LDR paling berat itu ketika, aku ke masjid kamu ke gereja.Tapi kita masih bisa sama-sama ke tukang bakso kok.
-Unknown-¤c
***
Pagi ini Silma tengah mendengarkan curhatan Zeva tentang alasan gadis itu yang tiba-tiba pindah ke SMA ini.
"Jadi kamu pindah ke Merpati itu gara-gara buku punya gurumu itu?"
Gadis itu mengangguk, tak lama menggeleng lagi. Silma jadi bingung. "Iya, tapi enggak semuanya bener juga sih, gue pindah ke Merpati emang dapet beasiswa juga sih,"
"Awalnya emang gue gak ada niatan buat nerima beasiswa dari sini, alasannya karena gue udah nyaman sama sekolah dulu. Tapi Merpati gak seburuk gue pikir, apalagi ada lo yang bisa jadi temen gue."
Silma tertawa kecil sambil membenarkan kacamatanya, "Bukan karena ada Alvin nih?" godanya yang membuat mata Zeva melotot.
"Apaan sih! Kok malah jadi si cecunguk satu itu!" Zeva cemberut.
Silma tersenyum tipis, lalu meminta maaf karena sudah membuat gadis itu kesal. "Sek-"
"Bentar! Kalo gue lihat-lihat." Zeva tiba-tiba memotong ucapannya, gadis itu menangkup wajah Silma. "Kenapa pipi lo merah gini?"
Silma menegang, apa tamparan ayahnya terlalu keras ya? Sampai bekasnya pun tidak menghilang juga, padahal ia sudah menutupinya dengan pondation, mengapa Zeva masih menyadarinya juga sih. Silma menepis pelan lengan Zeva, "Digigit semut Je," elaknya sambil tersenyum tipis.
Zeva tampak tak percaya, tapi ia bisa membaca gerak-gerik Silma yang tak nyaman dengan pertanyaannya, lebih baik ia mengalihkan pembicaraan. "Eh btw, buku punya guru gue udah gue serahin lho!" serunya antusias.
Silma bukan Zeva yang bisa mengubah mimik wajahnya dalam waktu sesingkat itu, gadis itu tersenyum canggung, "Oh ya? Emang udah ketemu?"
"Udah, dan ternyata si Alvin kampret yang bawa buku itu!" gerutu Zeva sambil mengepalkan tangan ke atas dan menonjok angin, seolah yang ditonjoknya itu adalah Alvin.
Silma berdehem, lalu menyungging tipis, "Awas kamu nanti malah suka sama dia,"
"Apaan? Gak akan ya!!" Mata gadis itu langsung melotot, dan mengusap dada beberapa kali dengan ekpresi jijik.
Silma tertawa melihatnya, ternyata begini ya rasanya mempunyai teman. Seumur hidup Silma baru merasakan kenyamanan dengan seorang teman bersama Zeva, dulu waktu bersama Sahara Silma tidak senyaman ini, ia masih kaku.
-------------
Bel masuk sudah berbunyi lima menit yang lalu, tapi tidak ada yang terlihat akan bangkit dan memulai pelajaran.
Kelima pemuda itu masih tampak asik nongkrong di kantin belakang, apalagi sudah ditemani dengan semangkuk mie rebus dan teh manis, beuh! tambah malas Julian ke kelas.
Bukan hanya mereka saja yang ada di sini, anak-anak Cyber yang lain pun masih di sini, memang kantin belakang sekolah adalah wilayahnya para badboy macam mereka.
"Masuk kagak nih?" tanya Julian seraya menaik turunkan alisnya, di tangan cowok itu terdapat dua bungkus cilok, selain suka wanita Julian juga suka cilok lho.
"Udahlah bolos ajaa," usul Aditya dengan mata yang fokus pada ponsel, apalagi yang cowok itu lakukan jika bukan bermain game.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Takdir [Tamat]
Ficção Adolescente[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] ------ "Gak semua cowok brengsek seperti yang Lo takutin!" Akibat permintaan dari gurunya yang mengakibatkan mereka jadi dekat. Baru saja ia bisa merasakan bahagianya Cinta. Namun, takdir mengubah semuanya. Ya, karena t...