5. Upik Abu

10.6K 713 8
                                    

"Bahkan upik abu sekalipun bisa terlihat seperti Cinderella jika merubah penampilan."

---StarSea25---

♥♥

Seorang perempuan cantik tengah duduk santai di sebuah sofa yang berada di ruang tamu. Ia menaruh kakinya bersilang di atas meja sambil memainkan ponsel terbaru miliknya yang seminggu lalu dibelikan oleh ayahnya.

Iris hijau terang Vi terbelalak berbinar saat melihat satu set perhiasan keluaran terbaru di dalam layar ponselnya. "Perhiasan ini indah sekali! Aku harus memilikinya! Daddy harus membelikan perhiasan ini untukku!"

Seketika, ponselnya berdering. Satu panggilan masuk dari sahabatnya.

"Halo," sapa Vi riang.

"Are you happy, Vi?"

"Of course yes. Aku baru saja melihat sebuah perhiasan yang menjadi hot news saat ini, Nao. Aku sangat menginginkannya." seloroh Vi semangat.

Naomi terkekeh pelan. "Aku juga. Atau mungkin semua wanita di dunia ini juga menginginkannya."

Pembicaraan mereka terus berlanjut menyenangkan.

Vee masuk ke ruang tamu setelah mencuci dan menjemur pakaian tersenyum tipis melihat senyuman manis di wajah kakak perempuannya. Ia pun melanjutkan pekerjaannya membersihkan rumah. Melelahkan. Namun ia harus melakukannya. Ibunya telah memecat semua asisten rumah tangga karena pengeluaran yang semakin besar tapi pendapatan ayahnya tidak mencukupi. Alhasil, dialah yang diperintahkan sang ibu untuk melakukan semua pekerjaan yang biasa dilakukan oleh seorang asisten rumah tangga.

Anehnya, hampir setiap hari ibu dan kakaknya selalu pergi dan pulang dengan membawa banyak paper bag belanjaan dengan logo mall-mall mahal dan berkelas. Saat itu, ia tidak sengaja melihat isi salah satu paper bag belanjaan. Barang-barang branded dan keluaran terbaru hampir dibawa setiap hari oleh ibu dan kakaknya itu. Sempat ia berpikir, bukankah ayahnya sedang mengalami kesulitan keuangan---bahkan sampai berhutang besar pada suatu perusahaan? Tapi kenapa, ibu dan kakaknya malah dengan seenaknya belanja layaknya sosialita kelas atas?

Namun, Vee tidak ingin berburuk sangka pada ibu dan kakaknya sendiri. Vee menggeleng pelan. Ia fokus membersihkan debu di beberapa vas bunga kesayangan ibunya dengan sangat hati-hati.

"Kau lihat saja nanti. Aku yang akan mendapatkan perhiasan itu dan memakainya di pesta ulang tahunmu bulan depan." kata Vi sombong.

"Sayang. Lihat dulu harga satu set perhiasan itu. Setelah itu kau akan syok." kekeh Naomi mengejek.

Vi mencebik. "Berapapun harganya, ayahku akan membelikannya untukku. Aku adalah kesayangannya." balasnya percaya diri.

Naomi terkekeh pelan. "Maybe yes untuk perhiasaannya. Tapi, untuk kesayangan Daddy..., aku rasa tidak."

"Apa maksudmu?!" geram Vi. Ia semakin kesal saat mendengar tawa pelan yang cenderung mengejek dari balik ponselnya.

"Kau tidak lupa jika Vee adalah kesayangan ayahmu, kan?"

Vi mencebik. Ia juga tahu itu, tapi tetap saja ia tidak terima. "Tutup mulutmu, Naomi!" desisnya kesal.

Vee yang berdiri tidak jauh dari Vi mengernyit samar. Apa yang membuat kakaknya itu sangat kesal?

"Okay."

Vi mencebik.

"By the way, di mana Baby Vee? Aku sangat merindukannya, Vi." gurau Naomi.

"Naomi!" jerit Vi kesal. Ia mematikan panggilan itu sepihak, menggeram. Mengapa semua orang sangat menyukai Vee?

Iris hijaunya tanpa sengaja melirik punggung mungil Vee. Amarahnya langsung naik begitu teringat perkataan sahabatnya beberapa saat yang lalu.

