LENTERA || 47

28.4K 3.1K 182
                                    

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa jam menuju rumah sakit kini Juna dan Devan telah sampai.

Sebenarnya jarak dari sekolah menuju ke rumah sakit itu cukup membutuhkan waktu beberapa menit saja. Tetapi karena di jalan mereka berdua yang selalu menghalangi mobil satu sama lain, dan juga sempat adu pukul disertai adu mulut jadilah mereka sampai di rumah sakit lebih lama hingga menempuh waktu beberapa jam.

Kenapa mereka berdua ke rumah sakit? Karena Tera ada di sana, sebelumnya Theo memberi pesan pada Devan bahwa Tera akan dibawa ke rumah sakit. Memang UKS di sekolah itu buka, tapi untuk hari ini Theo ingin membolos, maka dari itu dirinya membawa Tera ke rumah sakit.

Juna sendiri hanya mengikuti kemana Devan pergi.

"Adik saya di ruangan sebelah mana?" tanya Devan pada resepsionis rumah sakit yang duduk di ujung kanan.

Perempuan yang menjadi resepsionis itu berdiri lalu tiba-tiba saja ia salah tingkah karena ditatap Devan. Walaupun wajah Devan saat ini terdapat memar-memar ditambah rambut yang acak-acakan, cowok itu tidak terlihat jelek sedikit pun malah terlihat semakin tampan dan juga dewasa.

Mimpi apa dirinya tadi malam sampai bisa melihat Devan dengan keadaan seperti itu?!

Merasa tidak ditanggapi pertanyaan tadi, Devan menggebrak tempat resepsionis, "HEH!" teriaknya.

Perempuan itu terkejut, mengerjapkan mata sebentar mulai menyadarkan diri lalu tersenyum ke arah Devan. "Maaf tuan muda, tadi anda bertanya tentang apa?" tanyanya begitu lembut, saking lembutnya Devan ingin muntah.

Devan yang mendengar itu menahan geram, awas saja. "Adik gue ada diruangan sebelah mana?" ulangnya tanpa menggunakan kata saya.

Sebelum menjawab perempuan itu kembali tersenyum manis, "Oh nona Tera? Nona beberapa menit yang lalu telah dipindah ke ruang rawat VVIP lantai dua puluh nomor ruangan 1TCG tuan," jawabnya.

Devan mengangguk paham, "Gue pastiin hari ini hari terakhir lo kerja dan- gue jamin setelah ini gak akan ada orang yang mau nerima kerja lo di mana pun itu." katanya sungguh-sungguh, terdengar menakutkan di telinga resepsionis itu.

Devan kemudian pergi meninggalkan resepsionis itu yang sudah berkeringat dingin lalu masuk ke dalam lift. Siapa suruh telah membuat dirinya geram, karena dia juga dirinya semakin lama untuk bertemu adik tercintanya.

Ia merasa orang tak dikenal yang sedari tadi mengikutinya kini tak mengikuti dirinya lagi. Devan mengangkat bahunya acuh, bagus lah! Berarti orang itu tidak akan bertemu dengan Tera.

Tanpa diketahui Devan, Juna telah sampai terlebih dahulu ke ruang rawat Tera karena berkat alat canggihnya. Dan sekarang dia tengah memandangi wajah gadis itu yang sedang memejamkan mata dengan selang infus ditangannya, ditemani Theo yang sedang duduk di sofa sembari bermain game.

Theo sendiri hanya acuh menatap orang tak dikenal itu yang sedari tadi terus menatap Tera dengan jari yang mengusap pelan pipi gadis itu.

Biarkan saja toh nanti akan ada keluarga gadis itu yang mengurusnya, pikir Theo. Tapi sesekali cowok itu melirik Juna, takut dia akan berbuat macam-macam pada Tera.

Lama-lama ia berada di lift terasa membosankan, apalagi ini masih di lantai sepuluh. Huh! Devan melipat tangannya di dada, sembari menuju lantai dua puluh dirinya berkaca terlebih dahulu di dinding lift yang sepenuhnya menggunakan kaca.

Mulut cowok itu mengeluarkan dengusan setelah melihat pantulan wajahnya di kaca, terdapat luka memar di samping mata, ujung bibir, hidung dan di pipi. Darah yang keluar di hidung juga ujung bibir sudah mengering, dan itu semua karena dia, orang asing itu.

LENTERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang