"Jalani, syukuri, nikmati. Itulah hidup"______________
Lelaki ini selalu tahu tempat yang bisa membuat Silma tenang, sebuah tempat yang hanya ada keheningan di antara mereka berdua, tempat yang awal mula bertemunya mereka.
Sejenak mereka saling diam, Daniel memberi waktu Silma untuk menetralkan rasa emosinya, ia tahu gadis ini sedang tidak baik-baik saja.
Terdiam merasakan terpaan angin sejuk di kulitnya berharap bisa juga menyegarkan suasana hati keduanya.
"Aku tau kamu gak kenapa napa," ujar Daniel, cowok itu menoleh pada Silma, "Aku siap jadi pendengar buat kamu," tambah Daniel, ia hanya mulai menjalankan tugasnya.
Melihat kepedulian Daniel membuat Silma terenyuh, tak terasa kini air matanya begitu saja jatuh terharu, hari ini ada dua orang lelaki yang terlihat begitu peduli dengannya.
"Jangan nangis." Tangan Daniel mengusap lembut air mata Silma, lalu menurunkan masker yang menutupi setengah wajah gadis itu. Ia tak kaget lagi melihat luka goresan Silma, karena sebelumnya seseorang sudah memberitahu soal ini.
Bukannya reda tangisan Silma malah semakin menjadi, apalagi saat Daniel membawanya kedekapan hangat miliknya.
"Keluarin semuanya," bisik Daniel, lirih.
Silma melepas pelukannya, keduanya saling menatap dalam, antara ragu dan percaya, Silma takut salah orang lagi.
"Mau cerita?"
Silma mengangguk pelan, tatapannya beralih menatap lurus ke depan. Silma menghela nafas, baiklah kali ini ia harap semoga tidak salah memberikan kepercayaan, Silma memilih bercerita, karena jujur ia juga tak sanggup menanggung ini semua.
Dari balik senyumnya, Silma rapuh.
"Aku capek Niel,"
"Kenapa harus aku yang ngalamin ini semua?"
"Apa aku lahir hanya untuk dibenci semua orang? apa aku gak pantas disayangi? Apa aku gak berhak bahagia? Aku cuma pengen disayang sama Mama dan Papa."
Yang Daniel lakukan sekarang hanya mengelus lembut punggung gadis ini yang bergetar menahan tangis. Ia membiarkan gadis itu meluapkan segala unek-uneknya yang mengganjal di hati.
Tubuh Silma kini menghadap ke arah Daniel sepenuhnya, "Aku benci diri aku aku sendiri," lirih Silma menangis tergugu.
Pemuda itu kembali memeluk Silma dengan erat, berusaha membuat gadis itu tenang. Tangannya dengan lembut mengusap rambut Silma, "Gak boleh gitu, love be your self, "
"Hanya kamu satu-satunya orang yang peduli pada dirimu sendiri, saat orang lain tak peduli."
"Jangan diterusin kalo gak kuat," bisik Daniel di telinga Silma saat gadis itu malah semakin terisak.
Silma mengeleng di dalam dekapannya, "Aku bodoh, aku pembawa sial, aku cacat mental, aku gak bisa sempurna seperti kata Mama." Silma memukul-mukul dada Daniel, dan berakhir lemah.
Daniel melepas pelukannya, menatap Silma hangat. Air mata itu di usapnya dengan lembut, "Tuhan selalu nyiptain segalanya dengan baik, gak usah pikirin perkataan orang, kamu hebat menurut orang-orang yang tepat,"
"Dan ingat gak ada yang sempurna di dunia ini, setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, so intinya kamu harus bersyukur aja."
Daniel tersenyum hangat pada Silma, "Jadi kamu jangan kaya gitu lagi, oke?" Tangannya beralih merangkul pundak rapuh milik gadis ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Takdir [Tamat]
Roman pour Adolescents[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] ------ "Gak semua cowok brengsek seperti yang Lo takutin!" Akibat permintaan dari gurunya yang mengakibatkan mereka jadi dekat. Baru saja ia bisa merasakan bahagianya Cinta. Namun, takdir mengubah semuanya. Ya, karena t...