12. Kejutan

7.9K 659 11
                                    

"Takdirmu telah dirancang terstruktur oleh Tuhan. Kau hanya perlu mengikuti garis takdir yang telah ditetapkan oleh-Nya. Silakan berusaha. Sisanya serahkan pada-Nya."

---StarSea25---

♥♥

"Ada apa ini, Eva?"

Seorang lelaki paruh baya berstelan jas hitam mendekat karena mendengar keributan di tokonya. William Anderson---pemilik salah satu toko pakaian terbesar di GUM---berdiri di samping Vee.

"Nona ini belum membayar---"

"Jadi Anda yang membuat keributan di toko saya?" William menatap Vee tajam.

"Sir, dia tidak bersa---" Eva berusaha menjelaskan. Namun mendapat tatapan mematikan dari William membuat nyalinya menciut.

"Berapa total belanjaannya, Eva?"

"Duaratus ribu US dollar, Sir."

William terbelalak. Ia menatap Vee yang tengah menunduk tajam. Dadanya naik turun karena amarah. Ia membentak, "Apa Anda sengaja ingin membuat saya rugi?!"

Vee gemetar. "I am sorry, Sir ...," lirihnya merasa bersalah.

Pria tampan yang berdiri tidak jauh dari sana, memasukan tangan dalam saku celana bahannya angkuh. Apakah gadisnya tidak memiliki keberanian sedikitpun?

"Bayar belanjaan Anda dan pergi dari sini!" bentak William.

"Sa-saya tidak punya uang ...," cicit Vee takut.

"Anda tidak memiliki uang dan berani belanja di sini? Anda benar-benar memalukan!" teriak William marah.

Vee tidak bisa lagi menahan airmatanya. Ia menangis dalam diam. Kenapa ia dicaci-maki? Ia tidak bersalah. Vi-lah yang bersalah. Tapi, siapa yang akan percaya? Siapa yang akan menolongnya sekarang?

"Saya yang akan membayarnya."

Semua orang tersentak, menoleh ke belakang. Mereka melihat sosok yang paling disegani, dihormati dan ditakuti semua orang bahkan dunia tengah berjalan mendekat dengan gaya angkuh.

Vee tertegun. Dia ...?

Arnav menatap gadisnya lekat. Aku akan selalu melindungimu....

William membulatkan mata tidak percaya. Sang pewaris tunggal seluruh aset kekayaan Mikhelson datang ke tokonya? Sungguh pencapaian yang luar biasa. Ia berjalan tergesa---melupakan masalah dengan Vee, menghampiri Arnav. Ia tersenyum sopan dengan mata berbinar exited.

"Selamat siang, Mr. Mikhelson. Saya merasa tersanjung atas kunjungan Anda ke toko saya. Ada yang bisa saya bantu?"

"Berapa tagihannya?" tanya Arnav datar.

William tertegun. "Anda---"

"Berapa?"

"Semuanya duaratus ribu US dollar, Sir." jawab William gugup.

Arnav mengangguk. Ia merogoh kantong celana, mencari sesuatu tapi tidak ada. Ia menatap William datar. "Saya tidak bawa uang."

William tertegun. Biasanya semua transaksi akan dilakukan oleh asisten lelaki itu. Lalu, di mana asisten itu?

"Bagaimana jika saya berhutang dulu? Apakah boleh?"

"Tentu saja, Sir."

"Saya akan segera membayarnya. Asisten saya akan mengantarkan langsung uang beserta hadiah ke rumah Anda. Boleh?"

William tersenyum lebar. Sepenuhnya percaya. "Tentu saja boleh, Sir."

Arnav mengangguk puas. Ia melirik Vee yang tampak kebingungan sekilas. "Saya akan bertanggung jawab terhadap gadis itu. Perintahkan dua orang Anda untuk mengangkut belanjaannya ke mobil saya."

William melirik Vee sekilas. "Yes, Sir. Tapi saran saya, sebaiknya Anda berhati-hati dengan perempuan itu. Luar saja terlihat lugu, padahal dia tidak lebih dari seorang perempuan yang gila belan---"

"Shopaholic." sela Arnav dingin.

