Ersa menganggap itu adalah omong kosong. Dalam logikanya, mana mungkin orang yang sebentar lagi akan mati di tangannya bisa membalas lagi? Kecuali kalau ada campur tangan orang lain lagi dan itupun dirinya tidak peduli.
Ia lantas saja dengan gerakan membabi buta memukul tempurung kepala Jessi menggunakan batu tajam itu tanpa belas kasihan, menghancurkan bagian itu hingga terpecah belah membuat isi kepala itu keluar menyapa tanah hutan.
Tak lupa juga ia menancapkan bagian batu yang tajam itu pada wajah cantiknya yang selalu terpampang sempurna di majalah. Menancapkan batu itu hingga permukaan kulit wajahnya hancur dan pastinya sudah tak dapat dikenali orang lagi.
Setelah itu Ersa melangkah mengikuti tujuan keluarganya untuk menghampiri Tera yang tengah bersama Juna. Tadi setelah kedatangan Juna mereka terkejut, sebagian dari mereka bertanya-tanya dalam hati kenapa kekasih dari Tera bisa berada di sini?
Cowok itu semakin mendekat pada mereka meninggalkan pemandangan yang amat menjijikan pada kondisi Jessi saat ini.
Namun menurut Ersa itu adalah pemandangan yang sangat indah, bahkan bisa terlihat indah lagi jika dirinya bisa memisahkan bagian-bagian tubuh Jessi, tapi waktunya tidak pas sekali.
"Heyy."
Juna menurunkan badan kekasihnya ke tanah, menyandarkan badan mungil itu pada pohon yang lumayan besar. Ia berjongkok menatap Tera dengan pandangan redup, tangannya membelai wajah putih Tera dengan pelan takut mengenai lukanya. Dia memanggilnya namun tidak mendapat respon baik dari kekasihnya.
Tangan yang semula di wajah kini perlahan membuka kain yang menutupi bibir tipis milik Tera. Lelaki itu semakin mengeraskan rahang setelah tadi melihat pipi putih kemerahan itu ditusuk, kening terdapat lebam, badan mungil yang tertembak dan kini sekarang bibir gadis itu terdapat goresan dengan darah yang telah mengering.
"Sayang."
Lagi-lagi tidak ada tanggapan.
Juna lantas dengan segera mengecek denyut nadi di pergelangan tangan Tera, namun sebelum ia melakukan itu keluarga Tera telah mendekat membuat ia yang sepenuhnya berada di depan Tera sedikit bergeser memberi ruang.
"Tera," Nicho langsung memeluk Tera, perasaan bersalahnya semakin membesar karena tidak bisa menjaga putrinya dengan baik hingga membuat kejadian ini terjadi.
Pria itu kemudian melepas pelukannya, memandang nanar kondisi putri satu-satunya itu.
"Tera sayang." Lorenz memanggil, lelaki itu berada di sebelah kiri Tera.
"Adik kecil." kini Ersa yang bersuara.
"Baby girl."
"Tera."
Lorenz semakin gencar untuk memanggil adiknya berusaha agar mendapatkan respon darinya namun tetap nihil.
"Masih ada." kata Juna setelah tadi mengecek denyut nadi kekasihnya.
"Denyut nadinya masih ada." sambungnya menjelaskan.
Nicho dengan cepat menyelipkan tangannya di leher dan kaki anak gadisnya, mengangkat badan itu dengan mudah.
"Kita harus ke rumah sakit segera." katanya lalu berjalan cepat.
Kemudin setelah itu mereka pun beserta para pengawal mengikuti langkah Nicho. Wajah mereka benar-benar tak bersahabat, kini menyisakan Juna dan Arka saja.
"Urus." perintah Juna pada Arka, sedikit menengok ke belakang mengarah pada Tesa dan Jessi yang sudah dipastikan berpindah alam.
Arka menganggukan kepala, "Baik tuan." tanpa menjawab Juna segera pergi.

KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA
Novela JuvenilLentera Andini sosok gadis baik hati nan pekerja keras yang harus merasakan pahitnya hidup. Ayahnya menelantarkan dia begitu saja dan sering memperlakukannya dengan tidak baik. Hanya karena dia miskin orang - orang tak mau berteman dengannya. Kehid...