Aku mencoba untuk memahami situasi saat ini yang tak pernah kubayangkan. Berharap bahwa aku tidak akan lagi salah dalam memutuskan. Berharap bahwa aku bisa belajar dari hari sebelumnya. Berharap bahwa kamu memang ditakdirkan untuk bisa membantuku menemukan siapa aku sebenarnya.
—Pluviophille
***
"Tadi aku lihat orang bule masuk ke ruang kepala sekolah. Kok bisa ya, ada bule di sekolah kita?" Helmi bertanya pada Mentari yang langsung dibalas gelengan kepala oleh perempuan itu. Jelas saja Mentari tidak tahu dan untuk apa juga dia mengetahuinya.
"Bule?" tiba-tiba saja Bara sudah duduk di hadapan mereka. Dengan membawa piring siomay beserta es di gelas. "Mana bule?" tanyanya lagi sambil mengaduk siomay agar tercampur dengan bumbu kacangnya.
"Di ruangan kepala sekolah, nggak tahu. Pada pake jas gitu, keren-keren, pada putih kulitnya." ungkap Helmi lagi dengan berapi-api.
Hari ini Mentari mau menerima ajakan Helmi untuk makan di kantin. Setelah kejadian Mentari diganggu preman, sikap Mentari yang semula tidak pernah tersentuh kini mencoba untuk menyesuaikan keadaannya. Meski rasanya terasa sulit dan asing, tapi Mentari sedang berusaha. Helmi dengan gaya ceriwisnya justru heboh karena Mentari akhirnya mau diajak ke kantin dan makan bersama di sana. Helmi juga bertanya banyak mengapa akhir-akhir ini sikap Mentari sedikit berbeda. Jika dulu ketika Helmi bercerita, Mentari akan menghela napas saja. Namun sekarang, ketika Helmi bercerita justru Mentari sedikit merespons meski hanya dengan gerakan kepala saja.
"Hai, Tari!" sapa Bara ketika melihat Mentari sedang makan di depannya. "Mau siomay nggak, Tar?"
"Mentari aja yang ditawari, aku nggak, Bar?" Helmi mendengus, berdecak kesal ketika Bara justru selalu bersikap manis kepada Mentari.
"Nggak makasih," balas Mentari kembali sibuk dengan makanannya. Sebenarnya sedikit risih karena kantin hari ini cukup ramai dan berisik sekali.
"Beli sana, Hel." ujar Bara terkekeh kecil, tapi dia memberikan satu siomay ke piring Helmi membuat perempuan itu tersenyum lebar.
"Bar, aku tuh tahu kalau kamu baik sama aku. Pasti kamu mau bersikap manis sama aku, kan, Bar? Sampe ngasih siomay segala, duh, jadi enak deh."
Bara memutar bola matanya malas. Daripada mendengar ocehan Helmi yang tak ada habisnya, dia memakan siomaynya dengan lahap. Sesekali mendengus mendengar ocehan Helmi mengenai dirinya.
"Kamu masih kerja di kedai kopi itu, Bar?"
Mendengar suara Mentari yang bertanya dan langsung cepat dijawab oleh Bara. "Masih dong. Kamu mau mampir? Ayo, dong, mampir! Nanti kukasih buy one get one deh."
"Kalau ke aku buy one get tiga, ya, Bar?" Helmi mengedipkan sebelah matanya membuat Bara lagi dan lagi menghela napas dan memutar bola mata jengah.
"Terus, masih jadi Youtuber juga?"
"Uhuk!" Bara tersedak, cepat-cepat mengambil minumnya. "Youtuber?"
Mentari mengangguk, menoleh pada Helmi yang kini menoleh padanya. "Iya, kata Helmi kamu Youtuber."
"Eh, eh, lihat deh! Gerombolan OSIS masuk kantin, rombongan banget. Mau kondangan kali, ya?" seru Helmi menepuk tangan Mentari dan Bara bergantian. "Tumbenan, biasanya kumpul di ruangan. Atau jangan-jangan ... "
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Teen FictionDia Mentari. Kehidupannya yang tak lepas dari sketchbook dan menggambar. Mentari suka hujan. Katanya, dia bisa ikut menangis tanpa ketahuan oleh orang lain. Di sekolah, Mentari tak punya banyak teman. Dia sudah biasa sendiri. Mentari tak suka teman...