Rain ☔ 11

2.6K 118 3
                                    

Izinkan aku untuk mengenalmu lebih jauh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Izinkan aku untuk mengenalmu lebih jauh. Aku merasa bahwa ada bagian dari dirimu yang tidak benar-benar sembuh. Izinkan sebentar, setidaknya menjadi penyembuh luka hidupmu. Bersama atau tidak, biarkan itu menjadi urusan semesta. Biarkan aku mengenal duniamu.

—Pluviophille

***

Pikiran Pandu akhir-akhir ini sedikit kacau sampai harus ditegur oleh pihak kesiswaan mengenai acara sekolah. Pandu baru saja keluar dari ruang BK. Belum habis pikirannya tersita oleh teguran Pak Wiryo, kini pikirannya ditambah lagi dengan desakan Intan yang terus saja meminta Pandu mengambil keputusan sesegera mungkin.

"Pan, kamu tuh nggak kayak biasanya sampai harus ditegur Pak Wiryo. Ini udah ketiga kalinya kita ditegur, tapi kamu masih aja nggak bisa ambil keputusan. Cuma seminggu lagi, Pandu!"

Pandu juga tidak tahu mengapa dirinya seperti keluar dari karakternya sendiri. Pandu tidak mengerti mengapa yang dia inginkan hanya menunggu Mentari. Pandu ingin memberi kesempatan kepada murid seperti Mentari. Setidaknya Pandu ingin bisa mengapresiasi karya-karya Mentari meski sebenarnya Pandu tahu bahwa Mentari tidak suka jika karyanya diapresiasi banyak orang. Berkali-kali mendapat penolakan dan ujaran kesal dari Mentari belum juga membuat Pandu menyerah. Masih ada waktu, pikirnya.

"Emangnya di sekolah ini hanya Mentari yang gambarnya bagus? Masih ada adik-adik kelas kita yang punya bakat sama. Lagi pula itu nggak akan ngaruh sama sekali kok. Ini acara pekan olahraga, Pandu, bukan acara seni."

"Tan, saya tahu. Memangnya salah, ya, kalau kita bisa kasih kesempatan untuk murid seperti Mentari. Dia berbakat, Intan."

Intan menghela napas, sejak salah satu anggota OSIS merekomendasikan Mentari yang merupakan teman sekelasnya, ditambah lagi ketika Pandu tahu bahwa Mentari menolak, sejak saat itu pula yang Pandu pikirkan hanyalah bagaimana bisa mendapatkan persetujuan Mentari. Seolah-olah Mentari berperan begitu penting untuk acara sekolah kali ini. Padahal sebelum-sebelumnya tidak ada masalah dan semua berjalan baik tanpa peran Mentari.

"Kamu tahu sendiri 'kan berapa kali dia nolak tawaran kita, dia bahkan nggak tahu caranya menghargai orang lain. Tipikal anti sosial kayak dia—"

Ucapan Intan terhenti ketika sampai di depan pintu ruangan OSIS dan mendapati Mentari yang melewatinya begitu saja. Itu artinya sedari tadi Mentari berada di belakang Intan dan Pandu. Mentari tidak menoleh, bahkan tidak menegur Intan yang sudah membicarakannya. Seolah-olah dia sama sekali tidak terganggu dengan perkataan Intan.

"Tuh, kamu lihat 'kan, Pan—"

Pandu tidak lagi mendengarkan ucapan Intan. Dia berlalu begitu saja membuat Intan berdecak kesal. Bukannya masuk ke ruangan OSIS, Pandu justru memilih untuk mencari keberadaan Mentari. Dia melihat Mentari masuk ke perpustakaan.

Seperti hari-hari biasa, perpustakaan seolah bukan tempat yang hidup untuk mayoritas anak sekolah. Hanya ada beberapa murid yang memilih menyelam dengan buku-buku yang akan membawa mereka pada dimensi lain.

Sedikit terkejut ketika mendapati Pandu sudah ada di hadapannya. Mentari menegakkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Pandu. Dia baru saja mencari pensil yang dia temukan di kolong meja perpustakaan yang ketinggalan. Hampir saja kepalanya terbentur meja.

"Saya mau bicara, bisa?"

"Saya sibuk."

"Sebentar aja."

"Kalau kamu mau bahas tawaran kamu itu mending nggak usah deh. Udah berapa kali saya bilang kalau saya nggak mau. Jangan memaksa kalau mau dihargai."

Usai mengatakan itu Mentari berlalu begitu saja keluar dari perpustakaan setelah mendapat apa yang dia cari. Berbicara dengan Pandu membuat Mentari tidak bisa untuk diam saja. Entah sudah yang ke berapa kalinya dia berbicara dengan Pandu, tapi itu semua tidak bisa mengubah apa-apa yang menjadi keputusan bulat Mentari. Sekali bulat, tetap bulat. Tidak akan bisa menciptakan sudut-sudut tertentu.

***

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang