Part 32|Kacaunya Silma

194 16 4
                                    


"Apa masalah di dunia memang seperti ini? Yang satu belum selesai, dan yang lain datang lagi"

_______________________________________

Mereka membuka ruang IGD itu dengan pelan, hal yang terlihat oleh mata ke empatnya adalah tubuh seorang cowo yang tengah terbaring lemas. Di tubuhnya terdapat alat medis yang entah apa itu namanya mereka tak tahu.

"Ga, bangun dong!!" lirih Julian berdiri di samping brankar Darega. " Gak sopan banget lo, kita kesini lo malah enak tidur," lanjutnya.

Mereka menatap sendu Darega. "Iya bangun Ga, gue rela deh lo ceramahin lagi asal lo bangun," sambung Naja.

Sedangkan Aditya, si cowok manis itu malah sudah menyeka air matanya, tatapan tajam dari Alvin pun ia hiraukan. Aditya memang sedikit cengeng bila sudah menyinggung orang terdekatnya.

"Hooh Ga, baru aja kita maaf-maafan ama si Julian." Julian merangkul bahu Adit yang berdiri di sampingnya, lelaki itu menatap sedih lalu mengusap wajah Aditya dengan tangannya, "Jangan nangis bolot, inget kata si Alvin. Kalo lo nangis, gue kan ikut terhura jadinya."

Aditya melepas tangan Julian di pundaknya, cowok itu mengusap hidungnya, yang sedikit mengeluarkan ingus, "Lupa Jun, gak inget." Adit menyedot ingusnya, "Btw, tangan lo kok bau Jun? hiks."

Julian menyengir lebar, "Hehe, abis cebok tadi gue."

"Jorok banget sih lo, hiks... " Aditya mengeplak pelan tangan Julian.

Julian hanya menyengir lebar, cowok itu menyodorkan sebuah tisu pada Adit, "Udah kali nangisnya, bengek kan lo!" ejeknya, "Gue juga sedih sebenernya, tapi tatapan si Alvin tajem bener, bikin merinding," lanjut Julian berbisik, dengan suara yang sengaja dikeraskan, niatnya memcairkan suasana.

Alvin sendiri sekarang sudah tidak peduli dengan kerusuhan sahabatnya itu. Pikirannya masih mengarah pada ucapan dokter tadi.

"Hiksrott, Kaki lo Jun!" ucap Adit, seraya menyedot ingusnya.

Julian tertawa kecil, "Iya, kaki gue lentik kenapa?"

Aditya menggeleng, "Kaki lo!" kata cowo itu lirih.

Sedangkan Julian semakin bingung dengan sahabatnya, "Iya, kenapa sih? Kaki lo insinyur gitu?"

Aditya menarik nafasnya, "KAKI LO NGINJAK KAKI GUE BANGSAT!!!"

Teriakannya membuat Alvin menatap mereka tajam, apa mereka tidak bisa bersikap serius sejenak saja. Alvin sampai pusing di buatnya, bagaimana bisa ia berteman dengan buntelan hitut macam mereka berdua.

Hingga Alvin akhirnya menyuruh mereka bertiga keluar, Naja juga sama berisiknya dengan mereka, dari tadi cowok itu malah memainkan koin gopek, menggesek-gesekan pada brankar Darega hingga menimbulkan suara berisik. Memang tidak ada yang benar temannya itu, yang satu cengeng, yang satu gak bisa diem, dan satunya lagi si gabutan.

"Bangun! Lo gak ngerasa berdosa gitu sama kita? Jelasin kejadian hari ini jangan bikin kita penasaran!" Alvin akhirnya mengeluarkan suara setelah mereka pergi, ia terkekeh garing. "Gue tahu lo bukan cowo lemah Ga! Bangun, Silma butuh lo!"

Cowok itu mengusap sudut matanya, "Lemah lo! Baru di tonjok dada aja sampai kaya gini!"

Alvin rasa Darega tengah menyembunyikan sesuatu. Entah itu apa, yang jelas itu pasti adalah sebuah rahasia yang amat besar, karena memang yang Alvin tahu Darega adalah lelaki yang pandai menyimpan rahasianya sendiri. Cowok itu selalu bilang 'gue bukan cowok lemah, yang selalu curhat kalo ada masalah!'

Karena Takdir [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang