"Kehilangan memang membantu kita, untuk menyadarkan betapa berharganya seseorang. Maka dari itu di setiap temu pasti selalu ada pisah, agar kita selalu ingat setiap momen yang pernah kita lalui."___________________
Mereka berdiri di samping makam Silma, tak ada yang bersuara hanya sorot sedih dan terluka yang menyorot ke gundukan tanah itu.
Apalagi melihat Zahran yang begitu amat terpukul atas kepergian anaknya, dia bahkan yang memakamkan anaknya, mengadzani jenazah Silma, dan mencium kening anaknya untuk terakhir kalinya Zahran lakukan.
Zahran mengecup nisan Silma lama, sambil menitikkan air mata. Mereka yang menyaksikan dapat melihat betapa terpukulnya keluarga Silma. "Selamat jalan putri kecil papah," gumamnya. Dia melirik istrinya yang juga menangis di rangkulannya.
Zahran membawa wanita itu pergi meninggalkan para anak muda, karena dirinya tahu Arumi belum bisa menerima kepergian Silma. Mereka baru saja berdamai, mengapa Silma harus secepat ini pergi. Memang benar, takdir tidak ada yang tahu.
Shima berjongkok di depan makam adiknya, maniknya menatap kosong ke arah gundukan tanah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir adik kecilnya. Tangan gadis itu bergetar saat berhasil menyentuh nisan Silma. Tidak pernah menyangka pertemuannya dengan Silma harus terjadi sesingkat ini, setelah lama tidak di temukan mereka harus kembali lagi berpisah.
"Semuanya memang terjadi karena takdir, kita cuma bisa pasrah nerima apa yang udah di gariskan tuhan untuk kita, tanpa bisa mencegah," gumam Aditya menatap kosong gundukan tanah itu.
Zeva bahkan tidak kuat meski cuma sekedar melihat nisan bernama sahabatnya, sakit rasanya. Ia tahu kehidupan Silma berat dulu, mengapa harus seperti ini takdir gadis itu, seharusnya Silma sedang bahagia sekarang karena impiannya sudah terwujud. Tapi kenapa Silma malah pergi untuk selamanya.
Shima menjatuhkan kepalanya di bahu Daniel saat lelaki itu merangkulnya. Dia menangis di bahu sahabatnya. "Kenapa Silma harus pergi secepat ini Niel? Apa dia gak suka gue balik? Apa dia gak mau lagi kumpul sama gue?" racau gadis itu dengan air mata yang terus berlinang.
Daniel menghela nafasnya, dia mengusap pundak sahabatnya. "Enggak, Silma seneng keluarganya bisa kumpul lagi, dia juga pasti seneng bisa ketemu dan ingat sama lo."
Daniel hanya diam saat gadis itu memeluk lehernya erat, yang bisa di lakukannya hanya mengusap punggung gadis ini yang terlihat rapuh. "Udah jangan nangis, mungkin Allah lebih sayang Silma dari pada kita," bisiknya saat Shima semakin menangis tersedu.
Setelah merasa tenang, Shima melepas pelukannya dan kembali menatap makam Silma dengan sendu.
"Pulang yuk?" ajak Daniel.
Lelaki itu membuang nafas kasar, saat Shima menggeleng pelan. Dia tahu sahabatnya itu masih terpukul akan kepergian Silma.
"Kalian kalo mau pulang, pulang aja. Lagian si Darega masih di operasi kan? Biar dia gak curiga mending lo pada balik lagi gih ke rumah sakit," tutur Daniel pada yang lain.
"Darega kan jangan dulu di kasih tahu soal Silma, entar kalo dia tahu yang ada dia malah kepikiran," lanjutnya.
Reynald bangkit, lalu menepuk pundak Daniel tiga kali. "Yaudah kalo gitu, gue balik ke rumah sakit lagi ya!" ujarnya pamit, lalu pergi di susul yang lain.
Hanya tinggal Julian saja di sini yang sekarang tengah menatap tak suka pada Daniel yang tengah merangkul Shima.
Lelaki itu mengernyit, saat Julian tidak juga beranjak. "Lo-- gak ikut mereka juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Takdir [Tamat]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] ------ "Gak semua cowok brengsek seperti yang Lo takutin!" Akibat permintaan dari gurunya yang mengakibatkan mereka jadi dekat. Baru saja ia bisa merasakan bahagianya Cinta. Namun, takdir mengubah semuanya. Ya, karena t...