25. Berdamai

6.8K 570 4
                                    

Didedikasikan untuk difa2511

♥♥

"Meminta maaf tidak akan menjadikan seseorang menjadi rendah atau tinggi. Sedangkan mereka yang memaafkan adalah pemilik hati yang baik."

---StarSea25---

♥♥

Semburat merah jingga menghiasi langit Moskow yang indah. Hari semakin sore, tapi Arnav tidak berniat berhenti melampiaskan emosi. Pukulan demi pukulan terdengar jelas memenuhi ruang olahraga tersebut. Arnav terus memukul matras yang tergantung dengan kuat. Tangannya terbungkus sarung tangan tinju, melindungi dari luka. Tapi, tidak dapat menahan rasa kebas---mengingat sudah lama sekali ia memukul tanpa henti. Kebas yang dirasakannya semakin menjadi. Bukannya berhenti, Arnav malah semakin keras memukul benda berwarna hitam tersebut.

Wajah tampannya terlihat kaku, tapi semakin mempesona dengan keringat yang membasahi seluruh tubuh kekar. Rahangnya mengeras dan tangan sibuk memukuli matras tanpa henti---melampiaskan emosi yang tidak bisa ia salurkan pada gadis itu.

"Biasanya semua pria---"

Arnav semakin keras memukul matras setiap kali mengingat kembali perkataan Vee yang seperti boomerang untuknya. Ia berhenti memukul, menutup mata lelah sambil menormalkan napasnya yang memburu. Arnav membuka mata, mengernyit samar---memgingat dan menyesali apa yang telah ia katakan pada Vee beberapa saat lalu.

"Kau ingin pergi, kan? Pergilah."

"Foolish, Arnav!" Untuk pertama kalinya, Arnav memaki dirinya kesal.

"Tuan ...."

Sontak, Arnav kembali bersikap dingin. Ia tidak menoleh meski ingin. "Masih di sini?"

Vee menggigit bibir, pandangannya menunduk. Arnav topless---hanya menggunakan boxer Klein Calvin, terlihat sangat menggoda di mata Vee, hingga tangan yang tengah memegang nampan berisi makanan kecil dan minuman sedikit gemetar. Vee masih tahu caranya untuk mengagumi mahakarya Tuhan yang indah.

"Kenapa diam? Bisu, ya?"

Kejam sekali. Vee menguatkan tekad. Kakinya melangkah memasuki ruang olahraga dengan riang, seolah tidak ada pertengkaran di antara mereka. Ia meletakan nampan saji yang dibawanya ke atas meja yang dikelilingi oleh setengah sofa berwarna hitam.

"Saya membuatkan Ice Matcha Tea dan Crispy Parmesan Roast Potatoes untuk Anda, Tuan."

Arnav melirik sinis. "Kau pikir..., aku mau?"

"Pasti mau. Anda pasti lapar setelah melampiaskan emosi, kan? Marah memang menguras tenaga. Saya tahu itu."

"Cih!" Arnav berdecih. Kembali memukul matras. Sepenuhnya mengabaikan Vee.

Vee menghela napas sabar melihat sikap menyebalkan lelaki itu. Matanya berpendar, menginvasi seluruh isi ruang fitness dengan sorot tertarik. Ruang fitness milik Arnav memiliki akses langsung menuju kolam renang, hanya dipisahkan oleh pintu kaca yang bekerja otomatis. Ada meja billiard, barbel dengan berbagai ukuran. Hanya saja, tidak ada alat-alat fitness berukuran raksasa seperti di tempat gym sungguhan. Mengagumkan.

Arnav menghentikan pukulannya dengan napas memburu. Posisinya membelakangi Vee. "Apa kau lupa? Aku sudah membebaskanmu. Kau bebas sekarang."

"Saya tidak lupa. Tapi, saya tidak ingin meninggalkan kesan buruk setelah kepergian saya nanti."

"Apa maksudmu?"

"Anda sangat baik," Vee menggigit bibir gugup. "Anda banyak menolong saya. Rasanya tidak pantas, jika saya membalas kebaikan Anda dengan sikap yang buruk." imbuhnya lirih.

My Mr. OPPO [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang