Selamat membacaa...
JANGAN LUPA DI VOTE YA😉
REVISI!
********
Setelah semalaman menangis, pagi ini seperti biasa Silma kembali menatap cermin sebelum berangkat sekolah. Ia memperhatikan matanya yang sedikit sembab, tangannya hendak mengambil foundation untuk menutupi mata panda-nya, semalam dia hanya tidur satu jam lamanya, seperti biasa, dan Silma memakai waktu itu untuk belajar apa yang akan dipelajari di hari ini.
"Eh kenapa aku harus susah-susah nutupin? Toh emang orang-orang gak bakal peduli sama aku." Memilih menyimpan kembali fondationnya, Silma membenarkan dasinya dan tersenyum melihat pantulan dirinya di cermin. "You are strong girl!"
Dia harus membuktikan pada kedua orang tuanya bahwa ia bukan gadis bodoh dan memalukan kedua orang tuanya, Silma bisa. Silma bisa untuk sempurna di berbagai nilai.
Sudah cukup air mata yang keluar sia-sia, Silma harus membuat Mama dan Papanya bangga, supaya mereka bisa perhatian padanya seperti dulu lagi.
Silma tak marah, Silma hanya kecewa karena Arumi dan Zahran tidak pernah mau mengerti perasaannya. Tak apa, karena mereka tak tahu apa yang Silma derita. Dia tersenyum melangkah dengan riang menghampiri Papa dan Mama yang sedang sarapan, kali ini benda yang dibenci Silma tidak ada di tangan mereka.
Mereka hanya fokus pada sarapannya.
"Pagi, Pa, Ma," sapa Silma seperti biasa, kesedihannya ia tutupi dengan senyum lebar biasanya. Tapi senyum itu perlahan sirna saat kedua orang tuanya bangkit berdiri, hendak pergi.
"Mama duluan." Arumi menatap Silma dengan datar, "Kamu sarapan dulu sebelum berangkat, supaya gak pingsan nanti, kalo kamu pingsan nyusahin kita semua," ujar Mamanya pedas.
Silma tersenyum semringah, meskipun perkataan Mamanya cukup menyakitkan tapi setidaknya Silma paham, ada makna di baliknya. Itu tandanya Mamanya khawatir pada Silma, meski cara mengucapnya salah, tak apa Silma senang.
"Saya pergi!"
Zahran memang selalu seperti itu, selalu kaku terhadap Silma. Bahkan Silma jarang melihat Papanya tersenyum, Papanya hanya akan menunjukkan wajah datar dan ucapan dinginnya kepada Silma.
Silma menyimpan tasnya di kursi setelah mereka pergi, menarik kursi satunya untuk diduduki. "Walaupun perkataan Mama menyakitkan, tapi aku anggap itu sebagai rasa peduli," gumam Silma sambil mengambil sandwich sebagai sarapannya.
Menghabiskan sarapannya dengan mata yang terus melirik pada jam di tangan, 6.10 pagi. Mata bulat itu membelalak kaget, apa Silma terlalu lama bercermin sehingga memakan waktu yang cukup banyak, perasaan tadi masih pukul 5.20, maklum Silma kalo udah lihat cermin pasti lupa waktu, dia sangat suka memandangi bayangannya sendiri.
Cepat-cepat Silma menghabiskan susu putihnya, lalu bangkit menyaut tas dan menyampirkannya di bahu.
"Neng Silma udah mau berangkat?" Bi Ijah yang habis membuang sampah dari luar, menyapanya.
"Iya Bi, aku pamit ya." Silma berjalan menghampirinya, mencium tangan renta itu. Dibanding dengan kedua orang tuanya, Silma memang lebih dekat dengan wanita ini.
"Hati-hati Neng, semangat belajarnya!" Bi Ijah mengusap kepala Silma dengan bibir yang tersenyum hangat.
Silma mengangguk, balas tersenyum dia melambai pada wanita itu sebelum melewati pintu. "Assalamualaikum!" pekiknya lalu berlari masuk ke dalam mobil. Jika hari kemarin adalah hari terburuk Silma, masih ada hari ini, hari esok dan hari berikutnya untuk Silma memulai hari dengan senyuman. Silma hanya perlu bersabar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Takdir [Tamat]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] ------ "Gak semua cowok brengsek seperti yang Lo takutin!" Akibat permintaan dari gurunya yang mengakibatkan mereka jadi dekat. Baru saja ia bisa merasakan bahagianya Cinta. Namun, takdir mengubah semuanya. Ya, karena t...