Manusia adalah makhluk yang lupa berterimakasih ketika senang dan ingat meminta ketika susah.
—Rain
***
Entah beruntung atau tidak, Mentari ditugaskan untuk merapikan buku-buku paket yang berada di perpustakaan. Namun, setidaknya dia tidak perlu kepanasan menyapu di tengah lapangan atau belakang sekolah, apalagi tersiksa dengan aroma bau toilet sekolah yang mengerikan. Ada beberapa siswa yang juga terlambat dan kini melakukan hukumannya di perpustakaan. Menata buku-buku paket dari kardus ke rak—yang jumlahnya tidak sedikit—mengingat memang baru saja datang buku paket kurikulum terbaru, menyapu lantai, membersihkan debu-debu di rak, membersihkan kaca jendela hingga mengepel lantai dalam ruangan dan luar.
Mentari mengusap peluh di dahinya. Masih pagi dan dia sudah terlalu banyak bergerak membuat keringatnya bercucuran. Mentari melihat jam yang melingkar di tangan kiri, sudah pukul sembilan dan Mentari memiliki waktu satu jam lagi untuk menyelesaikan hukumannya. Mentari ingin protes, tapi tidak dia lakukan. Pernah ketika Mentari protes justru hukumannya bertambah dan dia sama saja seperti bolos sekolah karena tidak diperbolehkan masuk kelas. Pelanggaran seperti neraka bagi Mentari.
"Tar, mau dibantuin nggak?"
Mentari tersentak mendapati Bara tiba-tiba saja sudah ada di sebelahnya. Mentari mengernyit karena seharusnya Bara bertugas untuk memunguti sampah di area sekolah. Namun, lelaki itu sekarang sudah berada di perpustakaan tepat di sebelahnya.
"Kamu ngapain di sini?"
"Mau bantuin kamu, Tar. Capek 'kan?" Bara menyodorkan sebuah botol mineral kepada Mentari. Namun, Mentari hanya diam menatap Bara dan botol bergantian.
"Nggak usah,"
"Nih," Bara kembali menyodorkan botol mineral ketika Mentari hanya diam saja. "Diminum, tadi 'kan berdiri di lapangan lama. Sekarang harus beres-beres, pasti capek."
Sebenarnya Mentari haus sekali. Dia ingin minum dan istirahat sebentar, tapi jika dia melipir ke kantin sudah pasti ketahuan OSIS yang sedang berpatroli. Namun, bagaimana bisa Bara tidak ketahuan? Ah, entahlah, orang seperti Bara pasti akan melakukan apa saja untuk menghalalkan berbagai cara.
"Tenang aja, nggak saya racun kok."
Setelah bergulat dengan pikirannya sendiri, akhirnya Mentari mengalah dengan gengsi dan egonya karena dia benar-benar lelah. Terlebih lagi dia juga kepanasan ketika baris di lapangan tadi.
"Nanti saya ganti," balas Mentari sambil membuka tutup botol.
"Lho, saya 'kan ngasih. Nggak usah digantilah, Tar." balas Bara yang kini sudah merebut buku-buku di dalam kardus samping Mentari. Bara dengan cekatan menyusun buku-buku ke dalam rak, menyusunnya sesuai dengan mata pelajaran dan kelas.
"Kamu kenapa sih mau bantuin saya?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Mentari. Dia juga tidak tahu mengapa hanya itu yang ingin dia tanyakan kepada Bara.
"Karena saya mau bantu."
"Iya, tapi kenapa?"
"Saya juga nggak tahu." Bara mengangkat bahu, tidak menggubris tatapan Mentari. "Mau aja,"
Suara seseorang berdeham di dekat mereka membuat keduanya menoleh bersamaan dan menemukan Pandu tengah bersandar pada rak. Ternyata sedari tadi lelaki itu memerhatikan keduanya tanpa mereka sadari. Pandu melipat kedua tangan di dada, berdeham lagi sebelum akhirnya berbicara.
"Perasaan, saya nggak kasih hukuman kamu di perpustakaan. Kok bisa ada di sini?"
Bara mendengus, berdiri menatap Pandu dengan buku paket yang masih di tangan. Bara mendekat membuat Mentari ikut berdiri.
"Saya heran deh, kalau kami yang melanggar aja dapat hukuman dan nggak ikut mata pelajaran pertama, itu artinya OSIS juga sama dong karena jadi mata-mata terus?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Teen FictionDia Mentari. Kehidupannya yang tak lepas dari sketchbook dan menggambar. Mentari suka hujan. Katanya, dia bisa ikut menangis tanpa ketahuan oleh orang lain. Di sekolah, Mentari tak punya banyak teman. Dia sudah biasa sendiri. Mentari tak suka teman...