William mengangguk gugup. Sorot mata Arnav begitu menyeramkan.

Vee terisak. Ia tidak seperti itu!

Arnav menyeringai samar. Iris birunya menggelap. Ia benci jika gadisnya dihina---terlebih di depannya. Siapapun tidak boleh menghina gadisnya. "Tunggu hadiahnya di rumah Anda."

"Tentu, Sir." William tersenyum lebar.

Arnav muak. Ia berjalan, menghampiri gadisnya---menatap datar. "Let's go."

"Aku ...." Vee merapatkan bibir saat lelaki itu menatap tajam, membuat nyalinya menciut. Ia menunduk dan membiarkan lelaki itu menggenggam tangannya, membawanya pergi.

"Berhati-hatilah dengannya, Sir." pesan William serius.

Arnav berhenti di hadapan William. Ia menoleh, menyorot dingin. "Anda yang harus berhati-hati dengannya." katanya rendah, berbahaya. Lalu, pergi dari GUM.

"Apa maksudnya?" gumam William bingung.

♥♥

Selesai berbelanja, Valle mengajak Nathan lunch bersama di sebuah restoran jepang yang berada tidak jauh dari GUM.

"Lezat sekali. Ini adalah ramen terlezat yang pernah kumakan."

"Syukurlah jika kakak menyukainya."

"It's very delicios. Of course i like it." Nathan melanjutkan makannya. Ramen yang tengah disantapnya mengingatkannya pada seseorang. Ia terkekeh pelan di sela kunyahannya.

Valle mengerjap bingung. "Ada apa, Kak? Apakah ada yang lucu?"

"Vee sangat suka dengan makanan Jepang." jawab Nathan. Senyum yang tidak pernah luntur dari bibirnya membuat Valle muak. Senyuman itu bukan untuknya. "Mungkin kapan-kapan, aku harus mengajaknya lunch di sini. Bagaimana menurutmu?"

Valle tersenyum samar. Raga boleh bersamanya tapi tetap saja---hati dan pikiran Nathan berada di tempat lain. "Good idea! Jangan lupakan Valle jika Kak Vee menjadi kekasih kakak. Ingatlah, jika karena Valle, kakak tahu tempat ini."

"Of course yes."

Valle meremas sisi pakaiannya erat. Ia tersenyum kecil, berusaha keras menguatkan hati agar terlihat baik-baik saja saat Nathan menceritakan semua tentang Vee dengan mata berbinar penuh cinta dan memuja.

Nathan berhenti bicara saat matanya melihat sosok yang familiar baginya. Ia melihat jelas dari kejauhan---gadis pujaannya tengah berjalan dengan kepala tertunduk di belakang seorang lelaki yang dibencinya---ke arah parkiran, di mana mobil mahal dan mewah milik lelaki itu terparkir. Jangan lupakan kedua tangan mereka yang saling bertautan.

Nathan mengepalkan tangan. Hatinya terasa panas, cemburu. Ia berdiri, hendak menghampiri mereka namun Valle mencekal lengannya---menghentikannya.

"Kakak mau ke mana?"

"Menuntut balas." jawab Nathan datar, tanpa menoleh sambil melepas kasar tangan Valle.

Ia berjalan cepat, keluar dari restoran sambil mempercepat langkahnya hingga berlari. Ia terus berlari---mengabaikan Valle yang berteriak di belakangnya. Sayangnya sebelum sampai, Nathan tidak sengaja menabrak seorang pejalan kaki. Ia berhenti---menatap orang itu, meminta maaf. Terjadi sedikit perdebatan namun Nathan mampu mengatasinya.

Saat orang itu pergi, Nathan mengedarkan pandang. Ia mendesis kesal saat mobil lelaki itu sudah melaju sangat kencang meninggalkan area GUM. Ia teringat, jika Vee memiliki Tachophobia. Nathan mengepalkan tangan kuat.

Jika terjadi sesuatu pada gadisku, aku sendiri yang akan membunuhmu, Arnav Mikhelson.

♥♥

HOPE YOU LIKE IT!

My Mr. OPPO [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang