pada titik tertentu aku lelah.
pada titik tertentu aku lega.
aku hanya butuh untuk bertahan sampai waktunya Tuhan bilang untuk 'pulang'.—Rain
***
"Lain kali nggak usah minta saya untuk bantu kamu." Mentari memandang datar sketchbook di atas meja, lalu menatap lawan bicaranya tanpa minat.
"Kenapa kamu nggak senang menolong orang lain?"
Sepertinya lawan bicaranya kali ini benar-benar menantang kehidupan Mentari, mengusik kehidupan dan ketenangannya di sekolah. "Karena yang saya tolong itu kamu, jadi saya nggak senang. Kamu hanya memanfaatkan saya agar nama kamu semakin dipuja oleh orang lain, kan?"
Pandu tersenyum kecut, menantang tatapan mata hitam legam Mentari. "Sejauh itu kamu berpikir tentang saya?" Pandu memberikan sebuah kertas untuk gambaran yang harus Mentari buat menjadi sketsa. "Seperti yang kamu bilang kemarin, kita baru saja berbicara, kan? Dengan mudah kamu menyimpulkan orang lain itu terdengar sebuah lelucon."
Lalu Pandu menyodorkan sebuah brosur ke hadapan Mentari. "Kayaknya kamu butuh itu untuk lebih peduli sosial. Sedari tadi kamu terus menantang lawan bicara kamu, Mentari."
Mentari melipat tangannya, memandang brosur di atas meja tanpa berniat mengambilnya. Mentari balas menatap Pandu. "Apa untungnya kamu peduli dengan saya?"
Pandu menghela napas berat, beban di kepalanya tentang tugas-tugas yang harus dia selesaikan terhambat begitu saja karena Mentari. Pandu akui bahwa perempuan di depannya ini cukup berani berbicara terang-terangan mengenai apa yang tidak dia sukai. Pandu bisa menilai Mentari hanya dari perkataannya, meski tak tahu benar atau tidak.
"Pertama, saya hanya meminta tolong kamu untuk membuat sketsa acara sekolah. Harus kamu tahu kalau itu bukan untuk kepentingan pribadi saya, tapi untuk sekolah kamu juga, sekolah kita. Tapi kenapa seolah-olah kamu menyudutkan saya bahwa itu semata-mata untuk kepentingan saya sendiri?" Pandu menarik napasnya sebelum kembali berbicara. "Kedua, saya nggak tahu kenapa kamu terus berpikiran negatif tentang saya padahal saya juga baru tahu kalau kamu sekolah di sini."
Mentari mengangkat tangannya membuat Pandu berhenti berbicara. "Dan ketiga, saya nggak peduli dengan semua itu."
Pandu benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran gadis di hadapannya. Pandu tertawa kecil, menggelengkan kepalanya.
"Nyali kamu oke juga ternyata."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Teen FictionDia Mentari. Kehidupannya yang tak lepas dari sketchbook dan menggambar. Mentari suka hujan. Katanya, dia bisa ikut menangis tanpa ketahuan oleh orang lain. Di sekolah, Mentari tak punya banyak teman. Dia sudah biasa sendiri. Mentari tak suka teman...