52. Kucing Kecilku

5.2K 408 51
                                    

"Kau adalah kesayangan yang akan selalu kubahagiakan."

~Arnav Mikhelson~

♥♥

Keesokkan harinya, ruang rawat VIP tempat Arnav dan Vee dirawat tampak dipenuhi oleh berbagai macam hadiah dari keluarga, kerabat dan sahabat untuk Arnav yang berulang tahun.

Arnav duduk di kursi sambil membuka kadonya satu persatu dengan malas. Sedangkan Vee bersandar di bangsal dengan tangan kiri dipakaikan penyangga. Melihat ekspresi langka lelaki itu membuatnya mencubit gemas sebelah pipinya dengan satu tangan yang bebas.

Arnav merasa tidak biasa dengan situasi itu dan menangkap tangan Vee di pipi sebelum menggenggamnya lembut.

"Maaf ...."

Arnav mengernyit. "Untuk?"

"Tidak ada hadiah yang bisa kuberikan untukmu," ujar Vee sedih.

Arnav mengecupi jari jemari Vee mesra sebelum menatap perempuan kesayangannya lembut. "Kau hidup. Itu adalah hadiah terbaik di hidupku, Ara."

Vee tersenyum haru karena begitu dicintai. "Ayo buka lagi hadiahnya," ujarnya lembut.

"Kurasa tidak perlu. Aku memiliki segalanya. Tidak butuh hadiah lagi."

"Sombong."

"Memang." Arnav terkekeh.

"Arv .... Aku ingin bertemu Daddy."

Tubuh Arnav menegang.

"Daddy-ku masih dirawat di sini, kan?"

Arnav mengusap rambut Vee sayang. "Kau harus banyak beristirahat agar cepat sembuh, Ara."

"Aku sudah banyak istirahat, Arv. Aku merasa lebih sehat sekarang. Ayolah .... Bantu aku menemui Daddy," mohon Vee memelas.

Arnav merasa serba salah. Banyak hal yang tidak Vee ketahui dan sengaja ia sembunyikan sementara waktu, salah satunya adalah kematian Hans.

"Arv!" seru Vee kesal karena permintaan sederhananya tidak kunjung dituruti.

Saat Arnav ingin menjawab, ponselnya di nakas berdering. Arnav meraihnya dan tersenyum samar saat melihat id caller di layar sebelum menerima panggilan masuk tersebut.

Melihatnya Vee menyipitkan mata curiga. Siapa yang menelepon?

"Halo."

Suara Arnav mungkin datar, namun wajah lelaki itu tampak cerah. Vee semakin menyipitkan mata tajam. Hmm mencurigakan.

"Hmm ... masih saja dingin. Apa sikap hangatmu itu untuk kucing kecilmu seorang?"

Arnav mengerjap. "Grandpapa tahu?"

Vee tertegun. Grandpapa? Itu berarti kakek Arnav? Seketika ia membuang muka. Wajahnya terasa panas. Ia malu karena telah cemburu tidak jelas.

Tawa ringan terdengar merdu di telinga Arnav. Ia menebak jika lelaki tuanya itu dalam suasana hati yang baik. Arnav menyandarkan tubuhnya ke kursi dan tersenyum geli melihat sikap lucu Vee. Namun dalam hati menebak-nebak alasan lelaki tua itu bahagia.

"Of course! I am a stalker!"

Mendengar suara penuh semangat itu, Arnav mendengkus. "To the point. Grandpapa mustahil menghubungi lebih dulu jika tidak ada yang penting."

"Hahaha .... Kau sangat mengerti aku rupanya, ya."

Arnav tersenyum manis saat Vee kembali menatapnya, memperhatikannya. Ia merasa berharga dan penting.

My Mr. OPPO [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang