Malam sabtu kembali tiba.
Di kediaman Goldesst saat ini para anggota keluarga sudah berkumpul di depan rumah siap pergi ke rumah tertua Goldesst.
Di depan rumah Nicho sudah ada beberapa mobil yang terparkir dan akan dinaiki oleh mereka termasuk mobil untuk para pengawal.
"Sudah?" tanya Rose memecahkan kediaman mereka semua.
"Sudah." Rose mengangguk sembari menatap anak-anaknya lalu tersenyum.
"Ayo masuk ke mobil masing-masing supaya sampainya tidak terlalu malam." kini giliran Nicho yang berbicara.
"Sayangnya papah mau berangkat sama siapa? Atau sama papah mamah aja?" lanjutnya bertanya pada Tera dengan tatapan sayang.
"Bareng Lorenz." ucap Lorenz datar lalu menarik pelan tangan Tera.
Lorenz berjalan lima langkah lalu membuka pintu mobil di samping kemudi dan memasukkan Tera ke dalam sana.
"Aku sama Kak Lorenz aja papah." jawab Tera telat dengan menyembulkan kepalanya pada kaca mobil yang belum tertutup.
"Okeh sayangnya papah." ucap Nicho dengan mengacungkan ibu jarinya pada Tera.
Nicho merangkul bahu Rose, "Ayo sayang kita masuk." Rose mengangguk dan mereka pun berjalan ke mobil duduk di kursi penumpang.
Ersa menatap Devan dan Bryn bergantian, "Kita gak ditanyain mau naik yang mana terus sama siapa sama ananda Nicho? Kita beneran anaknya bukan sih?"
"Lo tuh anak pungut," sarkas Bryn lalu segera berlari masuk ke dalam mobil Lorenz takut diamuk Ersa.
Devan pun sama, cowok itu tanpa menjawab ucapan Ersa langsung saja melengos pergi ke mobil Lorenz dengan satu tangan yang membenarkan letak dasinya dan satunya lagi dimasukkan ke dalam saku celana.
"Punya dua adek laki kurang ajar semua," gerutu Ersa.
"Heh botak! Ngapain lo senyum-senyum." gertak Ersa melihat dua pengawal berkepala botak tersenyum ke arahnya.
Dua orang itu lantas saja terdiam, kepalanya menunduk dan tangannya saling sikut-menyikut.
"Nanti kalau ada lowongan kerja, kayaknya gue yang harus turun tangan untuk seleksi." gumam Ersa.
"Ersa ayoo!" teriak Nicho dari dalam mobil, kesal melihat putranya itu masih saja berdiri tanpa ada niatan untuk masuk ke dalam mobil.
"Kak Ersa masuk ke mobil sini aja, biar berangkatnya barengan." ucap Tera dengan badan yang dimajukan sampai keluar dari dalam mobil agar Ersa bisa mendengarnya.
Tak dipungkiri Ersa tersenyum tipis melihat tingkah laku adiknya.
"Sayang duduk aja yah." kata Lorenz khawatir sambil memegang bahu adiknya untuk didudukkan kembali.
"Iyaa iya bocah." jawab Ersa, melangkah ke mobil Lorenz lalu membuka pintu bagian penumpang.
"Ngapain sih lo kak ke sini," sungut Bryn.
"Males nyetir," jawabnya.
"Kan bisa pake sopir." Devan membuka suara, rasanya malas sekali dirinya satu mobil dengan kakanya yang satu itu.
"Sepi nggak ada yang bisa gue usilin."
"Tu—"
"Halah bilang aja lo berdua nggak mau kan gue naik mobil ini." gas Ersa.
"Emang." jawab mereka berdua dengan serentak.
Badan Tera menyamping mengahadap belakang, "Kak Ersa di sini aja, Bang Bryn sama Kak Devan nggak boleh gitu yah." tutur Tera menatap hangat mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA
Teen FictionLentera Andini sosok gadis baik hati nan pekerja keras yang harus merasakan pahitnya hidup. Ayahnya menelantarkan dia begitu saja dan sering memperlakukannya dengan tidak baik. Hanya karena dia miskin orang - orang tak mau berteman dengannya. Kehid...