Rain ☔ 55

67 14 10
                                    

Bahkan untuk menyapamu sekali lagi aku ragu.

—Rain

***

"Jangan lupa sama kita-kita ya, Pan. Awas aja deh kamu kalau di luar negeri nggak kabarin kita semua. Kita udah anggap kamu seperti keluarga di sekolah, udah kayak keluarga kedua. Apalagi kamu banyak berjasa untuk OSIS. Sedih banget harus pisah,"

"Iya, Pandu. Sohib gue banget! Lo jangan macem-macem di sana, Pan. Inget belajar yang bener, gue titip nama SMAN 19 Bandung ke lo. Gue yakin lo bisa bawa sesuatu yang baik untuk sekolah."

"Panduuuu, see you, ya!"

"Jangan lupain OSIS angkatan 36 ya, Pandu!"

"Jaga diri ya, Pan!"

"Lo pasti bisa!"

Dan berbagai macam ucapan semangat juga perpisahan tertuju untuk Pandu. Ruangan OSIS menjadi pusat perhatian orang-orang yang melewatinya karena Pandu justru dikerubungi oleh anggotanya yang lain. Mereka mengucapkan salam perpisahan juga kata semangat untuk Pandu menjalani proses pertukaran pelajar di Berlin.

Pandu menanggapi reaksi teman-temannya dengan terkekeh kecil. Dia berjanji untuk tidak melupakan mereka, berjanji untuk bisa membawa nama baik sekolah hingga ke luar negeri. Rekan OSIS laki-laki yang lainnya merangkul Pandu, menepuk pundak lelaki itu berkali-kali seolah tidak ingin ada perpisahan di antara mereka.

Sesekali Pandu tertawa menanggapi lelucon teman-teman OSIS-nya. Serta kakak kelas yang merupakan anggota OSIS yang sudah menyerahkan semua tugasnya untuk Pandu. Mereka sedang melakukan foto bersama sebagai kenang-kenangan. Sekolah sampai harus mengadakan rapat berkali-kali untuk melepaskan murid emas kebanggaan mereka yang akan pergi ke luar negeri untuk meningkatkan nama sekolah.

"Pandu," Intan yang semula berdiri di samping Pandu memanggil lelaki itu. "Jangan lupain aku, ya, Pan. Kamu partner terbaik aku. Rasanya berat banget melepas kamu gitu aja." Tangan Intan menarik tangan Pandu membuat sorak-sorai dari rekan-rekannya yang lain menjadi heboh.

"Ciyeeee!"

"Ada yang nggak bisa move on nih!"

"Ciyeee..."

"Tan, Intan, apaan sih?" Pandu melepas tangannya dari tangan Intan. "Ini sekolah, kamu lupa kalau kamu itu sekarang gantiin posisi saya? Kamu harus bisa jadi contoh untuk temen-temen yang lain, Tan. Ini sekolah, plis, kita seperti biasa aja. Okey?"

Intan menghela napas, dia tahu bahwa Pandu tidak akan pernah mau membalas perasaannya. Berkali-kali Intan mengutarakan perasaannya, berkali-kali pula Pandu menolak perasaannya.

"Okey." ucap Intan akhirnya. "Rasanya berat banget melepas kamu gitu aja, Pan. Kita semua di sini sayang sama kamu. Kita—"

"Ups! Kita?" ledek Piyan menyadari perkataan Intan. "Bilang aja kamu, Tan. Nggak usah bawa-bawa kita segala kali."

Wajah Intan memerah, disusul ledekan tawa teman-teman yang lain. Pandu hanya geleng-geleng kepala melihat teman-temannya.

"Pan, take care, ya. Hubungi aku kalau kamu udah sampai Berlin. Jaga diri baik-baik, Pandu. Aku pasti bakal jaga amanah dari kamu. Meski mungkin jadi Ketua OSIS nggak akan mudah untuk aku, tapi demi kamu, demi sekolah, demi kita semua, aku akan berusaha."

Pandu mengangguk, mengenakan kembali almamater OSIS kebanggaannya yang mungkin beberapa hari lagi tidak akan dia kenakan. Pandu pasti akan merindukan sekali masa-masa di mana dia menjabat sebagai Ketua OSIS. Meski belum satu periode menjabat, tapi Pandu sudah banyak memberikan jasa, tenaga, waktu dan pikirannya untuk sekolah. Pandu bekerja dengan begitu baik.

Semua anggota OSIS yang berada di sana memeluk Pandu ramai-ramai. Terlebih Intan yang posisinya dekat dengan Pandu jadi memanfaatkan waktu untuk dekat dengan Pandu detik itu juga. Pandu merasa sesak napas karena teman-temannya memeluk begitu erat seolah tidak ingin terpisahkan. Lalu semuanya berakhir tertawa bersama.

Tanpa Pandu sadari, seseorang berdiri cukup jauh dari keberadaannya saat ini. Memandang Pandu, melihatnya yang tengah memanfaatkan waktu untuk membuat kenangan terakhir kalinya bersama rekan lain, cukup hanya dengan melihat, memastikan bahwa apa yang didengarnya beberapa waktu lalu memang benar adanya.

Pandu akan pergi.

Meninggalkan Mentari yang baru saja merasa memiliki seorang teman. Mentari menghela napas, bahkan untuk menyapa Pandu sekali lagi dia tidak memiliki keberanian. Apalagi untuk menanyakan semuanya. Namun, Mentari sadar bahwa dia bukanlah siapa-siapa. Mentari bukan orang yang masuk dalam daftar penting hidup Pandu. Mentari hanyalah orang yang tidak begitu tertarik karena dunianya bahkan tidak menarik sama sekali.

Dan, Mentari memilih untuk putar balik. Mengurungkan niatnya untuk menemui Pandu, mengurungkan semua pertanyaannya karena Mentari sadar bahwa dia tidak berhak untuk diberitahu.

***

Note:

Seperti yang udah aku bilang kalau cerita ini akan segera tamat, jadi hanya tersisa satu atau dua hari lagi kalian bisa bertemu dengan cerita Pandu dan Mentari. Selebihnya, maaf, aku tidak bisa menjanjikan apa-apa.

Tunggu besok atau lusa ya ketemu di akhir cerita!

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang