Bab 31

5.3K 308 6
                                    

Nathan

Tubuhku lunglai, memaksakan diri untuk bergerak di tempat tidur berkat alarm berdering. Berarti sekarang sudah menunjukan pukul tujuh pagi, dan ini hari akhir pekan, jadi aku nggak perlu bersusah payah membuka semua mataku untuk bergegas bangkit karena hari ini aku libur dan tidak ada jadwal ketemu klien. Tanpa berpikir panjang aku mematikan alarm di ponselku secepat mungkin lalu aku melanjutkan tidurku.

Satu tanganku mulai mengelus sesuatu yang empuk dan hangat. Rasa nyamannya mengantarkanku ke mimpi.

Semakin lama terasa nyaman, aku merasakan sesuatu itu berubah menajdi terasa kenyal. Tanpa sadar tanganku merabanya. Rasanya aneh. Sesuatu yang kenyal itu membuat kesadaranku terkumpul dan sontak aku membuka mataku seratus persen dan melihat sesuatu yang seketika membuat aku tercengang di tempat.

Ternyata tanganku tertimpa tubuh El dan telapak tanganku memegang sesuatu yang seharusnya tak kusentuh sedari tadi.

Sial. Aku langsung menjauhi tanganku, tidak peduli jika pria tua itu terbangun. Tapi dia pun terlihat tidak terganggu setelah aku menarik paksa tanganku dan bergerak gusar menjauh darinya. Aku mulai ingat, semalam kami sudah menghabiskan satu botol wine dalam satu malam lalu kami mabuk. Terakhir aku mengantuk karena terpengaruh alkohol dan tidur duluan, mungkin setelah aku tertidur El menyusul dan tidur di tempat tidurku.

Perlahan aku mengusap mataku, sekali lagi melirik ponsel yang sudah menunjukan pukul tujuh lewat sepuluh menit. Lalu aku bangkit untuk mencuci muka dan melangkah menuju dapur. Mendadak perutku merintih lapar setelah mencium aroma masakan.

Tampak Bi Ida sudah sibuk di dapur bersama Milly. Dari anak tangga yang kupijaki aku melihat mereka sudah saling berkenalan, sebab mereka tengah asik mengobrol dan kompak membuat nasi goreng dengan tambahan lain untuk dihidangkan ke meja makan.

"Oh—pagi Nathan, kamu sudah bangun." Milly tampak terkesiap melihatku yang sudah tiba di meja makan sambil memperhatikannya membawa sebuah piring besar berisi nasi goreng yang baru saja matang dan ia letakan hati-hati di atas meja.

"Lyana belum bangun?" tanyaku sambil mengitari sekitar. Tidak mendapati sosok gadis kecil yang kuharapkan kehadirannya.

"Belum. Masih tidur di kamar." Ucapnya sambil membereskan alat makan di atas meja.

Tanpa aku mengatakan apapun lagi dan melihat Milly membantu Bi Ida membereskan dapur, aku langsung beranjak ke kamar Lyana. Melalui celah kamar yang terbuka, aku mengintip gadis kecilku yang masih tidur memunggungiku di sana. Perlahan aku masuk ke kamar, lalu mendekati tempat tidur dan duduk di samping punggung Lyana.

Helaian rambut panjangnya menutupi wajah cantiknya, tanganku langsung berinisiatif untuk menarik helai demi helai rambut itu ke daun telinga Lyana. Aku tersenyum. Lyana benar-benar sangat cantik di mataku walau sedang tertidur.

Sengaja melupakan status Lyana sebagai keponakanku, kini yang aku pandangi adalah sosok perempuan cantik yang berhasil menguasai hati dan pikiranku. Rasanya aku ingin sekali mengabadikan wajah cantik ini di ponselku dan aku simpan sebagai wallpaper. Masa bodoh dengan pikiran kekanak-kanakanku ini. Tapi sayang aku lagi tidak membawa ponselku. Kalau aku bawa, pasti aku sudah merealisasikan niatku dan langsung aku pajang untuk memamerkannya pada Ken.

Sudah bisa kubayangkan wajah kesalnya karena iri ketika dia tahu Lyana-lah kekasihku. Aku terkekeh pelan.

Tapi, pada kenyataannya aku masih belum siap memberitahu Ken kalau Lyana kekasihku.

"Om Nathan, pagi." aku terkesiap ketika Lyana bergerak dan menyapaku. Tapi aku langsung membalas sapa hangatnya lalu membungkukan badanku agar aku bisa mengecup pipinya.

Hi, OM NATHAN!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang