LENTERA || 59

16K 1.8K 156
                                    

Dari kejauhan Rose membekap mulutnya setelah mendengar jawaban dari ayah mertuanya atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Syelin saat pria tua itu terlihat buru-buru ingin pergi dari tempat ini.

Tera sampai saat ini tidak bisa diketahui keberadaannya.

Tak perlu dijelaskan lebih lanjut lagi pun dirinya tahu kalau putri satu-satunya itu dengan kata lain tengah hilang.

Dan pertanyaannya, kenapa bisa?

Kaki yang terbalut high heels itu lantas berjalan mendekat ke arah ayah mertuanya itu, Syelin dan Meyra.

"Kalian jangan kasih tahu Rose tentang hal ini." titah Herley menatap kedua menantunya.

"Kenapa aku nggak boleh tahu Pa?" ucapan Rose yang tiba-tiba itu pun membuat mereka bertiga tersentak dan langsung menatap Rose yang entah sejak kapan wanita itu berada di sini.

Herley dengan raut wajahnya yang telah berubah berkata. "Ini hanya masalah kerjaan saja Rose. Iya kan Syelin? Meyra?"

Syelin dan Meyra yang namanya disebut bingung dan hanya menganggukkan kepala dengan senyum tipis. "Iya Rose, ini hanya masalah kerjaan saja jadi kamu tak perlu tahu." sahut Meyra.

"Betul." Syelin menyetujui dengan meringis pelan.

Rose mengangguk lalu terkekeh sumbang. "Masalah yang harus diketahui oleh orang lain dan aku sebagai ibu kandungnya nggak boleh tahu gitu?"

"Maksud kamu apa sih Rose, kita nggak tahu." Syelin mulai menatap was-was pada Rose.

"Singkatnya saat ini Tera hilang dan kalian mau menyembunyikan kabar buruk itu dari ibu kandungnya." setelah mengatakan itu Rose menangis, air mata yang telah ia tahan sejak tadi akhirnya keluar.

Mereka bertiga secara bersamaan meneguk salivanya susah payah.

"Rose, Tera tidak hilang, keponakanku itu ada di sekolah. Dia masih belajar dengan teman-temannya." Meyra memberi alasan dengan mata yang berkaca-kaca sama seperti Syelin.

"Jangan bohong, aku mendengarkannya tadi." Rose berucap lirih, kepalanya menunduk membiarkan air matanya terus keluar.

Dengan jalan yang dibantu dengan tongkat, Herley mendekat pada Rose. Saat sudah dihadapannya, pria itu langsung memeluk menantunya.

"Iya, Tera hilang. Rose," jujur Herley seraya mengelus bahu Rose yang bergetar.

"Kenapa? Kenapa anakku bisa hilang lagi Pa? Apa para pengawal itu tidak bisa menjaganya?" tanya Rose, bibirnya bergetar, dadanya terasa sakit.

"Seharusnya Tera tidak hilang di saat kita akan merayakan ulang tahunnya nanti beberapa jam lagi." sambungnya lagi terdengar semakin memilukan.

Meyra dan Syelin yang sudah tidak tahan lagi kemudian menangis, rasa sedih melihat Rose dan rasa takut atas hilangnya Tera bercampur menjadi satu.

Herley melepaskan pelukannya pada Rose, ujung hidung pria tua itu terlihat memerah.

"Iya seharusnya begitu namun Tuhan memberikan sedikit rintangan untuk kita merayakannya." balasnya.

"Rose mau kemana!" teriak Herley saat Rose tiba-tiba saja berlari.

Rose hanya mendengarkan saja, langkahnya tetap berlari, berniat mencari Tera.

"Syelin, Meyra kejar Rose jangan sampai dia keluar dari gedung ini."

"Iya Pa." kompak mereka, setelah itu mereka berdua mengejar Rose.

Herley mengusap wajahnya kasar lalu pria tua itu menghela napas.

"Lanjutkan saja pekerjaan kalian jangan mengurusi masalah orang lain." tegasnya pada para pekerja yang terdengar tengah berbisik tentang kejadian tadi.

LENTERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang