9. Niat Terselubung

8.6K 738 0
                                    

"Mengharapkan sesuatu pada selain Tuhan, hanya akan menciptakan kekecewaan."

---StarSea25---

♥♥

Vee turun dari mobil Ferrari hitam milik kakaknya, menatap ke depan sambil mengernyit kebingungan. Ia merapatkan mantelnya karena salju mulai turun. Bukankah seharusnya Vi mengantarnya ke rumah sakit untuk memeriksakan luka-lukanya? Mengapa kakaknya malah membawanya ke mall?

Vi keluar, menutup pintu kemudi mobilnya setelah memarkirkan mobilnya di parkiran yang berada di kawasan GUM. Ia merapatkan mantelnya sebelum berjalan masuk kedalam mall, mengabaikan kebingungan di wajah adiknya.

Vee berlari kecil, mengejar kakaknya yang telah masuk lebih dulu. Ia celingukan saat kehilangan jejak sang kakak. Hingga akhirnya, mata indah itu menemukan kakaknya berada di salah satu toko pakaian.

Vi terlihat serius memilah dan memilih beberapa pakaian. Meninggalkan adiknya, ia tidak peduli. Ia hanya ingin belanja sekarang.

"Kak," panggil Vee yang berdiri di belakang kakaknya, mengekorinya.

"Hem." gumam Vi tanpa menoleh. Ia tampak sibuk dengan berbagai jenis pakaian di depannya.

"Bukankah seharusnya kita ke rumah sakit?" Vee menyuarakan kebingungannya.

"Memangnya siapa yang sakit?"

"Bukankah kakak mengatakan pada Mommy akan membawa Vee ke dokter?"

Vi berhenti, menoleh dan menatap Vee lekat sebelum tertawa pelan. Lalu, kembali sibuk memilih pakaian. "Aku ingin ke mall, belanja. Bukan ke rumah sakit."

"Tapi, Vee---"

"Luka-lukamu itu?" Vi menoleh, menunjuk tangan dan kening Vee yang sudah dibalut perban. "Sudah diobati juga, kan?"

Vee menatap kakaknya tidak mengerti. Sebelum pergi, ia memang sempat mengobati luka-lukanya. Apa salahnya? "Tapi, kenapa kakak mengatakan pada Mommy---"

"Ingin membawamu ke rumah sakit agar lukamu tidak infeksi?" sela Vi.

Vee mengangguk cepat.

"In your dream, Baby Vee." ketus Vi.

"Tapi---"

"Sandiwaraku bagus, bukan?" Vi mengibaskan rambutnya yang tergerai, tersenyum ponggah.

Vee terbelalak. "Jadi---"

"Aku membawamu ke mall untuk menemaniku belanja." ucap Vi santai.

Sekaligus menjadikanmu sebagai pelayanku....

"Tapi ...." Vee merapatkan bibir, menghela napas pasrah. Ia menatap kepergian Vi sendu sebelum mengekor di belakang kakaknya, menemaninya belanja.

Vee melihat-lihat sekitarnya takjub. GUM adalah salah satu mall terlengkap dan terbesar di Rusia. Seperti sepatu, tas, perhiasan hingga kebutuhan dapur, kebutuhan sekolah dan barang-barang elektronik lainnya, semua hal yang branded dan limitied edition ada di sini. Vee terkesiap saat sebuah pakaian mendarat di tubuhnya.

Vi menoleh, menatap tajam. "Bawa yang benar!"

"Huh?" Vee melongo tidak mengerti.

Vi mendengkus samar, kembali berjalan.

Vee perlu waktu untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia melihat beberapa pakaian di tangannya, menghela napas pelan. Ia mengerti sekarang. Vi membawanya ke mall bukan untuk menemaninya belanja, melainkan untuk menjadi kurir pembawa belanjaan. Vee tersenyum getir sambil menahan nyeri di tangan dan menahan lapar di perut.

"Cepatlah!"

Vee terkesiap. "I-iya, Kak."

Ia berlari menyusul kakaknya dan kembali mengekor di belakang Vi. Ia meringis saat kakaknya begitu antusias memilih dan mengambil banyak hal. Semua barang yang diambil Vi pastilah bukan sesuatu yang murah. Namun ia hanya bisa pasrah. Semoga semua ini tidak menimbulkan masalah nantinya.

Vee tidak menyadari, jika seseorang mengikutinya sambil mengepalkan tangan menahan marah.

