" tanya Tera.

Pasalnya koran yang terjual hanya enam koran dan masing-masing koran harganya empat ribu rupiah. Berarti hasil penjualannya dua puluh empat ribu rupiah, dikasih ke dirinya dua puluh ribu rupiah sisanya empat ribu rupiah dan itu buat Paman Sam, apa tidak sedikit?

Dan apa gunanya ia membantu menjual koran kalau Paman Sam saja tidak mendapat untung banyak?

"Gak papa, kan kamu yang kerja." jawabnya.

"Tapi paman a—"

"Terima saja Tera." sela Paman Sam.

"Paman—" ucap Tera dengan menahan air mata.

Dia pria tua baik hati dan tangguh yang Tera kenal. Dia sangat baik sekali pada dirinya, selalu saja memberi uang lebih padanya dari hasil penjualan koran, padahal yang lebih perlu uangnya itu dia sendiri.

"Sudah, kamu besok datang lagi yah."

"Pasti paman, aku pamit dulu." lalu Tera mengambil tangannya, sebelum pergi Tera selalu menyalimi tangannya dan memeluk tubuh ringkihnya.

"Jaga kesehatan ya paman," pesan Tera sebelum pergi.

Dia tersenyum, "Iya Tera, paman akan jaga kesehatan biar bisa nemenin kamu terus." balasnya.

Dia tahu Tera sendiri, walaupun Tera masih mempunyai ayah tapi Tera merasa sendiri. Ayahnya itu selalu pergi entah kemana perginya Tera pun tidak tahu, sekalinya pulang ayah selalu saja memperlakukannya dengan buruk dan meminta uang kepadanya. Tera rasa ayah tak menganggap dirinya sebagai anak.

"Aku pergi paman." pamit Tera dengan kepala tertunduk.

Lalu Tera pergi dari tempat Paman Sam, kaki mungilnya masuk ke dalam gang dan sampailah Tera di depan rumah Bu Bitis dengan banner yang berisikan daftar menu menempel pada tembok rumah.

Tok tok tok...

Tera mengetuk pintu rumahnya, tak lama kemudian keluarlah wanita memakai daster berwarna merah muda dengan motif bunga-bunga dan seorang anak kecil yang memeluk kakinya.

"Assalamualaikum bu,"

"Waalaikumsalam Tera. Oalah kamu udah sampai, bentar ya ibu ambil dulu nasi kotaknya." Tera mengangguk lalu Bu Bitis masuk ke dalam dengan anak kecil itu mengikutinya.

Sepuluh menit kemudian Bu Bitis keluar dengan kedua tangannya yang membawa beberapa nasi kotak, dan anak kecil itu yang terus saja mengikutinya. Sepertinya dia tidak mau jauh dari ibunya.

Bu Bitis menaruh nasi kotak itu di atas lantai, "Ini Ter nasi kotaknya ada dua puluh yah, nanti dikirim ke alamat ini nih ibu udah catat alamatnya di kertas ini."

Tera mengambil kertas itu membacanya sebentar lalu kepalanya menganggu-angguk tanda mengerti. Alamatnya tak jauh dari sini.

"Iya bu, aku pamit dulu mau nganterin nasi kotaknya."

"Okee, sepedanya di tempat biasa yah Ter."

"Iya bu."

Tera mengambil sepeda yang sudah disediakan oleh Bu Bitis lalu menaruh beberapa nasi kotak ke dalam keranjang dan sisanya di belakang diikat dengan tali.

"Dadah dulu sama kakak," ujar Bu Bitis pada anaknya yang sedari tadi memeluk kakinya dengan erat.

"Aah... Aak..." ucap anak kecil itu berusia dua tahun dengan tangan Bu Bitis yang mengusap kepala anaknya sayang.

Tera yang mendengarnya pun gemas akan suaranya yang masih belum lancar.

"Dadah Ana." balas Tera dengan tangan melambaikan tangan padanya.

"Bu aku pergi dulu,"

"Iya hati-hati."

Gadis itu pun mulai mengayuh sepeda, mengantar nasi kotak itu ke alamat yang sudah ditulis oleh Bu Bitis.

Setelah selesai mengantar nasi kotak Bu Bitis dan mengembalikan sepedanya, Tera pun mulai pergi ke restoran tempat kerja yang selanjutnya.

Di sana Tera menjadi pelayan serta tukang cuci piring. Sekarang Tera sedang berada di toilet untuk berganti pakaian menjadi seragam pelayan.

Tangan mungilnya membawa nampan berisi makanan dan minuman pesanan pembeli, menyajikannya dengan bibir yang terus tersenyum kepada mereka.

Badannya kerap kali membungkuk dengan mengucapkan 'terima kasih' dan 'selamat datang' kepada mereka.

Mengelap meja yang kotor lalu membawa bekas tempat makanan ke dapur. Membuang sisa makanan pada plastik besar dan membuang sisa minuman di wastafel.

Tera mulai mulai mencuci piring, gelas dan alat masak lainnya dengan hati-hati. Pasalnya barang-barang itu harganya mahal, setahunya tidak ada barang murah di restoran ini.

Setelah lama berkutat dengan sabun Tera pun akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Di perjalanan pulang Tera mampir ke toko yang untungnya masih buka, membeli bahan untuk membuat papan nama yang akan digunakan esok hari.

•••

Hallo!?

LENTERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang