Malam sabtu ini Tera terlihat sedih, gadis itu sudah berkali-kali menghela napas. Tera baru saja dipecat dari restoran karena terlalu sering tidak berangkat.
Gadis itu bingung mau mencari uang darimana lagi, ditambah saat ini Paman Sam sudah meninggal dan Bu Bitis pulang ke kampung halaman ingin tinggal di sana selamanya.
"Huft..."
Tera terduduk lemas di emperan toko yang sudah tertutup, hari sudah malam hampir larut.
Kepala gadis itu tertunduk lesu.
Tera menatap langit yang saat ini bulannya terlihat bulat sempurna. Gadis itu tiba-tiba tergagap melihat laki-laki bermasker tengah menyeret seorang perempuan dengan mulut tertutup lakban di depan matanya sendiri saat ini.
Gadis itu menutup mukanya menggunakan kedua tangan, mengintip dari balik sela jari. Matanya tidak sengaja bersitatap dengan perempuan itu, tatapan perempuan itu memelas kepada Tera seolah meminta tolong.
Rasa kemanusiaan Tera bangkit ingin segera menolongnya, namun ketika dia berpikir-pikir kembali Tera menjadi ragu. Pasalnya laki-laki yang sedang menyeretnya saat ini yaitu laki-laki yang akhir-akhir ini sering kepergok dirinya sedang membunuh orang. Walau Tera tidak melihat wajahnya dengan jelas, gadis itu masih bisa mengenali bentuk tubuhnya lagipula pakaiannya selalu serba hitam dan selalu memakai masker. Dan satu lagi, selalu melakukan aksinya pada saat menjelang larut malam.
Gadis itu bimbang.
Setelah mereka sudah tidak terlihat dari penglihatannya, Tera diam-diam mengikutinya. Gadis itu tidak mau ada satu nyawa lagi yang tak bersalah harus dibunuh olehnya secara tragis.
Tangannya mengambil batu di jalan lalu menggenggamnya erat-erat, itu senjatanya nanti yang akan dia gunakan untuk menolong perempuan itu.
Dari balik lakban perempuan itu menatap Tera dengan tersenyum, matanya berkaca-kaca, akhirnya ada orang yang akan menolongnya.
Perempuan itu baru saja pulang kerja, saat di perjalanan pulang ada seseorang yang membekapnya dari belakang dan membuatnya langsung jatuh pingsan. Saat bangun perempuan itu syok, melihat mulutnya tertutup lakban dengan badannya yang diseret, entah mau dibawa kemana.
Tera termangu di tempat melihat laki-laki bermasker membawa perempuan itu masuk ke dalam gudang kosong. Rumornya gudang itu angker karena dulu ada yang pernah mengubur mayat di dalam tempat itu.
Tera tiba-tiba merinding merasakan hawa dingin meyentuh kulitnya.
"Aku takut nanti kalau nolongin dia, aku jadi gantinya lagi." tapi demi menyelamatkan nyawa seseorang Tera harus berani! Iya, harus.
"Arghh, tanganku!!"
Matanya melotot mendengar suara dari dalam gudang. Gadis itu belum masuk ke dalam hanya berdiri di depan pintu dengan telinga yang ditempelkan pada pintu, menunggu waktu yang pas untuk menolongnya.
Tera mulai panik sendiri.
"Ah, aku punya ide," Tera menjentikkan jarinya setelah mendapat ide untuk segera masuk lalu menolongnya.
Gadis itu menarik napas panjang lalu mengeluarkannya perlahan.
Sesaat kemudian Tera mengetuk-ngetuk pintu itu dengan keras menggunakan batu yang ada digenggamannya.
Dari dalam gudang, laki-laki itu menggeram penuh amarah. Suara itu mampu membuat konsentrasi dirinya yang sedang berkarya itu terganggu.
Laki-laki itu melangkah ke arah pintu meninggalkan mangsanya yang sudah pingsan kembali setelah satu tangannya habis dipotong olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA
Teen FictionLentera Andini sosok gadis baik hati nan pekerja keras yang harus merasakan pahitnya hidup. Ayahnya menelantarkan dia begitu saja dan sering memperlakukannya dengan tidak baik. Hanya karena dia miskin orang - orang tak mau berteman dengannya. Kehid...