"Vee!"

Vee menoleh. "Ya, Kak?"

"Kemari kau!" perintah Vi.

Vee segera menghampiri kakaknya. "Ada apa, Kak?"

Vi melirik penampilan Vee dari atas sampai bawah. Wajah kecil tanpa polesan bedak itu memang sangat cantik---terkesan imut, lembut dan manis. Hidung mancungnya, mata bulat besar beriris hitam bening dan bibir tipis kemerahannya yang sekarang tampak pucat. Semua itu---Vi akui dalam hati jika adiknya memang cukup menarik tanpa riasan apapun.

Matanya beralih pada penampilan Vee. Rambutnya kering tidak terawat, pakaiannya cukup bagus namun tampak lusuh. Vee tidak ada bedanya dengan seorang upik abu. Berbeda dengannya. Hampir semua pakaian branded melekat di tubuhnya, membuatnya terlihat lebih cantik, elegan, menawan dan berkelas. Lalu, apa yang membuat semua orang lebih menyukai Vee di banding dirinya?!

Tersadar akan kebodohannya, Vi mendesis rendah. Sialan! Apa yang baru saja ia lakukan? Bisa-bisanya, ia membandingkan dirinya yang mahal dengan adik rasa pembantunya itu?!

"Apa kakak menginginkan sesuatu?" tanya Vee polos.

"Aku ingin penderitaanmu." Vi tersenyum manis.

Vee membulatkan mata lucu. Apa maksudnya?

Vi berdiri, berjalan ke arah buffet---tempat di mana vas-vas indah kesayangan ibunya tertata dengan rapi dan bersih. Ia memegang salah satu vas bunga yang paling disukai ibunya, memutar tubuh dan berjalan menghampiri Vee dengan bibir mengukir senyuman jahat. Kini, ia berdiri tepat di hadapan adiknya.

Vee mengernyit tidak mengerti. "Kak. Vas bunganya masih kotor, ya?" tanyanya lugu.

Seketika, ia melotot ngeri saat melihat kakaknya itu mengangkat vas bunganya tinggi-tinggi, seolah siap menghancurkan vas mungil namun indah yang pastinya sangat mahal. Vee menahan lengan sang kakak. "Jangan, Kak! Itu milik Mommy! Nanti kakak dimarahi Mommy."

"Mommy memarahiku?" Vi mengerjap, tergelak anggun. "Mommy tidak akan pernah memarahiku. Aku ini anak kesayangannya, Vee." imbuhnya sombong.

Vee terdiam, membenarkan perkataan sang kakak dalam hati. Ia menatap Vi yang ingin tetap membanting vas bunga ke lantai dengan tatapan memohon. "Jangan, Kak. Nanti Vee yang akan dimarahi Mommy jika vas bunganya pecah ...," keluhnya lirih.

"Memang itu yang aku inginkan." sahut Vi santai, seolah apa yang akan ia lakukan tidak akan berakibat fatal.

"Jangan, Kak. Vee mohon ...." Vee menggeleng, menahan lengan Vi sambil terus memohon. Airmata sudah membasahi pipinya.

"Mommy akan memarahimu, Baby Vee ...," kerling Vi jahil.

"Jangan, Kak ...." Vee menggeleng kuat saat Vi semakin mengangkat vas bunga itu tinggi-tinggi. Tubuhnya merinding pelan ketika membayangkan hukuman apa yang akan diberikan oleh sang ibu padanya.

Tak lama, suara pecahan terdengar khas di ruang tamu. Vee menangis tergugu. Ia menggeleng pelan saat melihat vas bunga yang sangat indah itu telah hancur berkeping-berkeping. Ia sangat takut akan kemarahan ibunya.

"Suara apa itu?"

Tubuh Vee menegang mendengar suara yang sangat familiar di telinganya. Sedangkan Vi tersenyum puas. Ia menatap adiknya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Ayahnya sedang tidak berada di rumah dan Vee tidak akan selamat dari kemarahan ibunya.

Game over, Baby Vee....

♥♥

HOPE YOU LiKE IT!

Teruntuk kamu yang memiliki kakak perempuan, semoga akur. Jangan iri kalau semisal kamu merasa kakakmu lebih disayang dan dielukan oleh keluargamu😊

My Mr. OPPO [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang