39. Keputus(asa)an

4.6K 423 29
                                    

"Hidup adalah keputus(asa)an. Semua orang bisa saja memengaruhi setiap keputus(asa)anmu. Di mana setiap kejadian memaksamu untuk tetap menjadi tokoh utama dalam cerita hidupmu. Sedangkan sebuah pilihan ada untuk menantangmu agar membuat keputusan sendiri."

---StarSea25---

♥♥

Suara ponsel Arnav mengalihkan ketegangan yang tercipta di antara keduanya. Lelaki itu melepaskan Vee, berjalan keluar ruang rawat Vee dengan ponsel menempel di telinga.

"Halo."

"Kenapa kau memilihnya, Ar?"

"Siapa?" Arnav mengernyit saat mendengar nada suara yang penuh dengan keluhan itu. Ia melirik jendela kaca dan melihat Vee tengah menerima telepon dengan wajah tegang. Melihatnya, bibir Arnav melengkung samar.

"Gadis misterius itu!"

Arnav berdehem. "Siapapun yang kupilih, itu urusanku. Kau tidak berhak ikut campur," katanya datar.

"Tapi, dia bekasku, Ar! Apakah kau tidak jijik menyentuh bekasku?"

"Huh? Bekas?" Arnav mengernyit tidak mengerti. "Sebenarnya, siapa yang kau maksud, Noah?"

"Tentu saja gadismu, Bodoh!" hardik Noah kesal.

"Setelah mencelaku, kau juga mencela gadisku?!" geram Arnav marah.

"Ar, listen---"

"Don't disturb me, Foolish dog!"

"Arnav---!"

Arnav mematikan sambungan telepon sepihak. Lalu, menandai nomor Noah ke dalam daftar hitam kontaknya. Tidak peduli jika lelaki itu akan marah dan mengumpatinya.

Matanya tidak sengaja menatap layar LED yang berada tidak jauh darinya. Berita tentang terungkapnya identitas gadis misterius itu menjadi hot news di seluruh dunia. Tangannya terkepal secara naluriah, rahangnya mengeras dengan mata berkilat dingin---seolah menjanjikan hari buruk.

Menahan marah, ia kembali masuk ke ruangan Vee.

Noah dan semua orang telah salah mengira dan itu karena jalang sialan itu!

♥♥

"Bagaimana jika besok? Kami sangat mengharapkan kehadiran Anda, Miss."

"O-okay," putus Vee gamang.

Sambungan terputus.

Vee menurunkan ponsel dari telinga. Matanya bergerak-gerak memikirkan banyak hal. Impiannya, ayahnya dan ... Arnav. Pilihan yang Arnav berikan terlalu sulit untuknya. Ia nyaris putus asa membujuk lelaki itu. Ia tertekan. Terlebih, ia harus memberikan keputusan sekarang juga.

Ponsel dalam genggamannya kembali berdering. Vee mengernyit dan kembali menerima telepon. "Halo," sapanya.

"Halo, Vee. How are you today?"

"I am fine. Thank you, Al."

"Better?"

"Must better." Vee tersenyum haru. Meskipun Albert adalah pribadi yang kaku, tapi lelaki itu selalu perhatian pada semua sahabatnya.

"Ada yang ingin kukatakan padamu, Vee." Suara Albert yang tiba-tiba terdengar serius membuat Vee mengernyit. "Aku sudah meretas CCTV di mansion-mu, sesuai keinginanmu."

Tubuh Vee menegang. "Hasilnya?"

"Vi memukul kepala Uncle Hans dengan tongkat bisbol."

"Kak Vi ... pelakunya?" Mata Vee mengerjap. Setetes airmata jatuh membasahi pipinya. Kenapa Vi sejahat itu pada Hans? "Lalu, pelaku di balik psikis Daddy-ku?"

My Mr. OPPO [NEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang