Rain ☔ 10

2.7K 118 3
                                    

Hujan itu nggak ada duanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan itu nggak ada duanya. Istimewa, teramat istimewa.

—Rain

***

Setelah kejadian Bara yang membuat Mentari marah karena masalah sketchbook, Bara berusaha meminta maaf kepada Mentari. Berkali-kali Bara mengucapkan maaf bahwa dia tidak bermaksud mengusik kesenangan Mentari. Namun, Mentari hanya diam tidak merespons apa-apa. Bara juga tidak tahu mengapa Mentari harus semarah ini kepadanya.

"Tar, kamu masih marah, ya, sama Bara?" Helmi duduk di sebelah Mentari yang sibuk memilih pensil. "Dia nggak bermaksud ganggu kamu, Tar. Lagi pula dia 'kan murid baru, dia nggak tahu apa-apa dan belum kenal sama kamu."

Melihat Mentari yang hanya diam saja membuat Helmi menghela napas. Dia sudah paham sifat Mentari yang tidak akan suka jika ada orang yang menganggu apa yang disukainya. Meski Mentari selalu menghindar dari Helmi dan mengatakan bahwa sebaiknya Helmi tidak usah dekat-dekat, tapi hanya Helmi satu-satunya orang yang bersikeras ingin berteman dengan Mentari. Helmi sering memuji hasil gambaran Mentari.

Mentari menghentikan aktivitasnya ketika Helmi menyodorkan satu batang cokelat kacang almond ke hadapannya. "Dari Bara,"

Wajah Helmi berubah muram. Mentari yakin bahwa Helmi kecewa karena Bara telah memberinya sebuah cokelat. Sejak awal Bara pindah dan datang kelas mereka, Helmi sering sekali berceloteh mengenai kekagumannya pada seorang Barameru. Mentari juga tidak tahu mengapa Helmi bisa begitu kagum dengan Bara. Namun, satu yang pasti bahwa Helmi menganggumi Bara.

"Buat kamu aja."

"Nggak, Tar, Bara sendiri yang bilang buat kamu."

"Saya alergi kacang."

"Eh," Helmi mengerutkan kening. "Serius?"

Mentari hanya mengangguk, dia kembali sibuk dengan aktivitas yang baginya menyenangkan. Mentari hanya bisa mendengar Helmi bersorak girang. Helmi pasti sangat senang memakan cokelat pemberian Bara.

"Beneran nggak apa-apa aku makan, Tar?"

Mentari mengangguk lagi membuat Helmi tersenyum lebar. Helmi memakan cokelat pemberian Bara dengan lahap. Menikmatinya seolah itu adalah cokelat paling enak yang pernah Helmi makan. Bahkan Helmi tidak peduli jika nanti Bara akan menanyakannya. Toh, Mentari yang memberikannya pada Helmi. Sayang jika harus dibuang, mubazir.

"Enak, makasih, ya, Tari!"

Mentari melirik Helmi yang asyik memakan cokelatnya. Mentari geleng-geleng kepala, baru sadar bahwa ada orang seaktif Helmi yang mau berteman dengannya.

"Lho, kok kamu yang makan sih, Hel?" Helmi berhenti mengunyah ketika Bara menghampirinya. Helmi menatap Bara dan Mentari bergantian.

"Tadi aku udah kasih buat Mentari, tapi Mentari bilang dia alergi kacang."

"Kok kamu nggak bilang kalau Mentari alergi kacang?" tanya Bara lagi. Bukannya bertanya langsung pada Mentari, justru Bara menanyakannya pada Helmi.

"Aku nggak tahu kalau Mentari alergi kacang, Bara."

Helmi memang tidak tahu jika Mentari memiliki alergi terhadap kacang. Mentari tidak pernah bercerita apa-apa. Bukan salah Helmi jika dia tidak tahu apa yang tidak Mentari sukai.

"Terus maaf saya gimana?" tanya Bara, kali ini menoleh melihat Mentari yang justru sepertinya tidak terganggu sama sekali dengan kehadiran Bara di mejanya.

Helmi mengangkat bahu, memakan kembali cokelat yang sisa setengah. "Kamu tanya sama Mentari, tadi aku udah bilang maaf kamu ke dia. Tapi, Mentari diem aja." Helmi menoleh kepada Mentari, menepuk lengan Mentari tiga kali. "Iya 'kan, Tari?" tanyanya meminta pembelaan.

Bara tidak tahu dengan pikiran Helmi. Bisa-bisanya dia memakan cokelat pemberian Bara untuk Mentari. Bara bisa apa? Hanya melihat Mentari yang diam saja dan Helmi yang justru asyik memakan cokelat.

"Saya minta maaf, ya, Tar. Saya janji deh nggak akan ngulang kesalahan yang sama. Kesalahan itu manusiawi, Tar. Setiap orang pasti punya dan pernah melakukan kesalahan. Saya tahu saya salah karena sudah lancang mengusik kesenangan kamu. Tapi, saya hanya ingin berteman sama kamu, Mentari."

***

RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang