Sebelum baca bolehlah ya kalian absen nama kalian dulu.
•••
Dia hanya tertidur namun berhasil membuat seluruh pasang mata yang melihatnya merasakan arti kehilangan.
Dia tidak melakukan apapun namun mampu menorehkan rasa sakit di hati.
Dia Tera, telah dinyatakan meninggal tepat pukul delapan malam. Seluruh saraf dan juga seluruh anggota tubuhnya telah kehilangan fungsi. Dan kini hanya menyisakan rasa kaku serta dingin pada tubuh Tera.
Hal itu tentu saja membuat hati mereka mencelos mendengarkannya.
Empat peluru dengan racun yang sangat berbahaya itu mampu menumbangkan Tera si gadis cantik nan mungil kesayangan mereka.
Beberapa orang yang berada di dalam ruangan rumah sakit itu merasakan rasa yang sama. Rasa yang lebih sakit daripada terkena beribu-ribu tusukan yang mengenai tubuh.
Wajah cantik itu berubah pucat, sudah tidak ada pipi kemerah-merahan lagi dan tidak ada lagi bibir berwarna merah muda. Semua itu telah hilang dalam beberapa jam.
"Tera anak mamah gak boleh pergi." Rose terisak seraya memeluk Tera dengan erat. Dadanya terasa sesak yang amat sesak melihat putri satu-satunya itu dengan keadaan tidak bernyawa.
Rose mengecup wajah Tera lalu berbisik, "Kalau Tera mau pergi ajak mamah juga sayang."
"Rose." tegur Nicho yang berada di sebelahnya.
Rose menegakkan badan lalu menatap sang suami dengan air mata yang terus keluar.
"Kamu bohong. Katanya mau jaga Tera dengan baik tapi ini apa?!" tanya Rose dengan menunjuk keadaan Tera.
"Ini bukti kamu dalam artian menjaga? Menjaga raganya saja namun tidak dengan nyawanya?" sambung Rose seraya menggelengkan kepala.
Nicho langsung saja merengkuh tubuh Rose memberikan kekuatan padahal dirinya saja tidak bisa menguatkan dirinya sendiri.
"Sudah takdir Rose." katanya.
"Takdir yang menyedihkan yah?"
"Rose."
"Kalau kamu sayang sama Tera seharusnya kamu bisa merubah takdir yang menyedihkan itu menjadi membahagiakan." lirih Rose.
"Sayangnya aku tidak bisa, sesayang-sayangnya aku pada Tera, Tuhan lebih sayang padanya. Ini sudah takdir kita harus menerimanya walau sulit Rose." balas Nicho.
"Sakit dan sesak." ucap Rose seraya mencengkeram ujung baju Nicho.
"Gak mau Tera pergi."
"Gak mau hikss..."
Di lain sisi keempat kakak dari Tera itu menatap tak percaya apa yang telah dilihat. Adik kesayangan mereka telah meninggal? Rasanya sulit sekali untuk dipahami.
Lorenz mendekat pada brankar tempat Tera tertidur, lelaki itu kemudian menyisir pelan rambut Tera lalu mulai mengecupi wajah adiknya itu dan terakhir ia memeluknya. Memeluk badan mungil itu dengan lembut seraya memejamkan mata ikut menikmati rasa dingin yang menimpa Tera sekarang.
Setelah itu Lorenz melangkah keluar dari ruangan tanpa berkata dahulu. Bibirnya sangat kelu untuk sekadar mengucapkan selamat tinggal pada adik kesayangannya. Lorenz tak sanggup.
Sama seperti Lorenz tadi ketiga kakak beradik itu lantas melakukan hal yang sama namun masing-masing dari mereka bertiga membisikkan satu kalimat yang mempunyai arti tersendiri bagi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA
Teen FictionLentera Andini sosok gadis baik hati nan pekerja keras yang harus merasakan pahitnya hidup. Ayahnya menelantarkan dia begitu saja dan sering memperlakukannya dengan tidak baik. Hanya karena dia miskin orang - orang tak mau berteman dengannya. Kehid...