Aku hanya ingin kenyamanan tanpa ada rasa sakit yang tiba-tiba datang ketika aku bahkan sedang tersenyum.
—Rain
***
"Percaya nggak sih golongan darah itu menggambarkan kepribadian seseorang?"
"Kok kepribadian sih, Man? Bu Astri 'kan cuma nyuruh kita untuk bikin makalah tentang macam-macam golongan darah. Bikin PPT habis itu lusa presentasi. Nggak ada disuruh bahas kepribadian, Norman!" Helmi sewot dengan pertanyaan laki-laki di depannya. Di antara mereka berempat hanya Helmi yang selalu protes dan sewot jika apa yang dikatakan teman-temannya tidak sesuai dengan dirinya.
"Hel, bisa nggak sih jangan teriak-teriak? Kalau ngomong, ya, biasa aja nggak usah tancap gas." Taryo mendengus setelah mendengar protes Helmi untuk ke sekian kalinya. Helmi memang ribet, padahal Norman hanya bertanya saja.
Ketika teman-teman satu kelompoknya berdebat, Mentari justru asyik dengan dunianya. Menggambar. Hari ini dia membawa cat air dan beberapa kuas. Tidak memedulikan perdebatan teman-temannya yang sejak setengah jam lalu tidak berhenti memperdebatkan hal sepele. Taryo yang pertama kali menyadari Mentari hanya sibuk dengan sketchbook dan cat air menyenggol lengan Norman di sebelahnya membuat Helmi ikut melihat arah pandang Taryo.
Ketiganya kompak berhenti berdebat dan menatap Mentari. "Tar, ini kerja kelompok biologi, bukan seni budaya. Nggak bisa, ya, kalau gambarnya di rumah aja?"
Mendengar perkataan Taryo membuat Mentari mendongak dan menatap teman-temannya bergantian. Dia terdiam cukup lama, kemudian menutup kotak cat air miliknya. "Saya kira debatnya belum selesai." Mentari mengangkat bahu, merapikan sketchbook dan cat air ke samping meja.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Mentari mengambil alih laptop Norman. Dia mengetikkan sesuatu membuat teman-temannya hanya saling pandang. Perdebatan mereka terlupakan seketika karena Mentari.
"Bacain materinya, Hel." Helmi kewalahan mencari buku catatan dan buku paket di atas meja. Cepat-cepat dia membolak-balik halaman bukunya dan menyebutkan materi yang Mentari minta.
"Golongan darah A, B, AB dan O. Lusa presentasi Norman golongan darah A, Taryo golongan darah B, Helmi golongan darah O, biar saya golongan darah AB."
"Lho—"
Belum sempat Taryo protes, Mentari sudah memotong ucapannya duluan. "Setengah jam diskusi hasilnya nggak ada 'kan?"
"Kita dari tadi lagi diskusi, kamu aja yang sibuk sendiri. Lagian ketua kelompok di sini itu Norman, bukan kamu, Tar." protes Taryo tidak terima membuat beberapa pengunjung perpustakaan jadi menoleh ke arah mereka. Bahkan teman-teman satu kelasnya yang juga sedang mengerjakan tugas yang sama ikut mengalihkan perhatiannya pada meja kelompok Norman.
"Udah, udah, mending kita kerjain sekarang biar cepat selesai." Norman menerima laptopnya yang disodorkan Mentari. Dia menatap Mentari, lalu laptopnya bergantian.
"Tar, dari setengah jam yang lalu juga kamu nggak ikut diskusi, justru kamu sibuk gambar. Sekarang enak banget ngatur-ngatur, emangnya kamu siapa?"
Hening. Mentari balas menatap Taryo. Beberapa detik tidak ada yang berbicara, hanya ada suara kursi bergeser dari kelompok lain. Mentari tidak mengatakan apa-apa, dia berdiri dan berlalu begitu saja meninggalkan teman-temannya yang lain. Perpustakaan dibuat hening oleh perdebatan kelompok Norman. Dari mereka ada yang bisik-bisik hingga geleng-geleng kepala. Ada juga yang sudah memaklumi bahwa kejadian tadi sudah biasa terjadi di kelas mereka.
"Taryo—"
"Apa, Hel? Mau belain dia? Silakan aja, emangnya dia anggap kamu teman?"
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Teen FictionDia Mentari. Kehidupannya yang tak lepas dari sketchbook dan menggambar. Mentari suka hujan. Katanya, dia bisa ikut menangis tanpa ketahuan oleh orang lain. Di sekolah, Mentari tak punya banyak teman. Dia sudah biasa sendiri. Mentari tak suka teman...