Jika kamu menggangguku, itu artinya kamu mengusik semestaku.
—Pluviophille
***
"Yaampun, Bara kamu ngapain?" Helmi yang baru saja masuk ke kelas kini melihat Bara duduk di kursinya. Wajah Helmi panik melihat apa yang sedang Bara lakukan. "Bara! Mentari paling nggak suka kalau ada orang yang mengusik kegiatannya. Mentari nggak suka kalau sketchbook-nya digambar sama orang lain."
Mendengar suara Helmi membuat Bara mengernyit, dia kembali melihat sketchbook milik Mentari. Ketika Mentari keluar dari kelas, Bara yang mengambil alih sketchbook perempuan itu. Bara pikir, tidak ada salahnya jika dia melanjutkan gambaran Mentari.
"Kamu nyari mati, Bara!" Helmi geleng-geleng kepala, gorengan di mulutnya sudah habis dia telan. Padahal Helmi baru saja ingin menikmati makanannya, tapi melihat apa yang Bara lakukan membuat Helmi tidak bisa diam saja. Mentari pasti akan marah besar.
"Saya nggak nyari mati. Saya sekolah nyari ilmu, Hel." Bara mengelak.
Jika saja Helmi sedang tidak panik, mungkin Helmi akan memuji Bara yang duduk di kursinya dan membiarkan Bara tetap di sana. Namun, Helmi tidak bisa diam saja ketika tahu Bara mengusik Mentari. Helmi tahu persis Mentari akan marah.
"Aduh, Bara ganteng! Aku nggak ikut campur—"
"Ada apa?"
Ucapan Helmi terpotong ketika suara Mentari membuatnya menoleh. Helmi memejamkan mata, tidak berani mengatakan apa-apa. Sedangkan Bara, dia justru hanya menatap Helmi dan Mentari bergantian.
"Siapa yang nyuruh kamu buat sentuh sketchbook saya?" Suara Mentari membuat beberapa teman-temannya jadi menoleh. Helmi sudah tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi. "Saya nggak suka—"
Bara mengangkat alis, "Kenapa? Gambaran saya nggak jelek-jelek amat kok."
"Saya nggak peduli! Saya nggak suka siapa pun sentuh barang-barang milik saya, termasuk sketchbook. Jangan mentang-mentang kamu anak baru, nggak tahu apa-apa jadi bisa seenaknya!" Mentari merapikan barang-barangnya dan merebut paksa sketchbook beserta pensil di tangan Bara. "Sekali kamu menganggu saya, itu artinya kamu mengusik dunia saya."
Bara terperangah, mengerjapkan matanya ketika Mentari pergi keluar dari kelas. Teman-teman sekelas hanya mengangkat bahu seolah tidak tahu apa-apa dan tidak ingin ikut campur. Mereka sudah paham seperti apa Mentari.
"Kamu, tuh, jangan ganggu Mentari terus deh, Bara. Mentari orangnya emang gitu, udah biarin aja nggak usah masuk ke hati." Taryo—teman sebangku Bara menghampirinya dan merangkul lelaki itu untuk kembali ke tempatnya semula.
"Dia suka marah?"
Taryo mengangguk, "Begitulah, dia nggak suka kalau ketenangannya diganggu."
"Padahal saya nggak ganggu macam-macam. Cuma ikut gambar di sketchbook-nya aja, Yo."
Taryo geleng-geleng kepala. "Bar, apa pun tentang Mentari, dia nggak suka diusik."
Bara mengerutkan kening, seharusnya Mentari tidak semarah itu hanya karena Bara melanjutkan gambarannya. Oke, Bara tahu dia salah, tapi mengapa Mentari harus semarah itu hanya karena sketchbook?
"Bara, kamu nggak apa-apa, kan?"
"Mulai deh, capernya kumat." cibir Taryo ketika Helmi datang untuk memastikan keadaan hati Bara.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Teen FictionDia Mentari. Kehidupannya yang tak lepas dari sketchbook dan menggambar. Mentari suka hujan. Katanya, dia bisa ikut menangis tanpa ketahuan oleh orang lain. Di sekolah, Mentari tak punya banyak teman. Dia sudah biasa sendiri. Mentari tak suka teman...