LENTERA || 20

43.2K 3.3K 128
                                    

Perlombaan telah usai setelah menyita waktu kurang lebih satu jam. Tinggal menunggu pemenangnya saja.

Tera bernapas lega, hatinya sudah mulai tenang. Tadi Tera dan Devan sudah menjawab soalnya dengan semaksimal mungkin. Semoga perjuangan tadi bisa terbayar.

Saat ini mereka bertiga sedang berjalan menuju parkiran untuk pulang.

Bu Rina berhenti melangkah membuat Tera dan Devan ikut berhenti. Beliau mengambil handphonenya dari dalam tas, menempelkan benda pipih itu pada telinganya.

"Baik pak, saya akan ke sana secepat mungkin." selepas itu sambungan berakhir, terlihat Bu Rina memasukkan kembali benda itu ke dalam tas.

"Maaf nak Tera kamu pulangnya bareng nak Devan aja yah, soalnya saya ada keperluan mendadak dari sekolah. Nak Devan tolong antarkan Tera sampai ke rumahnya yah." ujar Bu Rina.

Respon Kak Devan hanya mengangguk, Tera rasa dia tak ikhlas untuk mengantarkan dirinya.

"Syukurlah saya bisa tenang. Kamu nggak papa kan nak?" tanyanya pada Tera. "Iya bu nggak papa. Ibu hati-hati yah di jalan."

"Aduh makasih... saya pamit dulu,"

"Iya bu."

Setelah itu Bu Rina pergi agak tergesa-gesa, menurut Tera keperluannya itu penting.

"Kak." panggil Tera iseng.

Dia meliriknya saja tanpa menjawab, penyakit sariawannya ternyata sedang kambuh.

Plakk..

"Woy kak!"

Tera berjengit kaget.

"Astaga Bryn!" Tera menoleh ke arah Devan. Memperlihatkan empat orang laki-laki yang terlihat sudah akrab dengan Devan.

"Ngapain ke sini?" tanyanya pada keempat laki-laki itu.

"Emang lo nggak denger yang tadi teriak-teriak itu siapa hah? Ya kelas kita lah, tenggorokan gue sampe kering loh. Oh ya ngomong-ngomong cewek yang jadi partner lo cantik juga, kenalin dong."

"Itu orangnya." tunjuk Devan ke arah Tera. Kini semua pandangan mata keempat laki-laki itu terarah padanya. Tera langsung kikuk.

"Gila akhirnya doa gue dikabulin sama Tuhan untuk bisa bertemu dengan lo lagi!" lagi? Gadis itu bingung, pasalnya dalam ingatannya belum pernah bertemu dengan laki-laki itu.

"Kenalin gue Kai kelas sebelas yang waktu itu pernah lo tabrak pas di papan pengumuman." kenalnya, sekarang Tera baru ingat. Dia yang pernah mengelus kepalanya. Iya, dia orangnya.

"Aku Tera, sebelumnya maaf banget Kak Kai yang waktu itu." ucap Tera meminta maaf padanya. "Nggak papa cinta, mungkin itu cara Tuhan mempertemukan kita." sikap Kai mirip sekali seperti Arsen.

"Ciihh."

"Heh sariyem nggak usah ikut campur!" kata Kai tertuju pada— Tera tidak tahu dia siapa.

Kai kembali menatap Tera, kali ini dengan senyuman. Gadis itu mau tak mau pun membalasnya. "Emang nggak salah pilih calon istri." ucapnya dengan menggelengkan kepala. Tera terkekeh dibuatnya.

"Nggak manusiawi banget kamu," ungkap Kai, dahinya berkerut. Maksudnya Tera ini hewan begitu?

"Kakak kira aku ini apa? Kan aku memang manusia kak." ucap Tera membuat tiga laki-laki yang tak dirinya kenal tertawa.

"Hahaha... gombalan lo gak mempan Kai sama orang pinter."

Kai melotot padanya, "Cinta nggak gitu ju—"

LENTERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang