"Hidup itu adalah misteri, kita tak akan tahu bagaimana alur cerita hidup kita kedepan nya. Tidak akan selalu sedih, dan tidak juga selalu bahagia. Keduanya akan ada sesuai dengan porsinya."____________________________________
Pagi ini Silma berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki, Papa dan Mamanya melarang Mang Udin mengantar Silma ke sekolah.
Jarak rumahnya ke sekolah cukup jauh, jika di tempuh dengan berjalan membutuhkan waktu beberapa menit agar ia bisa sampai ke sekolah. Makanya hari ini Silma berangkat sangat pagi, di saat orang lain mungkin masih sarapan.
Silma berdiri di depan gerbang SMA Merpati. Sepi, kata itu yang menggambarkan keadaan di sini, di karena kan hari masih cukup pagi. Hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang seperti petugas sekolah, dan para pedagang di kantin.
"Pagi Neng Silma," sapa Mang Jaja, satpam di SMA merpati.
"Rajin banget udah berangkat masih pagi buta gini loh Neng," tambah nya.
"Aku ada piket soalnya Mang," ucap Silma, tersenyum tipis. Meski senyumannya tak akan terlihat karena tertutup oleh masker yang di pakainya.
Mang Jaja tersenyum, lalu Silma berjalan menuju koridor yang menghubungkan arah jalan ke kelasnya.
Hari ini Silma memang memakai masker juga hoodie guna menutupi goresan di pipi dan tangannya.
Ada rasa menyesal saat dia melakukan hal gila kemarin. Rasanya sangat perih sekali setelah Silma sadar apa yang di lalukannya.
Karena tak mau membuat orang-orang menatapnya kasihan, hari ini Silma memutuskan memakai perlengkapan seperti itu. Walau siswa- siswi di sini pasti akan semakin menatap aneh padanya. Tidak apa Silma sudah terbiasa untuk itu.
Silma berhenti di depan kelasnya, alisnya menukik bingung melihat Darega yang pagi ini sudah duduk di bangkunya, pemuda itu menatap pada Silma dengan pandangan yang sulit di artikan.
Mau apa lagi dia? batin Silma lelah, lelah ia dijadikan bahan ejekan karena Darega.
Silma melangkah pelan, tatapan keduanya masih belum terputuskan. Sampai akhirnya Silma memulai percakapannya.
"Ngapain di sini?"
Darega menatap intens Silma, tanpa berniat menjawab pertanyaan gadis itu. Dia juga tak tahu apa yang di lakukannya di sini. Pagi ini dirinya seolah tertarik untuk cepat berangkat ke sekolah. Saat dia melewati kelas gadis itu, tubuhnya seolah ada yang mendorong ia untuk masuk ke dalam, dan berakhir duduk di bangku gadis itu.
Silma yang di tatap seintens itu pun, menunduk malu.
"Kenapa lo pake masker?" Heran melihat penampilan gadis itu yang tampak aneh, meski ia tahu Silma memang gadis aneh.
Tak kunjung mendapat jawaban dari Silma membuat Darega canggung sendiri, apa ia terlalu terlihat care ya?
"Lupain! Gue mau lo meriksa hasil PR yang gue kerjain bareng lo kemarin!" papar Darega, sembari mengeluarkan bukunya.
Sejujurnya itu hanya alibi, agar cewek di depannya mau mengeluarkan suara.
Dan benar saja, Silma langsung mendongak mengambil buku yang Darega serahkan.
"Udah bener kok, bagus. Kayanya kamu udah gak but-" Silma ingin berhenti menjadi mentor Darega sesuai permintaan kedua orang tuanya, tapi Darega malah memotong ucapannya.
"Apaan itu gue ke google," alibi Darega sambil menatap tajam Silma. "Lo gak mau minta maaf soal kemarin yang ketiduran?"
Ujarannya membuat Silma meringis malu mengingat kejadian kemarin, "Ak-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Takdir [Tamat]
Novela Juvenil[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] ------ "Gak semua cowok brengsek seperti yang Lo takutin!" Akibat permintaan dari gurunya yang mengakibatkan mereka jadi dekat. Baru saja ia bisa merasakan bahagianya Cinta. Namun, takdir mengubah semuanya. Ya, karena t...