Tiga jam telah berlalu, namun Vi belum juga menyudahi pencariannya. Kini, Vee terlihat sangat kerepotan. Semua barang yang dipilih sang kakak ada di tangannya bahkan hampir menutupi kepalanya. Ia jadi kesusahan berjalan sekarang.

Tanpa menyadari, jika seseorang menatapnya lekat sebelum menggeram pelan. Namun sekuat tenaga, ia menahan diri.

"Kak ...."

Vi menoleh, menahan tawa saat kepala sang adik sudah tidak terlihat saking banyaknya barang yang ia ambil. Ia mengulum senyuman jahat saat mengingat rencananya. Ia akan mempermalukan Vee.

"Dasar tidak berguna!" hardik Vi ketus. Ia berdiri di belakang Vee, menuntunnya mencapai kasir yang kebetulan tidak terlalu ramai.

Sesampainya di stand kasir, Vee meletakan semua belanjaan kakaknya. Ia meregangkan tangannya yang terasa keram, mengabaikan kesehatannya. Bohong jika ia mengatakan baik-baik saja. Nyatanya berbelanja---menemani kakaknya belanja memang sangat menguras waktu dan tenaga. Terlebih ia belum makan.

"Hitung dan bungkus cepat!" perintah Vi angkuh.

Pelayan kasir mengangguk. Ia dengan sigap menghitung semua belanjaan pelanggan. Selagi dihitung, Vi sibuk memainkan ponselnya. Sedangkan Vee hanya melihat cara mereka bekerja.

Vee tidak menyadari, jika seseorang yang berdiri tidak jauh darinya mengulas senyuman tipis saat kembali melihat wajah cantiknya. Namun detik berikutnya, ia menggeram rendah, kembali mengepalkan tangan saat melihat balutan perban di kening dan kedua tangan perempuan itu. Pipi kiri perempuan itu juga memerah. Bukan rona memerah alami, tapi seperti bekas tamparan. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa perempuan itu bisa mendapat begitu banyak luka hanya dalam setengah hari dari pertemuan mereka?

Manik hijau milik Vi berkilat senang. Kaki jenjangnya melangkah tergesa namun tetap anggun. Ia berdiri di salah satu toko perhiasan yang tidak jauh dari posisinya saat ini, menatap sebuah perhiasan yang ditutupi kaca bening itu dengan penuh kekaguman.

"God! Aku sangat ingin memilikinya." gumam Vi tanpa melepas pandangan dari perhiasan yang menjadi berita utama saat ini tersebut. Matanya tanpa sengaja melirik label harga perhiasan itu. Ia membulatkan mata syok saat melihat harga fantastis yang disematkan untuk perhiasan itu.

Vee celingukan mencari keberadaan sang kakak. Ia berjalan mendekat, berdiri di belakang Vi dan menepuk pundak putih nan mulus yang tidak tertutupi pakaian itu pelan.

Vi memekik terkejut. Ia memutar tubuh, menatap tajam. "Beraninya kau ...," desisnya menahan marah. Ia tidak mungkin memaki Vee di tempat terbuka.

Vee meremas sisi pakaiannya, menunduk takut. "Maaf, Kak."

Vi memutar mata jengah. Lalu, berjalan ke arah kasir dengan angkuhnya. Ia tidak menyadari, jika seseorang menatapnya dengan sorot membunuh. Seperti seorang predator yang menandai mangsanya.

Vee tidak sengaja melihat sesuatu yang terlihat indah. Penasaran, ia mendekat, menatap satu set perhiasan itu dengan binar kekaguman. Tangan mungilnya tanpa sadar bergerak menyentuh dinding kaca yang melindungi perhiasan branded tersebut. Matanya tidak lepas dari benda indah itu. Tanpa sadar, bibirnya mengukir senyuman lembut.

"Hei! Apa yang kau lakukan di sana?!" teriak Vi dari posisinya membuatnya menjadi pusat perhatian.

Vee mengerjap. Ia menoleh, melempar senyuman kaku ke arah sang kakak.

"Kemari!" perintah Vi keras.

"I-iya, Kak." Vee segera berlari menghampiri Vi.

Tanpa ia sadari, seseorang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan sebelum mengulas senyuman tipis di bibir.

♥♥

HOPE YOU LIKE IT!

Kira-kira siapa yang pantau Vee, ya🤔 Ada yang tau😂

My Mr. OPPO [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang