Part 10|Darega Peduli?

230 27 5
                                    


"Melihat sikapmu padaku, dengan tak tahu dirinya hatiku menjerit meminta balasan prihal rasa yang kian menggebu."

________________

REVISI!

*****

Sudah satu jam semenjak Silma selesai konsultasi, sekarang gadis itu masih berdiri di depan halte yang tak jauh dari rumah sakit. Silma tidak berniat untuk pulang lebih cepat, dirinya masih ingin duduk di sini, memperhatikan kegiatan orang-orang dan lalu lalang kendaraan.

Hingga sebuah mobil hitam berhenti di depannya, kaca mobil diturunkan membuat Silma bisa melihat siapa orang dibaliknya. "Silma belum pulang?"

Gadis itu tersenyum tipis, mengetahui Dokter Sinta lah sipemilik mobil hitam ini. "Belum dok, belum ada bis yang lewat ke rumah saya."

Dokter Sinta melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu tersenyum pada Silma. "Gimana kalo saya anterin? Sekalian, kebetulan saya juga lagi cari makan siang."

Melihat wajah gadis remaja ini yang tampak pucat, membuatnya tak tega meninggalkan Silma sendirian.

"Gak usah dok, saya bisa pulang sendiri. Paling bentar lagi bis nya dateng," tolak Silma halus.

Karena Dokter cantik itu terus mendesak Silma agar mau pulang diantarnya, akhirnya Silma mengalah dan masuk ke dalam mobil itu.

"Biasanya kamu konsul abis pulang sekolah, tumben sekarang gak sekolah?" ucap Sinta membuka pembicaraan.

Silma hanya menggeleng pelan, seperti tak mau membahas ini lebih lanjut, membuat Sinta menghela nafasnya, gadis ini memang sulit didekati. Bukan sulit, tapi memang Silma sukar untuk percaya begitu saja pada orang lain, sekalipun dia adalah dokter psikolog pribadinya.

Tak butuh waktu lama mobil Sinta sampai di depan rumah Silma, ia menoleh pada gadis itu yang tengah membuka seatbelfnya. "Obat dari saya jangan lupa diminum,"

"Jangan terlalu panik dan khawatir Silma, nanti kamu akan semakin pusing kaya tadi. Awas saya gak mau lihat kalo sampai kamu ngelakuin self injury lagi."

Silma mengangguk, dia menatap dokter itu segan dengan senyum tipisnya. "Iya, terimakasih dokter Sinta." ungkapnya lalu membuka pintu mobil dan keluar.

Dokter Sinta menghela nafasnya sebelum melaju pergi meninggalkan gadis itu yang berdiri di depan rumahnya dengan senyum manisnya. Ia terkadang heran, mengapa orang tua Silma memperlakukan anaknya begitu buruk.

~~

Setelah mendengar bel pulang berbunyi, Darega dengan cepat menyaut tasnya. Tingkahnya tentu saja mendapat pertanyaan dan kerutan bingung dari teman-temannya.

"Gue duluan."

"Buru-buru banget Ga?" Julian menyeletuk sambil menyampirkan tasnya.

"Iya, gak ikut nongki dulu?" saut Aditya.

"Ada perlu." Singkatnya begitu dan tanpa menjelaskan, pemuda itu lalu berlari pergi dan menancapkan gas motornya untuk menuju rumah seseorang.

Darega menghentikan motornya di depan rumah mewah yang berdiri megah, jadi ini rumah si gadis aneh itu. Tidak menyangka juga ternyata gadis yang sering diledek dan dibully habis-habisan ternyata anak orang kaya. "Kediaman Zahran Naladhipa."  batinnya.

Darega tidak bodoh, dia jelas tahu siapa keluarga Naladhipa. Keluarga terpandang, yang mempunyai perusahaan di mana-mana.

Pemuda itu membuang nafas perlahan, lalu turun dari motor. Dia memencet bel yang terdapat di sisi pagar.

Karena Takdir [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang