Rain ☔ 9

3K 123 1
                                    

Jangan cari tahu duniaku, nggak ada yang menyenangkan di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan cari tahu duniaku, nggak ada yang menyenangkan di sana. Berhenti mencari tahu karena kamu tidak akan pernah mengerti.

—Mentari

***

Sore ini hujan turun deras. Hal-hal seperti ini yang Mentari inginkan, bahkan jika boleh meminta lebih, Mentari ingin selalu seperti ini; ditemani hujan. Tatapan orang-orang tidak membuat Mentari berhenti berjalan di derasnya hujan. Langkah kakinya terus membawa dia ke mana saja yang diinginkannya. Mungkin orang lain akan menganggap Mentari gila—membiarkan tubuhnya basah kuyup oleh derasnya hujan. Namun, inilah yang Mentari suka. Dunia Mentari ada pada hujan.

"Ayah..." lirih Mentari sembari terus berjalan.

Hal yang paling Mentari suka bahwa dia tidak perlu berbohong dan berpura-pura pada dunia adalah ketika hujan. Dia bisa menangis sejadi-jadinya menumpahkan seluruh perasaan yang selama ini dia pendam tanpa orang lain tahu. Air yang membasahi wajah hingga tubuhnya menemani air mata Mentari yang turun tak kalah deras dengan hujan.

Jika bisa Mentari lakukan, dia ingin memeluk hujan dengan begitu eratnya. Dia selalu berterimakasih kepada Tuhan karena telah menghadirkan hujan sebagai teman yang tak pernah berkhianat. Mentari ingin seperti hujan yang tak pernah mengeluh bahkan ketika sudah jatuh berkali-kali.

"Kamu ngapain hujan-hujanan?" Suara seseorang setengah berteriak tiba-tiba saja ada di sebelah Mentari dengan sepedanya. Sama seperti Mentari, dia juga basah kuyup. Bedanya dia masih mengenakan seragam sekolah.

Mentari mengerjap, mengusap wajahnya yang terguyur rintikan air hujan. Dia melihat Pandu yang menatapnya. Mentari celingukan, jalanan sepi karena banyak yang memilih untuk berteduh menunggu hujan reda. Namun, dia melihat Pandu di sebelahnya dengan sepeda berwarna hitam.

"Pulang!" Pandu setengah berteriak karena suaranya kalah oleh suara hujan. "Kayak orang gila jalan kaki sendirian waktu hujan deras begini."

"Lebih gila mana sama kamu yang tiba-tiba datang basah kuyup dan nyuruh saya pulang?" balas Mentari berteriak agar bisa didengar oleh Pandu.

Air mata Mentari terus mengalir, tidak peduli ada Pandu di hadapannya sekalipun itu tidak akan terlihat karena derasnya hujan. Mentari kembali berjalan, membiarkan Pandu yang masih berada di atas sepeda hitamnya.

Mentari tidak mendengar suara Pandu lagi, dia juga tidak menoleh untuk memastikan keberadaan Pandu. Peduli apa soal Pandu? Bahkan Mentari hanya mengenal Pandu sebagai Ketua OSIS yang otoriter.

Mentari masih menangis sendu. Tubuhnya mulai menggigil kedinginan, tapi Mentari tidak peduli. Kulit telapak tangannya mulai pucat dan mengeriput karena telah lama terkena air.  Mentari bahkan tidak peduli keadaannya sendiri. Mentari sudah bersahabat dengan hujan, seperti ada ikatan cinta di antara mereka yang sulit dipisahkan.

Mungkin setelahnya Mentari hanya akan terkena flu atau demam yang tidak berlangsung lama. Mentari hanya ingin menumpahkan segala perasaannya. Selama ini dia terlalu banyak menyimpan sesuatu di hatinya hingga lupa bahwa sewaktu-waktu muatan hatinya akan penuh dan bisa saja meledak. Mentari hanya manusia biasa yang juga memiliki keterbatasan. Bukankah manusia memang serba keterbatasan? Tidak akan mampu untuk menjadi sempurna.

Pandu melihat Mentari yang masih berjalan di derasnya hujan. Pandu mengusap wajahnya, dia semakin yakin bahwa Mentari penuh teka-teki dan sulit ditebak. Mentari seperti sebuah puzzle yang sulit diselesaikan. Ada kepingan lain yang belum ditemukan membuat puzzle itu tidak lagi utuh.

***

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang