P A R T 0 7

28.1K 2.5K 31
                                    

“Sebenarnya apa masalah kamu, Darka? Apa kamu tahu, kalo sekarang Remon koma di rumah sakit?”

“Ck, lemah,” gumam Darka berdecak pelan.

“Bicara apa kamu?” tanya Pak Bagas yang merupakan guru BK.

“Lemah, dianya yang lemah. Dikasih pukulan gitu aja sampe koma,” jawab Darka membuang pandangan ke arah lain karena masih kesal dengan kejadian kemarin.

Pak Bagas menggelengkan kepalanya. “Kamu ini bukannya menyesal.”

“Saya nyesel, Pak,” balas Darka.

“Yaudah kalo kamu menyesal lebih baik—”

“Saya nyesel gak buat dia mati.”

“Darka!”

Sang empu nama menoleh, memperlihatkan Satya yang berdiri di pintu dan menatapnya penuh amarah. Darka kembali menegakkan tubuhnya menatap guru BK itu.

Liana mengusap lengan Satya agar tidak terjadi pertengkaran antara ayah dan putranya. Kini mereka duduk di kursi yang sudah disediakan.

“Tolong maafkan Darka ya, Pak. Biar saya yang nasihatin Darka,” ujar Liana menoleh ke arah Darka yang memasang ekspresi datar.

Pak Bagas menghela napas gusar. “Saya tahu selama ini Darka memang sering bertengkar dengan Remon. Tapi ini pertama kalinya Darka membuat Remon masuk rumah sakit.”

“Jadi, maaf, Darka. Kamu harus saya skors,” lanjut Pak Bagas.

“Tapi, Pak. Jangan skors anak saya, ya? Lagi pula ini kan pertama kalinya Darka kayak gini. Saya jamin hal ini gak akan terjadi lagi,” tutur Liana.

“Saya setuju dengan keputusan Bapak. Mungkin dengan itu Darka tidak akan mengulangi hal ini lagi,” ucap Satya membuat istrinya memandang ke arahnya.

“Mas—”

“Dan untuk biaya rumah sakit, saya akan menanggungnya sampai Remon kembali pulih.”

Pak Bagas mengangguk setuju. “Baik kalau seperti itu, terima kasih atas waktunya.”

“Saya permisi.” Orang tua Darka beranjak dari duduknya diikuti Darka yang berjalan di belakangnya.

Memang benar ini pertama kalinya Darka membuat seseorang masuk ke rumah sakit bahkan dalam keadaan koma. Selama ini Darka hanya bertengkar dalam perdebatan atau hanya beberapa pukulan, tidak seperti kemarin yang secara membabi buta memukuli Remon tanpa ampun. Namun itulah Darka, penuh kejutan. Sekarang Darka bahkan masih dengan tatapan datarnya seolah ia tidak melakukan kesalahan besar.

“Malam ini kamu bertunangan dengan Arisha.”

Langkah Darka sontak terhenti. “Papa apa-apaan sih?”

“Setelah buat orang lain koma, kamu masih berani bertanya sama Papa?” Satya berbalik tanya.

“Mas, biar kita bahas ini di rumah aja,” ucap Liana.

“Papa gak bisa seenaknya kayak gini,” tekan Darka.

“Tidak ada bantahan, Darka. Malam ini jangan coba-coba gak pulang ke rumah atau Papa gak akan anggap kamu sebagai anak Papa lagi.”

Stop It, Darka! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang