Rain ☔ 41

155 26 10
                                    

Aku masih berada di labirin yang penuh dengan teka-teki.

—Rain

***

"Kepada tim debat SMAN 19 Bandung, SMAN 5 Nusa, SMAN 1 Cimahi, dipersilakan untuk ke depan." Gemuruh tepuk tangan memenuhi aula ketika siswa yang dipanggil berjalan menuju panggung. Siswa lain dari SMA-nya masing-masing berseru heboh ketika nama sekolahnya disebut sebagai pemenang. Tak terkecuali SMAN 19 Bandung yang dinobatkan menjadi juara dua dalam lomba debat Bahasa Indonesia tahun ini.

"Kepada Ibu Indira dipersilakan untuk memberikan penghargaan kepada tim debat SMAN 1 Cimahi sebagai juara ketiga berupa piala, medali, beserta uang senilai Rp 500.000 dan sertifikat yang nanti akan menyusul." Piala beserta medali dikalungkan oleh Ibu Indira kepada para peserta tim debat yang menjadi juara ketiga. Setelah sesi foto dan salam-salaman, dilanjutkan dengan pemberian hadiah kepada pemenang kedua. "Kepada Pak Sanjaya dipersilakan untuk memberikan penghargaan kepada tim debat SMAN 19 Bandung sebagai juara kedua berupa piala, medali, beserta uang senilai Rp 1.000.000 dan sertifikat yang nanti akan menyusul."

"Terima kasih, Pak." Pandu menjabat tangan Pak Sanjaya. Senyumnya mengembang ketika kamera memotretnya bersama Pak Sanjaya, tangannya memegang piala yang berukuran besar, juga satu tangannya yang lain menunjukkan medali di lehernya.

"Sama-sama, semangat, ya, semuanya!"

"Lalu, dilanjutkan pemberian penghargaan untuk juara pertama debat Bahasa Indonesia tahun 2017 oleh Wali Kota Bandung, kepada Bapak Ridwan Kamil dipersilakan ..."

Pandu sudah beberapa kali bertemu dengan Bapak Ridwan Kamil karena Pandu sering mengikuti lomba sejak SMP atau seminar-seminar OSIS yang dihadiri juga oleh beliau. Kali ini, Pandu berdiri di sebelah beliau ketika sesi pemotretan dan salam-salaman. Rasanya senang sekaligus menjadi kebanggaan tersendiri bisa bertemu dengan Wali Kota Bandung.

Lalu, pengumuman-pengumuman perlombaan dilanjutkan. Yang beruntung menjadi juara satu akan foto bersama dengan Pak Ridwan. Pandu sudah pernah foto bersama beliau, jadi kali ini dia memberikan kesempatan untuk yang lain.

"Juara ketiga lomba menyanyi solo siswa adalah ..." Suara host menggantung menggema di aula. Pak Didi menepuk pundak Barameru yang berada di sebelahnya berkali-kali. Sedangkan Bara hanya mengangguk dan tersenyum, tidak akan peduli bagaimana hasilnya karena dia sudah berusaha memberikan yang terbaik.

"adalah ... Barameru perwakilan dari SMAN 19 Bandung."

Di tempatnya, Bara tidak percaya bahwa namanya disebut. Dia tahu ini bukan yang pertama kalinya mengikuti lomba, bahkan Bara sudah pernah mengikuti audisi lomba-lomba menyanyi sejak kecil. Hanya saja yang berbeda adalah tempatnya. Sekarang Bara tinggal di Bandung, tidak lagi di Karawang. Belum lama tinggal di Bandung, tapi Bara sudah mendapat kepercayaan dengan bakat yang dimilikinya.

"Seriusan saya, Pak?" tanya Bara pada Pak Didi. Dia masih tidak percaya, padahal yang Bara lihat, peserta lain memiliki kemampuan yang lebih darinya.

"Iya, sudah maju sana ke depan. Selamat, ya, Bar!"

Melihat Bara berdiri dari duduknya membuat Mentari menoleh. Mentari melihat Pak Didi yang melihat murid-muridnya memenangkan perlombaan. Matanya menyorotkan rasa haru sekaligus bangga. Mentari jadi sedikit merasa bersalah. Tidak mudah bagi Pak Didi memilih Mentari yang justru tidak berusaha begitu keras. Mentari pasti akan mengecewakan Pak Didi.

"Pak," panggil Mentari membuat Pak Didi yang duduk di sebelahnya jadi menoleh. "Bapak pasti berharap saya akan maju ke depan juga. Tapi, saya pasti buat Bapak kecewa. Saya nggak seperti yang Bapak kira dan harapkan. Saya ... minta maaf, ya, Pak dan terima kasih untuk bantuannya."

"Lho, Mentari? Kok ngomongnya gitu?" tanya Pak Didi, menghela napas. Sejak awal Pak Didi tahu bahwa Mentari sedikit berbeda dengan murid-murid lain yang justru sering mengajaknya bergurau karena memang Pak Didi merupakan salah satu guru yang humble dan asyik. "Mentari, menang atau kalah bukan persoalan dalam lomba. Buat Bapak, buat sekolah tentunya, semua yang terpilih ikut lomba sudah menjadi pemenangnya. Apa pun itu, kamu jadi pemenangnya, Mentari. Kamu sudah berusaha, Bapak yakin kamu pasti memberikan yang terbaik."

Entah Mentari yang sulit membuka mata, atau Mentari yang memang tidak ingin membuka mata. Pak Didi begitu baik, sangat baik dan banyak membimbing Mentari selama persiapan lomba. Ternyata, Mentari baru sadar bahwa banyak orang yang baik di sekitarnya.

Ketika Mentari masih mengobrol dengan Pak Didi, suara host kembali menyadarkan Mentari ketika tiba-tiba namanya dipanggil begitu saja. Tentu saja Mentari terkejut, tidak tahu apa-apa, tidak menyangka namanya akan dipanggil.

"Kepada Mentari perwakilan dari SMAN 19 Bandung, dipersilakan untuk ke depan. Dan, kepada Bapak Ridwan Kamil dipersilakan untuk memberikan penghargaan kepada juara pertama lomba melukis terbaik dari yang baik."

Detik itu juga Mentari merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Mentari tidak tahu mengapa namanya tiba-tiba saja disebut dan menjadi juara pertama. Di luar dugaan, jangankan untuk jadi juara pertama, bahkan juara ketiga saja Mentari tak pernah membayangkannya.

Pak Didi geleng-geleng kepala takjub, dia berdiri dan bertepuk tangan menyuruh Mentari untuk segera ke depan. Rasanya benar-benar sulit dipercaya. Mentari bahkan tidak berusaha keras dan dia hanya melakukan seperti apa yang ingin dilakukannya saja.

"Kamu hebat, Mentari. Bapak bangga, sekolah pasti bangga. Dan, orang tua kamu pasti lebih bangga."

***

Note:

Latar waktu cerita ini adalah tahun 2017 ketika Bapak Ridwan Kamil masih menjabat sebagai Wali Kota Bandung.

Sudah 3/4 alur cerita ini aku tulis. Terima kasih banyak sudah membaca sampai sejauh ini. Aku kira nggak akan ada yang baca, eh ternyata ada yang mau baca. Pembaca yang setia hingga membaca note ini, terima kasih, ya!

Semoga selalu terhibur. Dan, kalau boleh tahu, alasan kalian mau baca cerita ini kenapa?

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang