14. Kebetulan (?)

7.8K 633 2
                                    

"Tidak ada yang namanya sebuah kebetulan. Semua yang terjadi di muka bumi atas kehendak-Nya."

---StarSea25---

♥♥

Nathan menggeram marah. Berani sekali Mikhelson itu membawa pergi gadis pujaannya. Rasa cemas, panik dan takut bercampur menjadi satu. Bagaimana jika Arnav Mikhelson melukai Vee? Nathan menggeleng keras. Tidak! Ia tak, 'kan membiarkan hal itu terjadi. Vee tidak boleh terluka.

Ia berlari, menghampiri Duccati miliknya. Ingin mengejar mobil lelaki itu namun Valle mencekal lengannya---menghentikannya. Nathan menoleh, menatap tajam. "Lepas."

"Katakan pada Valle. Kakak ingin pergi ke mana?"

"Bukan urusanmu!"

"Tentu ini urusan Valle juga. Valle takut terjadi sesuatu pada Kakak." Valle bersikukuh.

"Jangan ikut campur!"

"Valle hanya ingin---"

"JANGAN IKUT CAMPUR!" bentak Nathan menghempas tangan Valle kasar hingga tubuh pemiliknya bergetar ketakutan. Namun, Nathan tidak peduli. Vee jauh lebih penting dari apa pun. "Kau pulang sendiri!"

"Tapi---"

Terlambat. Nathan sudah melajukan Duccati miliknya dengan sangat cepat---meninggalkan Valle yang hanya bisa menatap nanar kepergiannya. Lalu, menangis terisak. Hatinya sesak. Rasanya sakit sekali.

"Sweety,"

Valle menoleh, menangis. Ia merasakan pelukan hangat sang kakak menyelimuti tubuhnya tapi tidak dengan hatinya yang panas karena cemburu. Ia memeluk sang kakak erat, meremas kemeja belakangnya kuat. "Dia pergi, Kak ...."

Axel Gustav memeluk adiknya menenangkan. Matanya menatap kepergian Nathan penuh kebencian.

Demi Vee, kau meninggalkan adikku, kan? Lihat saja. Aku akan menjauhkanmu dari Vee.

♥♥

Arnav duduk tenang di salah satu kursi panjang yang disediakan oleh rumah sakit dengan wajah datar khasnya. Iris birunya berkilat khawatir. Ia menunggu gadisnya yang tengah ditangani oleh dokter di ruang ICU. Kedua siku ditumpukan pada paha, kedua tangan disatukan di depan wajahnya. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada gadisnya?

Tidak! Itu tidak boleh terjadi!

Tanpa sadar, tubuh Arnav bergetar pelan karena memikirkan kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi pada gadisnya. Keringat dingin membasahi wajahnya yang tampak pucat pias. Dadanya bergemuruh hebat, napasnya memburu dan tidak teratur. Tubuhnya bergerak gelisah dan nyaris terjatuh jika saja Jerry---yang berdiri di dinding---tidak menahan tubuhnya.

Sesaat tubuhnya mengalami panic attack disorder.

"Tuan Muda!" Jerry mendekat panik. Ia menahan tubuh yang sempat oleng itu kuat. "Anda tidak apa-apa?" tanyanya cemas.

"Y-ya." Arnav menarik napas dalam dan berhasil menguasai dirinya sendiri. Ia menatap bingung lantai marmer putih di bawahnya. Sebelumnya, ia tidak pernah merasa setakut ini---sepertinya kau berharga bagiku, Little kitten....

"Sebaiknya, Anda pulang dan beristirahat di Penthouse, Sir. Biar saya yang menjaga---" Jerry merapatkan bibir saat Arnav menatapnya dingin. Tanpa sadar, ia menelan ludah gugup. Jika tatapan bisa membunuh, mungkin saat ini dirinya sudah meninggal hanya karena tatapan. Jerry tersenyum kaku. "Sir, saya pikir---"

"Apa?!" ketus Arnav.

"Maafkan saya, Sir." Jerry menunduk menyesal.

Arnav menghembuskan napas kasar. Moodnya benar-benar buruk. "Duduklah."

My Mr. OPPO [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang