Bab 5

10.4K 523 12
                                    

Nathan

Aku nggak menyangka jika dalam sebulan kumis dan jenggotku semakin lebat tumbuh di area wajahku. Saat aku melihat wajahku di cermin setelah mandi, aku sempat terkejut karena belum lama aku baru mencukur dan sekarang aku akan mencukur lagi.

Sebenarnya kalau aku tidak mencukur itu tidak akan menjadi masalah. Pernah aku tidak mencukur hampir satu tahun dan teman-temanku mengatakan I was so fine dengan seringai bulu halus di wajahku.

Tapi karena aku lebih suka wajah yang bersih, dan saat itu aku hanya ingin mencoba hal-hal baru dan menurutku aku sudah mencobanya jadi aku memutuskan untuk mencukur habis. Dan aku mulai terbiasa lagi dengan mencukur saat seringai bulu mulai tumbuh.

Mula-mula aku mengambil alat cukur di laci rias. Lalu aku menuangkan gel di area sisi pipi, bawah hidung dan daguku. Baru aku menyalakan alat cukur elektrik dan perlahan aku mengarahkannya dimulai dari sisi pipi.

Secara perlahan dan berulang-ulang dari atas sampai bawah. Sekali cukur aku bilas mata pisau dengan air lalu kulakukan lagi mencukur di area yang belum tercukur.

Terakhir di bagian bawah hidung. Kucukur sampai bersih baru aku bilas seluruh wajahku.

Aku berencana untuk melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda. Ada revisi di bagian sketsa bangunan Rumah dimana aku ingin menambahkan sketsa gambar tanaman mudah dirawat di bagian halaman Rumah. Aku hanya akan membulatkan bagian mana yang perlu dimasukan dan direvisi sehingga para designer akan membuat sketsa ulang yang kumau.

Aku juga masih harus memilah-milah bentuk dan jenis lampu seperti apa yang cocok untuk Rumah tropical-minimalist. Bentuk lampu sudah ada sebelumnya, namun aku masih kurang puas dengan pilihanku jadi setelah berganti pakaian aku akan mencari referensi di internet.

Kaos oblong putih dan celana kaos panjang abu-abu menjadi pilihan bajuku saat ini. Aku segera mengenakannya dan berjalan menuju dapur untuk membuat secangkir Kopi dan membawa makanan ringan untukku makan sembari bekerja.

Sampainya di dapur aku menuju kulkas dan mengambil sisa biskuit gandum. Lalu aku mendekati kitchen set dan meraih gelas dan kopi kemasan untuk kuseduh.

Saat aku mengaduk kopi, aku mendengar suara ribut hairdryer dari arah kamar Lyana. Suara mesin pengering rambut itu terdengar tidak sinkron dengan pendengaranku. Mati-hidup. Apa mesin hairdyernya rusak?

Karena aku penasaran aku beralih sebentar ke kamar Lyana. Aku mengintip dibalik pintu dan melihat Lyana sedang duduk di depan meja rias, sudah mengenakan baju piyama berwarna merah muda bergambar kelinci yang sedang kesusahan mengeringkan rambutnya di bagian belakang kepala.

"Mau aku bantu?"

Lyana berbalik melihatku sudah berdiri di ambang pintu. Tawaranku langsung dihadiahi anggukan semangat dan seulas senyuman senang dari Lyana.

Aku mendekatinya dan mulai meraih hairdyer dan menyalakannya. Langsung aku arahkan hairdyernya ke rambut Lyana yang masih basah dan satu tanganku menguraikan rambut Lyana agar keringnya merata.

"Kalau Lyana habis keramas, biasanya Mamah yang bantu keringin rambut Lyana." Lyana bercerita jika Milly sering mengeringkan rambut Lyana sehabis keramas.

"Soalnya kulit kepala Lyana pernah melepuh gitu karena Lyana kesusahan arahin hairdyer Om."

"Kok bisa? Di bagian mana kulit kepalamu yang melepuh?"

Aku bisa merasakan jika Lyana sedang memperhatikan raut cemasku melalui pantulan cermin yang mencari-cari di bagian mana kulit kepala yang melepuh itu.

Hi, OM NATHAN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang