Part 35|•Adefta Sastra Wijaya•

158 15 1
                                    


"Saat Cinta merubah segalanya"

___________________________________

"Mamah pergi dulu ya!" Dahlia mengulum senyum, mengetahui putranya memiliki hubungan dekat dengan gadis di depannya, ia harap gadis itu bisa membuat Darega bahagia, membuat bibir itu kembali tersenyum lebar setelah sekian lama.

Silma tersenyum canggung, apalagi saat ini Darega terus saja menatapnya dan mengenggam jemarinya. Tau yang Silma rasakan? Malu? Jelaslah, apalagi di depannya ada ibu dari pemuda itu sendiri.

Silma mencoba menarik tangannya dari Darega, tapi sialnya lelaki itu malah mengeratkannya sambil tersenyum sarat akan peringatan. Sungguh suasana ini membuatnya tak nyaman.

"Yaudah sana, Mah! Kasihan Arsha," timpal Darega tak acuh.

Wanita itu tersenyum kecil, sambil mengusap rambut putranya sebelum pergi, Dahlia sangat berharap semoga Darega dapat menemukan kebahagiaannya lewat gadis ini. "Titip Darega ya Silma?"

Silma menunduk, seraya mengangguk pelan. "Iya tante, hati-hati!" cicitnya dengan malu, hampir saja tubuhnya menegang saat merasa usapan lembut di kepalanya. Tante Dahlia melakukannya? Perlakuan yang sama seperti seseorang yang dulu sering melakukannya.

Setelah Dahlia pergi, keduanya hanya diam. Darega dengan rasa malunya, dan Silma dengan perasaan canggung yang mendera. Pemuda itu menatap Silma dalam yang berusaha mengalihkan tatapannya, soal ungkapannya kemarin membuat Darega merutuki dirinya sendiri, karena dia mereka berdua jadi canggung, mana di tambah tadi dengan pelukan refleksnya lagi.

Duh, Darega jadi takut Silma menjauh karena ungkapannya kemarin, apa ia terlalu cepat mengungkapkannya ya? Tapi setidaknya ia lega, ternyata perasaan aneh yang selalu muncul saat bersama Silma itu adalah sebuah rasa ketertarikan yang meningkat menjadi rasa suka dan kemudian sayang.

Darega mengusap belakang lehernya, "Di luar ada siapa?" tanyanya basa-basi.

"Ada te-" Silma tidak lagi melanjutkan kalimatnya saat pintu kamar inap kembali terbuka, dan munculah Julian bersama Alvin dan Zeva di belakangnya. Spontan cekalan tangan mereka pun juga ikut terlepas.

"YOO WASAP MAMEN!!"

"Berisik!" tegur Alvin dengan tatapan sinis seperti biasa, dia menatap Darega yang menatap mereka dengan tatapan datar lalu duduk di sofa sambil menarik Zeva untuk duduk juga di sampingnya.

Beda lagi dengan Julian yang memang sengaja ingin meledek Silma dan Darega, ia tersenyum tengil sambil menghampiri Darega.

Darega memasang tatapan datar, nyesel rasanya Darega tadi sempat menanyakan, bau-bau tak enak sudah terasa saat cowok itu berdiri di samping Silma. "Cepet sembuh lo Ga, kasihan si Silma mewek mulu!" celetuk Julian, sambil meyengir pada Silma.

Darega tersenyum tipis, matanya spontan menatap Silma yang tengah menunduk malu.
"Ciee nangisin gue," katanya ikut menggoa Silma, membuat pipi gadis itu bersemu merah.

"Apaan? Enggak kok!" jawab Silma cepat.

Darega terkekeh pelan, dia menarik lengan Silma untuk kembali mendekat. Membisikkan sesuatu pada telinga gadis itu dengan suara rendahnya, "Jangan tangisin gua lagi ya? Gue gak pantas jadi objek untuk lo tangisin,"

Karena Takdir [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang