Rain ☔ 52

77 17 9
                                    

Inilah alasanku suka dengan hujan. Inilah alasanku nyaman ketika hujan. Inilah alasanku berharap hujan datang. Alasan yang tak banyak orang tahu. Alasan yang selalu membuatku percaya bahwa hujan hadir untuk menemani kesedihanku.

—Pluviophille

***

Hujan semakin deras, tapi tidak membuat Mentari beranjak dari atas batu bulat besar di pinggir jalan. Mentari bahkan tidak peduli dengan tatapan aneh dari orang-orang yang memilih berteduh, Mentari tidak peduli apa pun. Mentari hanya ingin diam, menangis di derasnya hujan yang jatuh ke tanah. Hati Mentari terasa sakit dan menyedihkan. Mungkin orang-orang yang melihatnya akan berpikir bahwa Mentari sudah gila berdiam diri di derasnya hujan. Namun, Mentari tetap pada pendiriannya saat ini.

Mentari masih menangis hingga tidak sadar sebuah sepeda putih sudah berada di sampingnya. Melihat Mentari yang terisak pedih, menemani Mentari yang membiarkan tubuhnya terguyur derasnya hujan. Lelaki itu hanya diam, tidak mengatakan apa-apa. Lelaki itu masih menuntun sepedanya, melihat ke arah Mentari yang belum menyadari kehadirannya.

Cukup lama lelaki itu berdiri di dekat Mentari, hingga detik berikutnya Mentari terkejut ketika tersadar mendapati Pandu sudah ada di sampingnya. Pandu menatapnya, tapi Mentari tidak bisa melihat dengan jelas raut wajah Pandu karena terhalang air hujan. Lelaki itu sama halnya dengan Mentari, tidak peduli dengan hujan yang membasahi tubuhnya—yang bisa saja membuatnya demam.

"Kamu ngapain di sini?" Suara Mentari setengah berteriak agar suaranya terdengar oleh Pandu. Mentari tidak pernah mengharapkan Pandu akan melihatnya seburuk saat ini. Mentari tidak pernah mengharapkan Pandu akan hadir detik ini juga.

Pandu masih diam membuat Mentari kembali berteriak, suaranya terdengar lebih keras. "Kamu ngapain di sini? Kamu ngikutin saya?"

Tangan Pandu terangkat mengusap wajahnya yang basah oleh air hujan. Menatap Mentari yang kini berdiri di hadapannya. "Kalau mau nangis, nangis aja. Saya halangi kamu biar orang-orang nggak lihat kamu nangis."

Air mata Mentari yang sempat tertahan membuat matanya semakin sakit dan perih. Mentari mengusap wajahnya, memberanikan diri menatap Pandu.

"Saya mau sendiri. Kamu pergi aja!"

"Terserah kamu. Saya nggak akan ganggu kamu, Mentari. Tapi, saya akan temenin kamu di sini." balas Pandu setengah berteriak karena suara hujan semakin terdengar keras.

"Saya mau sendiri, Pandu! Pergi!" Mentari berteriak membuat Pandu hanya bisa diam. Mentari mungkin memang butuh waktu, tapi melihat keadaan Mentari saat ini membuat Pandu tidak bisa membiarkannya sendiri.

Pandu memilih untuk diam di tempatnya ketika Mentari justru berpindah ke batu besar yang jaraknya beberapa meter saja. Pandu melihat punggung Mentari naik-turun, bisa dipastikan Mentari semakin sedih dan menangis.

Tidak seharusnya Pandu mengganggu Mentari saat ini, tapi Pandu merasa bahwa Mentari membutuhkan seorang teman untuk berbagi cerita. Meski rasanya tidak memungkinkan untuk Mentari cerita semuanya, tapi Pandu ingin setidaknya bisa menemani Mentari agar tidak merasa sendirian.

Sejak awal mengenal Mentari, sejak itu pula Pandu tahu bahwa Mentari tidak pernah baik-baik saja. Mata Mentari seolah kehilangan binar bahagia yang penuh harapan. Mentari selalu redup, tidak ada kehangatan, dan seolah-olah tidak pernah ada kehidupan dalam hidupnya. Namun, nama Mentari sesuatu yang sangat indah untuk sebagian orang. Mentari yang menyinari bumi, memberi kehangatan, memberikan seluruh sinarnya agar makhluk hidup tetap bertahan dengan hidupnya, memberikan sinar yang menjadi satu-satunya pengharapan terbesar. Dan, Mentari harus seperti mentari yang menyinari bumi. Harus selalu bersinar, menyinari kegelapan dan keredupan yang menakutkan. Meski terkadang mentari juga sewaktu-waktu bisa tertutup awan hitam, terhalang badai besar dan berganti langit malam. Namun, mentari selalu dan akan tetap dibutuhkan banyak makhluk hidup di bumi.

Mentari Wiraguna, telah lama kehilangan sinarnya, telah lama hidup dalam redup, telah lama merasakan kegelapan menyeramkan. Sudah saatnya Mentari memancarkan seluruh sinarnya untuk banyak orang.

Dan, Pandu ingin menjadi salah satu orang yang bisa membantu Mentari menemukan sinarnya yang telah lama hilang.

***

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang