Gadis itu termenung dalam diam, walau pelajaran sedang berlangsung Tera tetap seperti itu. Entah kenapa setelah mendengar cerita dari Salma tadi saat istirahat bahwa Ayrin teman satu kelasnya itu tiba-tiba cacat, serta Pak Bima guru olahraganya yang tiba-tiba bisu dan menjadi penjaga kolam renang outdoor, dirinya menjadi seperti ini.
Bahkan penjelasan yang keluar dari mulut Bu Winda selaku guru fisika yang tengah mengajar saat ini pun ia tak dengarkan.
"Tera kamu baik-baik saja?" tanya Bu Winda setelah menangkap salah satu anak muridnya yang selalu menatap ke depan kini menatap ke bawah.
Tera mendongak lalu bibirnya tersenyum, "Aku baik Bu Winda." jawabnya tak bersemangat.
Guru muda itu mengangguk kemudian melanjutkan pembelajaran yang sempat tertunda tadi, namun sebelum ia menulis di papan tulis lagi bel pulang langsung berbunyi.
"Silahkan pulang anak-anak, hati-hati di jalan dan semoga kita bisa belajar bersama kembali." katanya, lalu setelah berberes-beres guru itu kemudian pergi meninggalkan kelas.
"Kenapa lo?" Salma heran dengan sikap Tera yang berubah setelah membahas Ayrin juga Pak Bima di istirahat terakhir tadi.
"Hah, aku? Gak kenapa-kenapa Sal," ucap Tera tidak mau membuat Salma ikut pusing tentang apa yang ada dipikirannya saat ini.
"Yo wis," balas Salma.
Tera mengangguk, tersenyum manis ke arah Salma lalu Salma membalasnya dengan menaikkan salah satu sudut bibirnya ke atas.
Satu per satu anak dari kelas X IPA 2 mulai keluar, begitu pula dengan Tera dan Salma. Mereka berdua saat ini sedang berjalan di koridor sama seperti yang lainnya.
Seseorang menarik tangan Tera dari belakang membuat gadis itu terkejut dan lebih terkejut lagi saat orang yang menarik tangannya tadi memeluk dirinya erat.
"Ini kakak." dan ternyata orang itu adalah kakaknya, Devan.
Gadis itu kemudian bernapas lega, sedangkan Salma yang melihat itu ingin juga badannya dipeluk-peluk seperti Tera. Namun Salma sadar, sampai kapan pun Devan sang ketua osis disekolahnya tidak akan memeluk dirinya.
"Aku kaget tahu Kak Devan, aku kira siapa." ucap Tera, Devan mengelus rambutnya lalu terkekeh pelan.
Cowok itu melepas pelukannya, lalu menyejajarkan tinggi badannya dengan sang adik, "Emang kamu kira siapa?"
"Orang mungkin." jawabnya spontan dengan wajah polos.
Devan mencubit pipinya gemas, "Iya orang iya." tiru Devan, menahan kesal.
"Oh iya, pulang sekolah ini kakak gak bisa antar kamu pulang bareng soalnya ada rapat osis, Bryn juga sama gak bisa karena mau latihan basket." ujar cowok itu, kepala Tera mengangguk.
"Jadi kamu Teranya Kak Devan pulangnya dijemput sopir, okey." terusnya dengan tersenyum menawan diakhir.
"Okey." balas gadis itu kemudian Devan menepuk-nepuk pelan kepalanya. "Aku pulang yah apa—"
"Peluk dulu sini." potong Devan dengan cepat, lalu menarik badan Tera untuk ia peluk kembali dengan erat.
Devan mengusap pipi Tera sayang lalu menciumnya beberapa kali, Tera dibuat geli oleh tingkahnya.
"Ekhem." Salma berdehem, telapak tangannya mengelus belakang leher jenjangnya dengan tampang watados.
Salma meneguk salivanya saat Devan menatap dirinya tajam, "Apa?" auranya berubah dingin seperti sedia kala.
"Nggak elah." balas Salma.
"Kak Devan aku pulang dulu yah, dadah..." pamit gadis itu seraya melambaikan tangannya pada sang kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA
Teen FictionLentera Andini sosok gadis baik hati nan pekerja keras yang harus merasakan pahitnya hidup. Ayahnya menelantarkan dia begitu saja dan sering memperlakukannya dengan tidak baik. Hanya karena dia miskin orang - orang tak mau berteman dengannya. Kehid...