_Selamat Membaca_
--------
Setelah kejadian tadi, Silma langsung saja pergi dan kembali ke kelasnya, karena bel masuk juga sebentar lagi akan segera berbunyi.
Dia tersenyum tipis melihat Zeva yang bersedekap dada di depan pintu kelas, ah ia jadi merasa bersalah telah meninggalkan gadis ini sendirian, padahal tadi mereka sudah berjanji untuk makan siang bersama di kantin.
"Jahat lo, ninggalin gue gitu aja," rajuk Zeva cemberut yang membuat Silma meringis tak enak.
"Aduh maaf banget ya Je, ak-"
"Eh, mata lo kok sembab?" Wajah Zeva yang tadinya cemberut kini berubah panik melihat setitik cairan di sudut mata gadis itu, "Lo habis nangis?"
Silma terdiam, tak lama mengulum senyumnya tipis, "Enggak kok, kelilipan doang tadi." Silma mengucek kedua matanya, berusaha mengelak tatapan intimidasi dari Zeva.
Zeva menghembuskan nafasnya kasar, ia sadar dari gestur yang diberikan Silma, gadis ini memang terlihat masih sungkan padanya.
Baiklah untuk kali ini, dia tak ingin memaksa Silma bercerita, mungkin Silma belum sepenuhnya percaya padanya. Zeva hanya akan selalu berusaha ada di samping Silma, karena ia rasa Silma sangat membutuhkan seseorang sebagai tempat mengadu gadis itu, dan Zeva akan berusaha menjadi seseorang itu.
Mereka berdua masuk saat bel masuk jam terakhir berbunyi nyaring.
Tatapan penuh benci dan tak suka yang mengarah pada Silma membuat Zeva muak, ia melirik pada Silma yang malah tersenyum manis menanggapi cibiran itu. Sungguh Zeva tak tahan lagi ia menatap tajam orang yang menatap Silma tak sopan.
"Si munafik tuh,"
"Gak sudi gue temenan sama dia!"
"Tau si Zeva mau-mau aja sih temenan sama si aneh itu, najis!"
Tangan Zeva mengepal sumpah telinganya saja sudah panas mendengar perkataan pedas mereka, apalagi Silma yang mereka pojokkan, "Heh, jaga mulut kalian ya!" sentaknya dengan pelototan tajam
Zeva menoleh saat lengannya diusap halus okeh Silma, ia mendelik pada Silma yang dibalas gelengan dengan senyum tipis gadis itu. Sumpah, Zeva tak mengerti sekuat apa perasaan Silma.
Ia menghela nafas dan mengapit lengan Silma membawanya berjalan menuju bangku saat Pak Rohmat--- si guru mata pelajaran memasuki kelas.
"Assalamualaikum anak-anak." salam Pak Rohmat, "Silakan Buka buku paket hal 45, kerjakan latihan 1, 2, dan 3!"
"Waalaikumsalam pak."
Serempak murid-murid memprotes tak terima, mendapat tugas yang begitu banyaknya, lagian mana ada yang diberi tugas bahagia, kecuali orang pintar.
"Yah banyak banget Pak," protes Andi teman sekelas Silma yang paling malas.
"Tau, yang kemarin aja belum ngerti!" timpal temannya Andi, Dandi namanya.
"Sudah-sudah, kerjakan!" tegas Pak Rohmat mutlak.
Kelas pun hening seketika, semua murid sibuk mengerjakan tugasnya, namun tak bertahan lama saat pintu kelas itu kembali terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Takdir [Tamat]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] ------ "Gak semua cowok brengsek seperti yang Lo takutin!" Akibat permintaan dari gurunya yang mengakibatkan mereka jadi dekat. Baru saja ia bisa merasakan bahagianya Cinta. Namun, takdir mengubah semuanya. Ya, karena t...