Entah pada detik ke berapa aku hidup, aku mulai mempertanyakan hidupku sendiri. Satu hal yang kusadari bahwa saat ini aku hanya menginginkan ketenangan hati dalam hidup.
—Pluviophille
***
"Sudah diterima?" Pandu tiba-tiba saja menghalangi jalan Mentari. Rasanya Mentari ingin sekali protes kepada sekolah untuk membuat jalan lain agar dia tidak harus melewati ruang OSIS untuk ke kelasnya.
"Maksud kamu apa kasih saya sketchbook?" Pertanyaan itu yang sedari tadi ada di kepala Mentari. Sketchbook bagi Mentari istimewa, teman sekaligus sendu Mentari. Banyak sekali sketchbook yang dia miliki. Mentari tidak akan menolak sketchbook pemberian Pandu jika dia tahu alasan apa Pandu memberikannya. Rasanya terlalu menyayangkan jika Mentari menolak sketchbook yang bisa menemani kegiatannya itu.
Selain keras kepala, Mentari juga tidak suka basa-basi. Baginya waktu tidak akan pernah terulang barang sedetik pun. Mahal dan tidak akan pernah terbayar oleh berapa pun nilai uang.
"Saya mau bicara serius sama kamu sekali lagi, Mentari."
"Kamu pikir saya lagi nggak serius?"
"Menurut kamu?"
Mentari paling tidak suka jika pertanyaannya harus dijawab lagi dengan pertanyaan. Jika saja Pandu tidak memberinya sketchbook, mudah bagi Mentari untuk pergi sekarang juga dari hadapannya. Namun, Mentari butuh tahu alasan Pandu memberinya sketchbook.
"Saya nggak suka basa-basi. Kalau mau ngomong langsung aja ke intinya." Mentari masih berusaha untuk bersikap tenang. Menghadapi Pandu tidak perlu menggunakan tenaga berlebih. "Oh, atau jangan-jangan kamu memang mau nyuap saya? Kamu kasih saya sketchbook biar saya mau bantu kamu untuk acara sekolah itu 'kan?"
Pandu mengangguk mantap, tidak mengelak karena apa yang Mentari katakan itu benar dan apa adanya. "Tepat sasaran. Jadi, gimana? Kalau pemberian saya sudah diterima, itu artinya kamu mau terima tawaran saya 'kan?"
Mentari membuang napas, tidak mengatakan apa-apa lagi dia langsung pergi begitu saja dengan langkah cepat membuat Pandu menghela napas gusar. Mentari benar-benar batu, sulit sekali untuk dipecahkan.
Langkah Mentari tergesa-gesa dengan sketchbook yang masih terbalut plastik berada di tangannya. Dia kembali lagi ke tempat tadi dan menemukan Pandu sedang berbicara dengan teman-temannya di depan ruang OSIS.
Beruntung Pandu langsung melihat Mentari, jadi Mentari tidak perlu bersusah payah memanggil Pandu yang akan membuatnya menjadi pusat perhatian. Mentari sedikit menjauh dari ruanh OSIS ketika Pandu menghampirinya seolah tahu bahwa Mentari bertujuan ingin menemuinya. Pembicaraan mereka belum selesai dan harus segera diselesaikan.
"Harus berapa kali lagi saya bilang kalau saya nggak mau. Saya nggak butuh sketchbook pemberian kamu." Mentari menyodorkan sketchbook yang Pandu titipkan kepada Helmi beberapa jam lalu.
"Tetap nggak bisa?" tanya Pandu memastikan. "Sekali ini aja, saya janji nggak akan ganggu kamu lagi."
"Kamu tahu apa yang udah teman-teman OSIS kamu bicarakan tentang saya? Saya ini punya telinga, masih bisa dengar apa yang mereka bilang. Tadinya saya sempat mau bantu, tapi saya pikir-pikir lagi bahwa apa yang teman-teman kamu katakan itu benar kalau masih ada yang lebih mampu dari saya. Dan, ngapain juga kamu harus tetap maksa saya yang buat sketsanya?"
"Karena saya percaya sama kamu."
Mentari hanya diam, memandang lurus mata hitam legam Pandu. Mentari tidak tahu apa arti tatapan Pandu saat ini. Mendengar kalimat yang Pandu ucapkan tetap tidak bisa membuat Mentari luluh.
"Murid organisasi seperti kamu itu kebanyakan bermulut besar. Bisanya hanya berbicara, tapi tindakannya nol. Nggak ada bedanya dengan rekan OSIS kamu yang lain."
Mendengar perkataan Mentari membuat Pandu tersenyum kecut. Dia menatap Mentari dengan santai. "Dan, murid terpendam seperti kamu itu nggak pantas berbicara buruk kepada murid-murid terpilih yang selalu jadi garda terdepan untuk sekolah."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
Teen FictionDia Mentari. Kehidupannya yang tak lepas dari sketchbook dan menggambar. Mentari suka hujan. Katanya, dia bisa ikut menangis tanpa ketahuan oleh orang lain. Di sekolah, Mentari tak punya banyak teman. Dia sudah biasa sendiri. Mentari tak suka teman...