Rain ☔ 33

122 19 5
                                    

Aku selalu berpikir ulang untuk berdamai dengan keadaan. Aku takut jika suatu hari justru keadaan itu yang menyakitiku lagi. Tentang orang-orang yang menyeramkan. Tentang orang-orang yang tidak peduli sebuah kebenaran, tapi berkata seolah-olah dirinya paling benar. Aku benar-benar tidak siap terjun dengan dunia mereka. Maka, biarkan aku seperti ini dulu; sendiri dalam kenyamanan yang terpaksa kuciptakan.

—Mentari

***

Sampai hari ini, Mentari tidak tahu siapa yang memberinya sketchbook dan kuas itu. Helmi juga tidak tahu apa-apa dan ternyata dugaan Mentari juga salah. Mentari tidak bisa menerimanya begitu saja, maka dia membiarkan sketchbook dan kuas itu di kolong meja kelasnya. Lagi pula masih ada sketchbook yang bisa Mentari gunakan, dia tidak perlu yang baru. Kuasnya juga masih bagus, mungkin nanti dia akan memerlukannya.

Mentari jadi malu sendiri ketika dia menduga bahwa itu adalah pemberian dari Pandu. Ternyata Mentari salah, bukan Pandu yang memberinya. Padahal dulu Pandu pernah memberikan barang yang sama kepadanya. Namun, jika bukan Pandu, siapa yang memberinya kepada Mentari?

"Tari, kamu dengar aku nggak sih?" Suara Helmi mengejutkan Mentari dari lamunannya, begitu juga dengan orang-orang di dalam kelas yang langsung menoleh. Helmi tidak peduli, tatapannya justru menatap Mentari kesal karena sedari tadi tidak mendengarkannya. Ah, sudah biasa Helmi diperlakukan seperti itu oleh Mentari.

"Lupa,"

"Ya Allah, Tari! Capek tahu aku ngomong panjang kali lebar, tapi nggak disimak." Helmi mengibaskan rambutnya ke belakang. Memicingkan matanya lagi melihat Mentari. "Pulang sekolah jangan lupa pokoknya!"

"Ke mana?"

"Kita jalan, Tari, kan aku udah bilang kalau aku mau ajak kamu ke kedai tempat kerja Bara. Aku yakin kamu pasti diundang sama Bara untuk datang ke sana, kan? Jadi, daripada sendiri-sendiri, mending kita berangkat bareng aja. Lagi pula ..." Helmi menggantungkan kalimatnya, bola matanya memutar melihat ke arah meja Barameru yang kosong. Dia mendekatkan wajahnya ke telinga Mentari. "Lagi pula kalau kamu datang sendiri, nanti Bara dekat-dekat kamu lagi. Kan, kalau ada aku jadi bisa dipantau." Helmi cekikikan setelah membisikannya di telinga Mentari.

"Nggak bisa, Hel. Kamu pergi sendiri aja." Mentari menggeleng membuat ekspresi wajah Helmi langsung berubah. Helmi menggoyangkan lengan Mentari, memohon dengan memasang wajah sesedih mungkin agar Mentari mau menerima ajakannya.

"Tar, kali ini aja, plisss! Aku nggak pernah minta tolong kamu, kan?  Nggak lama kok, sebentar aja. Kamu mau apa aja aku kasih deh, asal jangan yang mahal-mahal." Helmi rupanya pandai bernegosiasi membuat Mentari menghela napas. Namanya Mentari, jelas keras kepala dan jika sudah mengatakan tidak, tetap tidak akan.

"Nggak mau, Hel."

"Tar, kamu kok gitu sih? Kita, kan teman. Aku tolong kamu kalau butuh bantuan, dan kamu tolong aku kalau aku butuh bantuan. Manusia, kan memang suka meminta. Lagian aku nggak minta aneh-aneh, cuma minta waktu kamu sebentar aja."

Mentari menghela napas, menatap Helmi dengan tatapan yang sulit diartikan. Tatapan Mentari begitu dalam dan selalu tepat sasaran. Mentari tidak mau, lagi pula dia tidak tahu acara apa yang akan diadakan di kedai tempat Bara bekerja.

"Kamu tahu nggak sih, Hel? Kalau aku ikut, jelas Bara deketin aku di depan kamu. Sedangkan kalau aku nggak ikut, udah jelas kamu bisa dekat-dekat Bara. Jadi, udahlah pergi aja sendiri. Kalau kamu ajak aku, sama aja kamu kayak mancing-mancing tahu nggak? Alasan kamu nggak logis, Hel."

Mendengar perkataan Mentari membuat Helmi menundukkan kepalanya. Helmi tidak bisa menyalahkan perkataan Mentari yang ada benarnya. Namun, Helmi ingin Mentari ikut dan menemaninya.

"Aku tahu, Tari. Aku tahu. Tapi ..."

"Tapi apa?" tanya Mentari cepat ketika melihat raut wajah Helmi yang tidak seperti biasanya. Ada sesuatu yang ingin Helmi katakan kepada Mentari, yang sulit untuk dikatakannya meski ingin.

"Tapi ..." Helmi menelan salivanya susah payah. "... tapi kamu teman aku, Tar."

***

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang