LENTERA || 57

16.4K 1.9K 126
                                    

Tanggal 13 telah tiba tepat di hari ini.

Hari yang paling dinantikan oleh keluarga besar Goldesst namun hari ini juga hampir dilupakan oleh si pemilik tanggal jika semalam mereka tidak mendatangi kamar gadis itu di pertengahan malam untuk memberikan kejutan lalu merayakan kecil-kecilan hanya dengan keluarga.

Senyuman haru Rose, pelukan hangat Nicho, kecupan lembut Lorenz, usapan penuh kasih sayang Devan, tatapan Bryn yang menyejukkan dan jahilnya Ersa menarik hidung Tera masih terekem jelas di memori gadis itu malam tadi.

Malam pergantian tanggal ulang tahunnya itu Tera rasanya bahagia sekali dan saking bahagianya ia menangis hingga tersedu-sedu.

"Nanti undangannya dibawain sama pengawal yah sayang soalnya sedikit berat," ucap Rose pada Tera seraya membawa beberapa buah dan menaruhnya di atas meja makan.

"Iya mah." balas Tera, bibir merah mudanya menyunggingkan senyum.

Sepuluh tahun lebih Tera hidup di bumi dan kini untuk yang pertama kalinya dia bisa merayakannya dengan mengundang banyak orang. Mengucapkan terima kasih sebanyak apapun pada keluarganya Tera merasa tidak akan cukup untuk membalasnya.

Rose ikut tersenyum, mengusap kepala Tera lalu menarik satu kursi dan mendudukkan pantatnya di sana.

"Selamat makan." suara Rose kembali terdengar kemudian menciptakan keaadaan hening sebab semua orang yang berada di meja makan mulai menyantap makanan di depannya.

Devan serta Lorenz yang berada di samping kanan dan kiri gadis itu sesekali menyuapinya, mereka juga tak lupa untuk menatap wajah sang adik yang tengah mengunyah dengan seksama.

Pemandangan inilah yang selalu ditunggu-tunggu saat sarapan oleh Nicho karena dirinya bisa melihat wajah Bryn menahan iri, Ersa yang bodo amat walau ia tahu dalam hati anak itu pastinya tengah mengumpat, Tera yang hanya menurut, Lorenz dan Devan yang terus melakukan tindakannya tanpa memperdulikan sekitar dan Rosenya yang hanya terkekeh melihat itu semua.

Rasa yang saat ini sedang hinggap di hati setip pagi mengalahkan rasanya mendapat uang triliunan rupiah. Seperti itu.

•••

"Ciee yang udah enam belas tahun." seru Devan dengan masih mengendarai motor hitamnya.

Tera yang duduk diboncengan dengan tangan melingkar di perutnya lantas saja tersenyum malu. Walau keadaan saat ini tengah bising karena suara kendaraan bermotor, Tera masih bisa menangkap suara itu.

"Kak Devan,"

"Kenapa?"

"Cuma manggil doang hehe," Tera sebenarnya ingin mengatakan sesuatu namun di detik berikutnya gadis itu lupa.

Akhir-akhir ini entah kenapa Tera gampang lupa tapi untuk masalah pelajaran sepertinya Tera tidak akan lupa.

Dari balik helm full face itu Devan hanya tersenyum menanggapinya.

"Kak Devan." panggilnya lagi, semoga gadis itu tidak lupa lagi.

"Iya?" balasan berbeda dengan tadi keluar dari mulut si pengendara motor.

"Aku heran." ungkapnya.

"Kenapa?" tanya Devan dengan santai.

"Itu di sana ada foto aku terus di atas sana, di paling atas bangunan besar itu ada foto aku juga tapi itu dibuat kaya video gitu terus ada tulisannya." jelasnya dengan ekspresi heran dan telunjuk yang menunjuk bangunan itu.

Devan tersenyum untuk kedua kalinya, "Gak papa." katanya.

"Tapi aku malu tau Kak Devan, muka aku dilihat banyak orang." tutur Tera.

LENTERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang