Part 11|Ada Apa Dengan Darega?

306 24 6
                                    


"Seorang ibu itu biasanya menyemangatkan, bukan mematahkan."

****
R

EVISI!

Darega membuka matanya, dia langsung berjengkit kaget saat gadis yang membuatnya penasaran ada di depannya. Tak lama Darega mendudukan dirinya, dan mengusap wajahnya. Dia baru saja sadar jika tengah berada di kamar gadis itu.

Wajah polos Silma mengundang Darega untuk melihatnya, tangan Darega terulur untuk mengusap dahi Silma saat kening gadis itu mengkerut beberapa kali. Tampaknya Silma mimpi buruk?

"Hei." Darega memegang lengan Silma, menyelipkan anak rambut Silma yang menutupi keningnya. Mimpi apa Silma sebenarnya, hingga berkeringat seperti ini. "Cewek an-"

"Jangan pergi!" Silma terbangun dan tiba-tiba memeluk Darega dengan erat.

Sedangkan Darega yang mendapat pelukan tiba-tiba mendadak mematung, dengan ragu ia membalas pelukan Silma.

Namun gadis itu lebih dulu melepasnya dan beringsut menjauh dari Darega. "Ma-maap," ucap Silma dengan terengah-engah.

Darega berdehem sambil mengusap belakang lehernya, suasana dan aura yang ada di antara mereka mendadak awkard. "Lo mimpi buruk?"

Sadar Silma tidak akan menjawab, mengalihkan pembicaraan adalah ide yang tepat. "Kepala lo udah mendingan?"

Silma mengangguk, dia mengusap wajahnya lalu menoleh pada Darega. "Udah, makasih udah bantu saya." Bibirnya sedikit mengulas senyum tipis.

Baru kali ini Darega melihat Silma tersenyum, dia berdehem, "Santai, gak usah kaku gitu,"

"Tapi inget, gak gratis." Darega terkekeh garing.

Getaran ponsel yang Darega simpan di atas nakas, membuat mereka mengalihkan tatapannya.

Silma membuang nafasnya, saat Darega pergi ke balkon untuk mengangkat telepon.

"Kenapa?" kata pertama kali keluar dari mulut Darega waktu mengangkat sambungan telepon dari Aditya.

"Markas Ga! Siaga satu!"

"Keola otw buat ulah."

Gigi Darega bergemulutuk, dia meremas ponselnya kuat. "Gue kesana!"

Dia kembali mengantongi ponselnya, Darega meraih jaket dan tasnya. Sebelum pergi ia menatap Silma yang tengah memijat pelipisnya. "Lo masih pusing?"

Silma mendongak lalu menggeleng, "Dikit, nanti juga mendingan."

Darega mendekatinya, membuang nafas kasar. Dia mengusap rambut gadis itu, "Jangan lupa makan, obatnya diminum lagi,"

"Gue pulang dulu." Darega tersenyum tipis, dia menepuk kepala Silma lembut. "Cepat sembuh tutor aneh."

Meskipun mengesalkan, tapi entah kenapa Silma senang. Ia berdiri di balkon, menatap motor Darega yang baru saja melaju.

"Jangan kasih aku perhatian lebih Darega, aku takut tidak bisa mencegah perasaanku," gumam Silma.

~~

Karena Takdir [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang