Part 7|Debaran Asing

251 27 3
                                    


"Menganggumimu adalah rahasia terbesarku, satu-satunya hal yang selalu ku elakkan tapi tetap ku lakukan. Dua kata tersirat makna, aku menyukaimu."

____________

Silma berdiri di depan halte bis, menunggu angkutan umum yang lewat. Sudah satu jam lamanya ia berdiri, namun nihil angkutan umum di jam segini sangat jarang. Padahal bel pulang sekolah sudah dari tadi berbunyi, mungkin sekolahnya juga sekarang sudah mulai sepi. Tidak biasanya Mang Udin telat menjemput Silma.

Gadis itu berjongkok, menatap langit yang kini perlahan menghitam, sepertinya hujan akan turun mengguyur menemani malam ini. Ia beralih menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 15.30, sudah terlalu lama dari bubarnya sekolah, Silma takut Mamanya khawatir.

Pegal terlalu lama berdiri, Silma memilih duduk di bangku halte, dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah kotak musik dari lelaki asing tadi, mendengarkan alunan musik membuat hati Silma sedikit tenang.

Darega yang baru saja keluar dari gerbang belakang sambil membawa motor memicing pada seorang gadis yang tengah duduk di halte. Ngapain dia? batin Darega, lelaki itu menjalankan motornya dengan pelan, hingga tiba di depan halte.

"Ngapain?" tanya Darega saat Silma mendongak.

Silma tak menjawab, dan memilih memasukkan kembali kotak musik itu ke dalam tasnya. Ia menggendong tas ranselnya, dan kembali menunduk. "Kamu juga... belum pulang?"

Darega berdehem, dan menggelengkan kepalanya meski Silma tidak akan melihatnya. Lelaki itu turun dari motor, lalu duduk di samping Silma. Darega terkekeh geli saat gadis itu langsung bergeser menjauh.

"Belum, lo sendiri?"

Silma menggeleng, dengan tangannya yang saling bertaut menandakan jika dia gugup. Ini kedua kalinya Silma berbicara berdua dengan Darega. Dan si mostwanted ini berhasil membuat sesuatu di dadanya berdegup kencang.

Melihat gerak tak nyaman Silma, membuat Darega tersenyum smirk, pemuda itu sengaja kembali bergeser mendekat. "Mau pulang bareng?"

"Enggak usah, saya bisa pulang sendiri," tolak Silma, dia mendesis pelan saat Darega malah semakin menggeser padanya. "Stop! bisa jauhan gak?" Ia sudah mentok pada tembok pembatas, sedangkan Darega semakin mepet pada tubuhnya, dan itu cukup membuat Silma tak nyaman.

"Yakin gak mau pulang bareng gue?" bisik Darega di telinga Silma, tak peduli dengan permintaan gadis itu, ia malah semakin merapatkan tubuhnya pada Silma. "Di sini banyak anak geng motor yang lewat loh."

Silma menoleh pada Darega, ia meremas roknya takut.

"Lo gak mau di apa-apain sama mereka 'kan?"

Darega terkekeh, dia membenarkan tas ranselnya dan beringsut menjauh dari Silma. "Yaudah kalo lo gak mau, gue juga gak peduli." Lelaki itu tersenyum sinis, sebelum berjalan.

"Tunggu!" tahan Silma menarik ujung jaket Darega, perkataan lelaki itu tadi membuat Silma teringat kejadian dulu. "Saya ikut kamu," cicit Silma sambil menunduk.

Darega tersenyum segaris, "Yah tapi, sekarang kalo mau pulang bareng gue ada syaratnya, gak papa?"

Silma mendongak, menatap lelaki itu yang juga menatapnya. "Apa syaratnya?"

Karena Takdir [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang